Sukses

Seniman Wayang Wong Cirebon Meniti Asa dalam Bangunan Reyot

Ma Kandeg salah satu pegiat seni Wayang Wong Cirebon yang memiliki bakat unik di bidang kesenian yang lain seperti seni ukir hingga macapat

Liputan6.com, Cirebon - Semangat warga Desa Suranenggala Lor Kecamatan Suranenggala Kabupaten Cirebon merawat warisan seni terus terpelihara.

Tidak sedikit warga dari anak kecil hingga dewasa terus berlatih seni Wayang Wong Cirebon di Sanggar Setiya Negara yang didirikan sang maestro Ma Kandeg. Seperti diketahui, Sanggar Seni Setia Negara merupakan salah satu wadah pendidikan seni yang sudah melegenda.

Berdiri pada 1968, sanggar tersebut sempat vakum selama 25 tahun setelah sang pendiri meninggal dunia. Dari sanggar tersebut Ma Kandeg yang memiliki nama asli Sutika kerap mencetak banyak murid dan prestasi.

"Pa Kandeg mulai belajar seni sejak usia 7 tahun bahkan sudah jadi dalang wayang," kata Sukarya salah satu mantan murid Ma Kandeg, Minggu (5/7/2020).

Pada perjalanannya, Sanggar Seni Setiya Negara memiliki ciri khas seni yang menonjol, yakni Wayang Wong (wayang orang).

Diketahui, Wayang Wong Cirebon berbeda dengan wayang orang di daerah Jawa Tengah atau Jawa Timur. Para pemain Wayang Wong Cirebon menggunakan topeng.

"Topengnya buatan Ma Kandeg Sendiri. Beliau itu multitalenta selain dalang wayang juga bisa mengukir sampai macapat," ujar dia.

Selain menggunakan topeng, ciri lain Wayang Wong Cirebon adalah ketika di atas panggung pemain hanya memainkan gerakan dan tarian. Dialog dalam wayang wong Cirebon diucapkan oleh dalang.

Pada perjalanannya, Sanggar Seni Setiya Negara pernah tampil di beberapa daerah luar Cirebon terutama Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta dan Taman Budaya Bandung.

Selain di Cirebon, sanggar Ma Kandeg kerap tampil di Negeri Amerika, Suriname, Belanda, Francis, Jerman, Jepang. Namun, selepas kepergian sang maestro, sanggar mulai vakum.

"Vakum sekitar tahun 1991 dan pernah sempat dibuka lagi oleh anaknya Tamsur tapi tidak lama vakum lagi karena beliau sibuk di dunia pendidikan tahun 1995," kata dia.

Saksikan video pilihan berikut ini:

2 dari 2 halaman

Kondisi Sanggar

Sukarya dan sejumlah mantan murid yang lain mengaku mendapat semangat baru mendengar keinginan Wawan Dinawan cucu dari Ma Kandeg membuka kembali sanggar.

Bahkan, para mantan murid Ma Kandeg tersebut rela mendampingi Wawan untuk terus berlatih, baik Wayang Wong, gamelan hingga macapat.

"Alhamdulillah baru tiga bulan sudah banyak yang datang ke sanggar. Latihan juga sampai larut malam ya kami ikut dampingi mewariskan ilmu yang pernah kami dapat waktu masih muda dulu," ujar dia.

Sementara itu, Wawan mengaku keinginan membuka kembali sanggar berangkat dari keprihatinan melihat kondisi sanggar.

"Kemudian Wayang Wong juga sudah langka jarang ada pagelarannya di Cirebon. Jangan sampai nanti malah diklaim oleh negara lain," kata dia.

Wawan mengaku membangun kembali sanggar dengan modal pas-pasan. Dengan memanfaatkan bangunan lama yang tak layak huni, dia berharap jati diri kesenian Wayang Wong Cirebon kembali hidup.

Kondisi bangunan sanggar sudah tidak berdiri kokoh. Beberapa pondasi yang terbuat dari batang kayu berusia ratusan tahun.

"Alat-alat seperti gamelan juga sudah tidak ada mas hancur dimakan usia. Modal semangat saja dan Alhamdulillah ada sanggar lain yang bersedia meminjamkan gamelannya untuk kami latihan," ujar Wawan.

Wawan mengaku tidak memasang tarif dalam upaya membangkitkan kembali sanggar yang legendaris ini. Antusias warga yang datang dan berlatih membuatnya optimis kesenian Wayang Wong Cirebon akan kembali eksis.

"Sampai saya jujur batasi diri orang yang mau latihan. Ya mau bagaimana lagi kondisi sanggar tidak kokoh jangan sampai terjadi hal-hal yang tidak diinginkan," ujar dia.

Wawan berharap ada perhatian pemerintah dalam upaya melestarikan seni Wayang Wong Cirebon ini.