Sukses

Mengintip Keunikan Pura Langgar, Simbol Toleransi dari Bali

Pura Langgar adalah simbol Kebhinekaan di Pulau Dewata. Pasalnya, di aera Pura di Kabupaten Bangli itu terdapat sebuah langgar atau tempat ibadah umat muslim. Penasaran? simak artikel dibawah ini.

Liputan6.com, Denpasar - Pura Langgar, tempat ibadah umat Hindu yang terletak di Puri Bunutin, Kabupaten Bangli ini memiliki keunikan tersendiri.

Sebabnya, ia mencirikan perpaduan antara umat Hindu dan Muslim. Ya, dari namanya saja kita dapat mengenali secara jelas perpaduan keduanya. Seperti kita ketahui, pura merupakan tempat ibadah umat Hindu. Sedangkan langgar merupakan sarana ibadah untuk umat Muslim selain masjid.

Boleh dibilang langgar merupakan masjid berukuran kecil, yang hanya bisa menampung beberapa orang saja dalam beribadah. Kelihan Pura Langgar, Ida I Dewa Gede Oka Nurjaya menjelaskan, pengempon di sini, khususnya di Pura Langgar sebanyak 115 KK (Kepala Keluarga).

"Dalam setiap perhelatan upacara di Bali ini, di manapun, biasanya sarana yang digunakan untuk makanan adalah daging babi. Tetapi di sini sama sekali tidak boleh digunakan. Jangankan persembahannya, pemangkunya pun tidak diperkenankan memakan daging babi," kata Oka Nurjaya, Minggu (28/6/2020).

Dahulu, sambung Oka Nurjaya, sebelum pindah ke Bali, leluhur mereka tinggal di Pulau Jawa. Tak semuanya Hindu, ada pula beberapa yang beragama Islam. “Karena kalau di Jawa sudah barang tentu identik tak boleh memakan daging babi. Kebiasaan itu dibawa hingga ke Bali,” ujarnya.

Di sisi lain, Pengelola DTW Pura Langgar, Ida I Dewa Made Rai Adnyana menuturkan, komunikasi merupakan hal utama yang selalu dikedepankan oleh anggota keluarga puri dalam hal apapun.

"Jadi sebelum komunikasi di lingkungan pura ini dilakukan, ada yang namanya kelihan yang mengomunikasikan terkait kapan akan diadakan rembug," tutur dia.

Soal keberadaan Pura Langgar ini, Rai Adnyana menerangkan jika keputusan diambil berdasarkan kebijakan para pemimpin di puri.

Dengan keunikan yang dimilikinya, Rai Adnyana berharap Pura Langgar bisa menjadi salah satu destinasi wisata yang dapat menarik turis di lingkungan Kabupaten Bangli.

"Harapan kami, tentu saja kami tidak menjual, tetapi kami berharap agar masyarakat dapat datang untuk melihat keberadaan Pura Langgar ini. Kiranya pemerintah Kabupaten Bangli bisa membantu kami, memfasilitasi kami dalam hal pengelolaan dan pemeliharaan tempat ibadah kami di Pura Langgar ini," ucap Rai Adnyana.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

2 dari 2 halaman

Permintaan Membangun Langgar di Lingkungan Pura

Awal mula leluhurnya tiba di Bali, Rai Adnyana menerangkan, bermula ketika Kerajaan Majapahit masih berkuasa. Kala itu, terjadi keguncangan yang melanda Kerajaan Blambangan. "Ada gejolak di sana, sehingga leluhur kami datang ke Bali. beliau akhirnya sampai di Puri Klungkung. Sebab di Bali kerajaan yang pertama itu ada di Klungkung," ujarnya.

Sesampainya di Kerajaan Klungkung, ada beberapa hal yang disampaikannya. Usai menyampaikan pesan, Rai Adnyana menegaskan jika leluhurnya hendak kembali lagi ke Blambangan. Hanya saja, Raja Puri Klungkung yang telah menganggapnya sebagai saudara memintanya untuk tetap tinggal di Bali.

"Leluhur kami menyampaikan sesuatu dan setelahnya meminta izin untuk kembali ke Blambangan. Tetapi oleh Raja Klungkung diminta untuk tetap tinggal, karena sudah dianggap sebagai saudara. Tapi leluhur kami tetap meminta izin untuk kembali ke Blambangan, karena ada hal mendesak yang harus diselesaikan di Blambangan," papar dia.

Mengenai terciptanya Pura Langgar, Rai Adnyana mengisahkan pada suatu ketika sang raja tengah sakit keras. Keluarga besar kerajaan telah mencari obat ke sana ke mari, namun sang raja tak juga sembuh. Pada saat itu muncul sabda untuk membangun langgar.

"Akhirnya ada sabda yang isinya seperti ini ‘Kalau anak Anda ingin sembuh buatkanlah saya sebuah langgar. Kalau tidak dibuatkan langgar, ke manapun dicarikan obat tidak akan sembuh," katanya.

Keluarga besar kemudian mendiskusikan sabda tersebut. Beberapa anak raja sempat tak sependapat untuk membangun langgar. Alasannya tentu saja masuk akal. Betapa tidak. Mereka mayoritas beragama Hindu, namun diminta untuk membangun langgar yang notabene sarana ibadah umat Muslim.

"Dari beberapa anak-anaknya itu ada beberapa yang tidak setuju. Alasannya mengapa saya orang Hindu harus membuat langgar. Langgar itu kan tempat sembahyang orang Muslim," kata Rai Adnyana menceritakan sejarah awal berdirinya Pura Langgar.

Hingga kini, sebagaimana kita ketahui, Pura Langgar telah berdiri dengan megah. Tak hanya dikunjungi oleh keluarga besar saja, namun beberapa turis dari berbagai daerah juga tertarik mengunjungi Pura Langgar yang unik ini.

Di sisi lain, Komandan Kodim 1626/Bangli, Letkol Inf Himawan Teddy Laksono mengapreasiasi keberadaan Pura Langgar ini. Ia pun berkepentingan mempromosikan keberadaan Pura Langgar ini yang menurutnya sebagai miniature keanekaragaman budaya dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika.

"Kehadiran saya ke sini saya berkepentingan memberikan informasi kepada masyaraat Indonesia mengenai keanekaragaman budaya dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika dan rasa dari wawasan kebangsaan kita, rasa memiliki, tenggang rasa kita, kemudian juga rasa kebanggaan kita terhadap Indonesia," ucapnya.

Menurutnya, keberadaan Pura Langgar ini contoh nyata toleransi yang sangat baik yang tercipta antara umat Hindu dan umat Muslim di Bali.

"Pura Langgar ini menjadi contoh toleransi, baik beragama maupun kehidupan sosial, sehingga kita bisa melaksanakan dengan baik dan juga bermasyarakat dengan baik," ujar dia.

"Harapan saya kepada pengelola agar keberadaan Pura Langgar ini bisa menjaga warisan budaya dan sejarah ini. Ini merupakan daya tarik wisata, mengingat kita ini bertoleransi dalam beragama. Makanya mulai sekarang dan selamanya kita harus bisa menjaga toleransi ini agar tercipta wawasan kebangsaan, persatuan dan bermasyarakat secara tertib dengan penuh kekeluargaan," tuturnya.