Liputan6.com, Pekanbaru - Rumah tenun kampung bandar di Jalan Perdagangan, Kecamatan Senapelan, Pekanbaru, kembali menggeliat di tengah pandemi Virus Corona atau Covid-19. Beberapa bulan lalu, tak ada aktivitas di sana karena penenun mengikuti imbauan pemerintah agar tak terjangkit penyakit itu.
Selain bertahan hidup dan menjaga kelangsungan tenun Melayu, berakhirnya PSBB di Pekanbaru menjadi alasan penenun bekerja lagi. Penenun berharap ada penjualan lagi dalam perilaku hidup baru yang diterapkan Pemerintah Kota Pekanbaru.
Advertisement
Baca Juga
Menurut Ketua Kelompok Swadaya Masyarakat Pucuk Rebung Rumah Tenun, Wawa Edini, pandemi Covid-19 sangat berimbas kepada usaha. Pada April lalu tidak ada penjualan kain tenun sama sekali.
"Akhirnya 16 anggota rumah tenun banting setir jadi reseller sembako untuk memenuhi kebutuhan hidup," kata Wawa.
Sebelum pandemi, sebut Wawa membandingkan, rumah tenun swadaya masyarakat ini kebanjiran order. Tidak hanya lokal ataupun lintas provinsi, pesanan kain tenun juga menyeberang ke negeri tetangga.
"Wisatawan Singapura dan Malaysia banyak pesan, kalau sekarang sepi," katanya.
Wawa menjelaskan, rumah tenun ini memberdayakan ibu-ibu rumah di Kecamatan Senapelan. Mereka sebelumnya diberi pelatihan dan selalu dipantau hasil tenunnya.
"Rata-rata yang ikut sudah punya keahlian menenun," kata Wawa.
Rumah tenun ini menerapkan pola kerja kekeluargaan. Hasil penjualan dikumpulkan setiap bulan lalu dibagi rata sesuai dengan jumlah tenun yang dihasilkan.
Beragam motif kain tenun sudah dihasilkan kelompok ini. Misalnya saja, siku awan, siku keluang, pucuk rebung dan tampuk manggis.
Untuk satu kain tenun waktu pengerjaannya bisa sampai dua minggu. Bisa saja lebih dari itu, sesuai dengan motif dan keinginan dari pemesan.
"Harga bervariasi, mulai dari Rp400 ribu hingga Rp2,5 juta," kata Wawa.