Sukses

Menyibak Desa Karunia, Kawasan Pelestari Anggrek di Taman Nasional Lore Lindu

Warga di Sebuah desa di Kecamatan Palolo, Kabupaten Sigi menginisiasi desanya menjadi Desa Anggrek demi kelestarian kekayaan flora hutan lindung penyangga Taman Nasional Lore Lindu.

Liputan6.com, Sigi - Demi melestarikan kekayaan flora hutan lindung penyangga Taman Nasional Lore Lindu, warga Desa Karunia di Kecamatan Palolo, Kabupaten Sigi, ramai-ramai menanam anggrek. Di desa itu hampir sebagian besar warganya membudidayakan anggrek di pekarangan rumah. Tak heran jika banyak orang mengenalnya dengan sebutan desa anggrek. 

Jenis-jenis anggrek yang tersohor, seperti anggrek hitam, anggrek bulan, bahkan anggrek endemik  sulawesi, antara lain seperti Phalenopsis  Celebiensis, Bulbophyllum Echinolabium, dan Phalaenopsis Venosa, semua bisa ditemukan di desa penyangga Taman Nasional Lore Lindu itu.

Budi daya anggrek yang dilakukan warga bukan tanpa sebab, ancaman kepunahan tanaman eksotik itu dari hutan lindung Taman Nasional Lore Lindu karena kerusakan alam dan ulah manusia menjadi salah satu sebabnya.

Bukan dengan cara sembarang, warga mendapatkan anggrek-anggrek itu di hutan lindung sekitar desa, melainkan mereka hanya mengambil tanaman itu dari pohon-pohon yang telah tumbang dan mati yang menjadi tempat tumbuhnya.

"Kalau tidak diambil dan ditanam kembali, tanaman itu akan mati mengikuti pohon tempat tumbuhnya. Tidak sedikit juga anggrek di hutan sekitar desa kami diambil orang untuk dijual di pasaran," Kata Sardin (32 th), inisiator budi daya anggrek Desa Karunia, Minggu (7/6/2020).

Tidak sekadar menaman kembali di desa. Upaya konservasi juga dilakukan warga. Jika telah tumbuh dan berkembang dengan baik, tanaman-tanaman itu akan dikembalikan lagi ke rumah sebenarnya, Hutan Lindung Taman Nasional Lore Lindu.

Saksikan video menarik lainnya:

2 dari 2 halaman

Desa Edukasi

Sardin (32), sang inisiator desa anggrek itu mengungkapkan, sejak memulai upaya budi daya pada 2004 silam, telah ada 20 warga yang terlibat secara mandiri bersamanya. Sejak saat itu pula, desa yang beriklim sejuk khas pegunungan itu banyak dikunjungi wisatawan termasuk dari mancanegara. Bahkan ratusan mahasiswa setiap bulannya rutin datang ke desa itu untuk mempelajari anggrek.

Potensi itu menurut Sardin menumbuhkan harapan untuk mendapat manfaat ekonomi bagi warga desa berpenduduk 300 kepala keluarga itu.

"Kami berharap nantinya lokasi ini menjadi tempat wisata dan edukasi anggrek, bahkan wisatawan yang datang bisa membeli anggrek budidaya kami," katanya.

Hingga saat ini menurut Sardin telah ada 70 jenis anggrek yang ditanam kembali di desa yang bisa ditempuh 1,5 jam perjalanan arah selatan Kota Palu itu. Sebagian bahkan belum diketahui namanya.