Liputan6.com, Medan - Pembangunan berkelanjutan landasan utama pembangunan kawasan Area Penggunaan Lain (APL) di Batang Toru, yang selain memiliki habitat spesies orang utan tapanuli, spesies baru yang diumumkan tahun 2017, juga memiliki nilai ekonomi yang tinggi dengan banyaknya pengembang.
Hal itu diungkap pemerhati lingkungan, Emmy Hafild dalam acara webinar atau web seminar bertema 'Mengelola Habitat Orangutan dalam Kawasan APL' yang diselenggarakan secara daring oleh CSERM (Center for Sustainable Energy & Resources Management), Universitas Nasional.
Disebutkan Emmy, pembangunan berkelanjutan sangat penting diterapkan di ekosistem Batang Toru, di Tapanuli Selatan, Sumatera Utara (Sumut) karena memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, dan nilai ekonomi serta sosial yang harus dikelola secara baik dan seimbang.
Advertisement
Baca Juga
"Nah, tiga dimensi utama, yaitu ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup, harus berjalan secara seimbang. Kalau tidak seimbang, maka pembangunan berkelanjutan tidak tercapai," jelasnya, Selasa (14/7/2020).
Dijelaskannya, berbagai pihak mengkhawatirkan spesies yang diperkirakan kurang lebih 800 individu ini bakal punah dengan banyaknya pembangunan di kawasan tersebut, termasuk Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Batang Toru.
Menurutnya, studi yang dilakukan CSERM Universitas Nasional membuktikan fakta sebaliknya. Pembangunan PLTA Batang Toru dinilai tidak akan menyebabkan punahnya orang utan tapanuli.
"Sebaliknya dengan mitigasi yang tepat kehadiran PLTA Batang Toru justru dapat menjaga kelestarian orang utan tapanuli," ujarnya.
Saksikan juga video pilihan berikut:
Sifat Orang Utan
Salah satu pakar orang utan, Didik Prasetyo menyebut, studi terbaru yang dilakukan CESRM Universitas Nasional (UNAS) memprediksikan sekitar 6 individu orang utan tapanuli menggunakan kawasan hutan PT NSHE.
Namun, jumlah orang utan itu harus dipastikan, mengingat terdapat sifat orang utan sebagai penjelajah dan penetap. Sementara jumlah tersebut hanya mewakili 0,8 persen dari estimasi total 800 individu yang ada di seluruh ekosistem Batang Toru.
"Melalui mitigasi dan konservasi orang utan tapanuli yang tepat dilakukan NSHE, maka orang utan tapanuli akan terjaga keamanan dan keselamatannya," sebut Didik, yang menjadi salah satu peneliti dalam studi tersebut.
Direktur CSERM (Center for Sustainable Energy & Resources Management), Universitas Nasional, Jito Sugardjito menuturkan, studi terbaru ini bertujuan untuk menyediakan data dasar terkini untuk membantu proses mitigasi dampak untuk Proyek PLTA Batang Toru.
Selain itu, studi tersebut juga dapat membantu mengembangkan strategi konservasi baru yang lebih komprehensif dan lebih luas untuk orang utan tapanuli di seluruh habitatnya yang tersisa.
"Sudah selayaknya semua pihak harus segera bekerja sama untuk melakukan mitigasi dan konservasi," tuturnya.
Advertisement
Sebagian Kecil
Studi tersebut juga mengungkapkan, wilayah PLTA Batang Toru hanyalah sebagian kecil dari total luas wilayah ekosistem Batang Toru yang harus difokuskan untuk konservasi orang utan tapanuli.
Harus ada kerja sama dari berbagai pihak yang berada di ekosistem Batang Toru dalam upaya melakukan konservasi orang utan tapanuli.
"Tidak hanya PLTA Batang Toru," tegasnya.
Para peneliti tersebut sepakat perlunya studi lanjutan dan pemantauan populasi orang utan di wilayah PLTA Batang Toru, dan upaya mereka untuk mengurangi dampak langsung dan tidak langsung pada semua orang utan menggunakan Area of Impact (AOI) atau area terdampak mereka.
Terkait tingginya perhatian nasional dan internasional pada nasib spesies orang utan tapanuli, sangat penting semua pemangku kepentingan dengan pengaruh besar datang bersama-sama untuk mengurangi berbagai ancaman yang menghadapinya.