Liputan6.com, Bangkalan - Ketika mensosialisasikan program 4 Pilar Kebangsaan kepada Himpunan Santri, Alumni dan Simpatisan Pondok Pesantren Nurul Cholil (HISAN) Kecamatan Geger, Kabupaten Bangkalan, Sabtu, 20 Juni 2020, anggota MPR Hasani Bin Zuber menyelipkan banyak humor tentang Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika.
Saat menjelaskan tentang kenapa Pancasila menjadi dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia, politikus Partai Demokrat itu menukil humor Presiden Ke 4 KH Abdurrahman Wahid alias Humor Gus Dur.
Sekali waktu, tutur Hasani, Gus Dur ditanya wartawan.
Advertisement
Baca Juga
"Gus, bagaimana pandangan Islam tentang Indonesia yang memilih bentuk negara Pancasila, bukan negara Islam?," tanya seorang wartawan.
"Menurut siapa dulu, NU atau Muhammadiyah?," jawab Gus Dur.
"Kalau menurut NU hukumnya boleh. Karena bentuk negara itu hanya wasilah, perantara. Bukan tujuan,' jawab Gus Dur.
"Kalau menurut Muhammadiyah?," tanya wartawan.
"Sama," jawab Gus Dur.
"Kalau melawan Pancasila, boleh tidak Gus? Kan bukan Al-Qur’an?," wartawan itu bertanya lagi.
"Menurut NU atau Muhammadiyah?," jawab Gus Dur.
"Kalau menurut Muhammdiyah tidak boleh. Pancasila itu bagian dari kesepakatan, perjanjian. Islam mengecam keras perusak janji," jawab Gus Dur.
"Kalau menurut NU?," kata wartawan.
"Sama," jawab Gus Dur.
Humor-humor semacam ini membuat suasana sosialisasi lebih memikat untuk disimak oleh peserta sosialisasi.
Simak Video Pilihan Berikut Ini:
Lewat Komik dan Animasi
"Materi empat pilar ini termasuk materi yang berat, kalau tak diselipi humor, pasti orang malas menyimak," tutur dia sesuai sosialiasasi.
Maka, Hasani pun menyayangkan ada netizen yang diperiksa oleh aparat Kepolisian Kepulauan Sula, Maluku Utara, karena memosting ulang humor Gus Dur tentang 'Tiga Polisi Jujur'.
Ke depan, Hasani yang juga aktivis NU, berencana menerapkan metode lain dalam mensosialisasikan program 4 pilar. Umpamanya lewat komik atau animasi digital.
Penggunaan metode yang beragam itu agar sosilisasi bisa mengjangkau seluruh kelompok umur, mulai dari Taman Kanak-Kanak, SD, SMP, SMA, hingga Perguruan Tinggi.
"Tiap kelompok usia, pasti perlu metode sosialisasi yang berbeda. Kalau sosilaisasi ke anak SMA hanya menjejali mereka dengan teori-teori yang berat, kurang efektif," ungkap Hasani.
Advertisement