Liputan6.com, Jambi - Bepanau (13) dan Nukik (14), dua anak perempuan orang rimba atau suku anak dalam (SAD) itu sedang mengisi lembaran soal ujian kenaikan kelas. Mengenakan sandal jepit dan pakaian biasa, keduanya mengikuti ujian di bawah pohon dan dikelilingi anak-anak kecil lainnya yang belum sekolah.
Kedua anak perempuan tersebut merupakan anak dari Tumenggung Ngrip, sebuah kelompok orang rimba yang bermukim di Kedudung Muda, kawasan Taman Nasional Bukit Dua Belas, Sarolangun, Jambi.
Saat ini keduanya telah terdaftar di sekolah formal SDN 191 Air Panas, Kecamatan Air Hitam, Sarolangun. Bepanau kelas dua, sedangkan Nukik adalah adik kelasnya, kelas satu.
Advertisement
Baca Juga
Kedua anak perempuan yang terdaftar di SD Negeri itu menjadi kebanggaan tersendiri bagi dunia pendidikan. Sebab, keduanya menjadi anak perempuan orang rimba di Taman Nasional Bukit Dua Belas pertama yang mengenyam pendidikan di sekolah formal.
"Bepanau dan Nukik boleh dibilang anak perempuan orang rimba pertama yang masuk sekolah formal," kata Fasilitator Pendidikan KKI Warsi Yohana Pamella Marpaung kepada Liputan6.com, Jumat (19/6/2020).
Sebelumnya anak perempuan, terutama untuk orang rimba yang bermukim di kawasan Taman Nasional Bukit Dua Belas, dilarang Bersekolah formal di luar. Butuh perjuangan panjang meyakinkan orang tua mereka agar anaknya masuk sekolah.
"Awalnya tahun 1998 mereka hanya mau sekolah di dalam rimba, dan itu hanya ditujukan untuk yang sudah remaja dan dewasa, tidak izinkan anak-anak," ujar Yohana.
Seiring berjalannya waktu,pada tahun 2002 anak-anak juga mulai diizinkan untuk sekolah, namun itu hanya untuk laki-laki saja. Kemudian anak-anak laki-laki sekitar tahun 2004 mulai masuk ke sekolah formal, namun dengan format penyetaraan kelas.
Sedangkan anak perempuan belum diizinkan. Hingga akhirnya pada tahun 2006 anak perempuan mulai diizinkan sekolah, namun hanya di dalam rimba dan harus diajari oleh fasilitator pendidikan Warsi yang perempuan saja.
Butuh waktu yang panjang, sampai akhirnya anak perempuan bisa masuk sekolah formal. Kehadiran Bepanau dan Nukik di bangku sekolah itu bisa menjadi tonggak untuk pemerataan pendidikan bagi seluruh anak Indonesia.
"Untuk itulah kami berjuang supaya mereka bisa ikut ujian kenaikan kelas," kata Yohana.
Simak Video Pilihan Berikut Ini:
Dijemput
Bepanau dan Nukik yang terdaftar sebagai murid di SDN 191 Air Panas Kecamatan Air Hitam, Sarolangun, Jambi, itu akhirnya selesai mengisi lembaran soal ujian kenaikan kelas. Satu persatu soal ujian berhasil dijawabnya.
Fasilitator pendidikan Warsi, Yohana Marpaung, bertanggung jawab untuk anak-anak rimba yang sekolah agar mengikuti ujian. Dia menyusul kedua anak tersebut ke dalam rimba dan mengantarkan soal ujian.
Keduanya mesti dijemput karena sebelumnya mereka pergi ke rimba mengikuti orang tuanya di kawasan Kedudung Muda, Taman Nasional Bukit Dua Belas. Sejak sekolah tatap muka diliburkan mereka ikut bersama orang tuanya untuk menanam ubi di dalam rimba.
"Aku targetnya selesai dulu dampingi semua anak yang sudah ada di kantor lapangan mengerjakan soal, sementara untuk anak-anak yang masih di dalam rimba akan aku susul," ujar Yohana.
Begitu keduanya keluar dari rimba, Yohana langsung memberi tahu anak orang rimba soal ujian yang mesti segera dikerjakan. Butuh waktu untuk menyegarkan kembali ingatan mereka pada mata pelajaran.
"Ada beberapa istilah dalam soal yang mereka tidak mengerti jadi dijelaskan dulu baru mereka mengerjakan soalnya," kata Yohana.
Sebelumnya terdapat sembilan anak rimba yang mengikuti ujian kenaikan. Mereka adalah Besimbur, Nyeser dan Nukik murid (kelas 1), Pengarang Gading dan Bepanau (kelas 2), Bepuncak (kelas 3), Bekaram (kelas 4), Besati dan Ceriap (kelas 5).
Ujian kenaikan kelas itu telah dimulai sejak Senin (15/6/2020). Kebijakan pihak sekolah SDN 191 Air Panas, soal ujian diambil oleh pendamping ke sekolah dan peserta didik mengerjakannya dari rumah. Namun untuk anak-anak orang rimba, mereka mengerjakan soal di kantor lapangan Warsi di Desa Bukit Suban.
Setelah semuanya selesai mengerjakan soal ujian, kemudian fasilitator pendidikan mengantarkan kembali lembar jawaban ke sekolahnya. Hasil ujian diantarkan ke sekolah, pada Sabtu (20/6/2020) sesuai dengan tenggat yang diberikan oleh pihak sekolah.
Â
Advertisement
Sekilas Tentang Orang Rimba
Orang Rimba adalah salah satu suku terasing atau dikenal dengan sebutan komunitas adat terpencil yang ada di Provinsi Jambi. Orang rimba sering juga disebut sebagai Suku Anak Dalam (SAD). Sebutan orang rimba menjadi SAD ini disematkan oleh pemerintah mulai tahun 1970
Survei terakhir yang dilakukan organisasi nirlaba pemerhati lingkungan dan orang rimba, KKI Warsi menyebutkan jumlah populasi orang rimba mencapai 5.200 jiwa. Jumlah tersebut tersebar di beberapa kabupaten di wilayah Provinsi Jambi.
Di Provinsi Jambi, orang rimba tergabung di masing-masing kelompoknya yang biasanya dipimpin oleh seorang tumenggung. Setiap populasi orang rimba selalu terdapat kelompok anak-anak, satu ibu rata-rata memiliki anak di atas lima.
Kini alih fungsi hutan yang begitu masif menjadi korporasi perkebunan kelapa sawit membuat kelompok orang rimba semakin kesulitan mencari sumber pangan. Luas kawasan hutan di Jambi tersisa 900 ribu hektare atau 17 persen dari total luasan provinsi ini.
Semakin berkurangnya luas kawasan hutan tersebut, juga membuat orang rimba tergusur. Orang rimba sulit mengakses akses kesehatan dan dibayangi kemiskinan.
Menurut Rudi Syaf, Direktur KKI Warsi, dari jumlah populasi orang rimba saat ini sekitar 99 persen dalam kondisi miskin. Selain tinggal di sekitar kawasan hutan, orang rimba juga hidup secara semi nomaden di sepanjang jalan lintas tengah Sumatra, Jambi.
"Mau pakai ukuran atau paramater apapun, orang rimba itu adalah kelompok masyarakat yang paling miskin," kata Rudi dalam kesempatan sebelumnya.