Liputan6.com, Tarakan - Terkendala biaya rapid test yang mahal, puluhan santri Pondok Pesantren Modern Gontor asal Kalimantan Utara terancam tidak bisa kembali ke pesantren. Padahal seluruh santri sudah diharuskan masuk pesantren dalam waktu dekat.
Sebanyak 75 santri asal Kaltara dijadwalkan masuk ke pasantren paling lambat pada tanggal 17 Juni 2020 mendatang. Dari 75 santri itu, 40 diantaranya merupakan warga Kota Tarakan.
"Wali santri merasa sangat berat karena untuk tarif rapid test saja sudah Rp1 juta, belum lagi ditambah dengan biaya tiket yang mencapai Rp2 juta lebih," ujar salah satu orangtua santri, Shaberah, Rabu (10/6/2020).
Advertisement
Baca Juga
Terlebih lagi, rata-rata santri dari Pesantren Gontor ini memiliki perekonomian menengah ke bawah. Sehingga untuk membayar biaya rapid test mereka tidak mampu.
"Karena sejak Covid-19 ini juga membuat usaha dan pekerjaan para wali santri macet dan tidak semua santri pesantren Gontor ini memiliki dana yang cukup dan ekonomi yang memadai," katanya.
Shaberah mengaku dirinya akan bertemu Wali Kota Tarakan dr Khairul agar dapat membantu para santri yang hendak kembali ke pesantren itu.
"Kalau di rumah sakit provinsi yang berada di Kampung Satu itu, katanya murah dan bahkan bisa juga gratis. Balasannya seperti itu jadi saya kemudian coba untuk kirim pesan WA ke Gubernur," ungkapnya.
Berkaca pada daerah lainnya, diharapkan Gubernur Kaltara bisa memfasilitasi dan membantu meringankan biaya rapid test. Agar para santri bisa kembali untuk melanjutkan pendidikannya.
"Di Bekasi saja itu wali kotanya bisa menggratiskan ribuan orang santri Gontor yang mau kembali ke pesantren, masa di Tarakan tidak bisa. Sebagai wali santri pun saya juga berharap ada bantuan dari pemerintah. Apa lagi rapid test ini hanya berlaku 3 hari saja, saya juga coba ke Gubernur semoga bisa dibantu," harapnya.
Sementara itu, bagi santri yang akan kembali ke pondok pesantren akan diantar dari perwakilan Ikatan Alumni Pesantren Modern Gontor (IKPMG). Sebab para wali santri tidak izinkan untuk mengantar.