Liputan6.com, Mamuju Penyedia layanan rapid test di Sulawesi Barat mengaku belum bisa menerapkan surat edaran yang dikeluarkan Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan terkait batasan tarif tertinggi pemeriksaan rapid test antibodi, yakni sebesar Rp150 ribu.
Dalam surat tersebut dijelaskan besaran tarif itu ditujukan bagi masyarakat yang melakukan tes secara mandiri. Aturan itu dibuat agar bisa menjadi acuan rumah sakit atau laboratorium dalam menetapkan biaya pemeriksaan.
Kepala Dinas Perhubungan Sulawesi Barat, Khaeruddin Anas, sebagai pengawas sektor transportasi mengatakan, belum tersedianya alat rapid test murah sesuai dengan surat edaran di pasaran menjadi alasan utama belum diterapkannya edaran itu. Tarif lama dikisaran Rp300 ribu terpaksa masih diterapkan penyedia layanan.
Advertisement
Baca Juga
"Sudah diumumkan harganya Rp150 ribu sementara alat rapid test seharga itu yang mau dipakai belum ada dipasaran. Belum ada alat rapid test seharga Rp75 ribu yang sesuai edaran," kata Khaeruddin, Rabu (08/06/2020).
Khairuddin menambahkan, hal itu menimbulkan masalah baru, pihak penyedia layanan rapid test mengeluh, karena alat rapid test yang tersedia saat ini harganya lebih tinggi dari surat edaran yang dikeluarkan.
"Dengan keluarnya surat edaran itu, menyebabkan kawan-kawan yang melakukan pelayanan ini akan berhenti," ujar Khaeruddin.
Lanjut Khaeruddin, pihaknya tidak mungkin membiarkan penumpang lalu lalang tanpa adanya surat keterangan hasil hasil rapid test, atau meminta penyedia layanan transportasi untuk berhenti. Sementara standar yang sudah ditetapkan penumpang wajib rapid test atau mereka tidak bisa berangkat.
"Sektor transportasi adalah hal yang vital. Tidak boleh berhenti, kalau berhenti, perekonomian dan semuanya akan terdampak," tutup Khaeruddin.
Â
Saksikan video pilihan berikut ini:
Kata Penyedia Layanan Rapid Test
Sekadar diketahui, di Sulawesi Barat, layanan rapid test tersedia di sejumlah rumah sakit dan klinik maupun apotek. Seperti, RS Mitra Manakarra, Prodia, Kimia Farma, dan Klinik Yaki.
"Seandainya bahan yang seharga Rp75 ribu itu sudah ada, tidak ada masalah. Kalau biayanya Rp150 ribu masih bisa tercover," kata salah seorang perwakilan dari Klinik Yaki.
Menurutnya, harga bahan selama ini berada dikisaran Rp220 ribu per alat tes. Namun, akhir-akhir ini, sudah banyak alat rapid test yang agak murah, berada dikisaran Rp170 sampai Rp180 ribu per alat.
"Jadi kami biasa memberikan tarif rapid test tergantung alat yang kami pakai. Kalau kami dapat yang murah, kami kasih murah lagi," jelasnya.
"Kalau pakai alat yang ada sekarang, kami penyedia swasta rugi. Karena modalnya Rp220 ribu disuruh rapid test harga Rp150 ribu. Kami swasta beli sendiri," lanjutnya.
Advertisement