Sukses

Nasib Trenggiling, Diburu dan Dibantai Karena Sisiknya

Sisik bernilai tinggi di pasar gelap membuat trenggiling tak bisa hidup bebas lagi di alam liar karena selalu menjadi buruan untuk ditangkap dan dibunuh lalu diambil sisiknya oleh pemburu satwa liar.

Liputan6.com, Pekanbaru - Sisik bernilai tinggi di pasar gelap membuat trenggiling tak bisa hidup bebas lagi di alam liar. Satwa pengerat ini selalu menjadi buruan untuk ditangkap dan dibunuh, lalu diambil sisiknya oleh pemburu satwa liar.

Baru-baru ini, Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Seksi II Sumatera bersama Mabes Polri menyita ribuan sisik trenggiling siap jual. Ada dua kardus disita yang berisi 14 kilogram sisik dari dua mobil.

Dalam kasus ini, empat orang terduga pelaku ditangkap di depan sebuah bank Jalan HR Soebrantas Pekanbaru. Mereka punya peran masing-masing, ada sebagai pembawa, penghubung serta penjual secara daring.

Kepala Gakkum Seksi Wilayah II Sumatera Eduwar Hutapea menjelaskan, tersangka inisial MD, ZU, IS dan DA tak berkutik ketika petugas gabungan mendatanginya. Telat sedikit saja, bisa jadi sisik itu sudah terjual secara online.

"Jaringan ini sudah lama diselidiki hingga akhirnya petugas tahu keberadaannya di Pekanbaru," kata Eduwar di Pekanbaru, Jum'at petang, 12 Juni 2020.

Eduwar menjelaskan, MD dan ZU diduga sebagai pemilik serta pengangkut sisik. Hasil penyidikan sementara, sisik itu bukan lah hasil perburuan trenggiling di Provinsi Riau.

"Keduanya menyebut sisik ini berasal dari Solok, Sumatra Barat," kata Eduwar.

Setelah kedua tersangka tersebut, giliran dua tersangka lainnya ditangkap petugas, yaitu IS dan DA. Keduanya diduga sebagai penghubung antara dua tersangka sebelumnya kepada calon pembeli.

"Masih diusut siapa pembeli ini, jual beli rencananya dilakukan secara online," kata Eduwar.

Eduwar menerangkan, sisik trenggiling bernilai tinggi di pasar gelap Asia. Selanjutnya, petugas berencana memburu pencari trenggiling di alam liar, begitu juga dengan pembantainya.

"Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, pelaku diancam pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp100 juta," ujarnya.

Simak Video Pilihan Berikut: