Liputan6.com, Donggala - Desa terpencil di Donggala jadi contoh apik kompromi menjaga ekosistem hutan dan kesejahteraan masyarakat desa. Sejak mendapat hak kelola dari KLHK tahun 2016, hingga kini pembenahan terus dilakukan agar warga bisa terus mendapat manfaat dari hutannya.
Satu induk sungai dan beberapa anaknya mesti lebih dulu dilalui untuk menuju desa yang berada di tengah hutan lindung yang asri di kecamatan banawa tengah, kabupaten donggala itu. jaraknya 3,5 KM dari pusat Kecamatan di Desa Limboro.
Advertisement
Baca Juga
Desa itu yakni Desa Lampo. Jumat (10/7/2020), sejak pagi sudah berkumpul warga di Dusun II Salubalimbi. Para lelaki keluar-masuk hutan menggotong potongan-potongan kayu. Sementara, para perempuan sibuk dengan urusan menu makanan untuk tamu-tamu yang akan datang.
Penanaman 20 ribu pohon akan dilakukan di desa mereka. Bupati Donggala, Kasman Lassa menjadi tamu penting yang akan sambang untuk kegiatan itu.
Penanaman puluhan ribu bibit pohon itu, betapapun bersifat seremonial. Namun bagi warga Desa Lampo, itu jadi semacam perayaan yang menegaskan kembali kemenangan mereka atas hak kelola hutan desa dari status sebelumnya hutan lindung yang sudah diteken Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tahun 2016 silam.
“Desa ini percontohan untuk desa Iklim di Sulawesi Tengah. Hutan dan gunungnya tetap dijaga kelestariannya oleh masyarakat. Di Donggala beberapa gunung sudah botak sehingga yang di desa ini kami akan dukung pengembangannya demi masyarakat dan lingkungan,” Bupati Donggala, Kasman Lassa menegaskan pentingnya hutan di Desa Lampo di hadapan warga usai menanam pohon di desa itu, Jumat (10/7/2020).
Simak Video Pilihan Berikut Ini:
Perjuangan Panjang Desa Lampo untuk Hutan Yang Menyejahterakan
Kasman juga bilang, dengan pengakuan KLHK yang memberikan hak kelola hutan ke warga Desa Lampo melalui skema hutan desa yang disusul penetapan sebagai desa iklim, pemerintahannya memberi keleluasaan ke warga untuk mengembangkan potensi desa yang bersumber dari kawasan hutan agar bermanfaat juga bagi kesejahteraan.
“Hutan Desa Lampo jadi prioritas bagi kami sebagai penyangga ekosistem di Donggala termasuk sediaan air bersih, kawasan lain sekarang sudah padat, peran masyarakat penting di sini. Kami dukung, termasuk pemanfaatan dana desa untuk pemberdayaan pengelolaan hutan oleh masyarakat,” Sebut Kasman.
Direktur eksekutif Yayasan Merah Putih (YMP) Sulteng, Amran Tambaru bercerita, terbukanya akses pengelolaan hutan desa oleh warga Desa Lampo saat ini melalui proses panjang yang dimulai sejak tahun 2013.
Kala itu hutan masih berstatus hutan lindung menimbulkan ketakutan warga untuk bertani dan berkebun di kawasan itu meski hutan juga masuk dalam area administrasi desa.
“Orang Kaili Unde lebih dulu hidup bersama hutan di sini. Kalau status hutan tetap seperti itu akses mereka untuk penghidupan akan jadi masalah salah satunya ancaman kriminalisasi. Makanya kami sejak itu bersama warga mendorong pemerintah memberi akses warga desa dengan tetap menjaga kelestarian hutan,” Amran menceritakan.
Advertisement
Skema Hutan Desa
Selama menunggu keputusan itu, Amran bercerita lagi, warga juga tegas menolak ajuan kerja sama dari sejumlah perusahaan yang ingin merambah hutan dengan investasi.
Upaya warga akhirnya berhasil meyakinkan pemerintah melalui Kementerian LHK, yang pada tahun 2016 melegalkan akses kelola hutan oleh warga dengan skema hutan desa.
Skema itulah yang kini dijalankan warga dengan bercocok tanam dan menanam pohon-pohon produktif yang bermanfaat untuk warga, selain pengembangan jasa lingkungan seperti objek wisata dan pemanfaatan hasil hutan bukan kayu.
“Akhirnya 215 hektar hutan disetujui KLHK menjadi kawasan hutan desa. Dalam surat keputusan itu warga dibolehkan mengelola hutan selama 35 tahun dan bisa diperpanjang kembali” kata dia.
Salah satu wujud kemandirian warga dalam pengelolaan hutan adalah dibentuknya Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) Desa Lampo, tempat warga bermufakat untuk kelestarian hutan dan kesejahteraannya.