Liputan6.com, Mentawai - Terungkapnya sejumlah kasus pelecehan seksual di Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat akhir-akhir ini membuat bupati berang.
Bupati Kepulauan Mentawai, Yudas Sabaggalet menyayangkan kejadian kekerasan seksual yang terjadi di daerah tersebut. Ia meminta pihak berwenang menghukum pelaku seberat-beratnya.
Advertisement
Baca Juga
Baru-baru ini, juga terungkap kasus pencabulan terhadap perempuan di bawah umur di Mentawai. Bahkan korban sampai depresi hingga akhirnya meninggal dunia karena bunuh diri.
"Perilaku ini tidak bisa ditolerir apalagi kebanyak korban merupakan anak di bawah umur," kata Yudas, Selasa (14/7/2020).
Ia juga mengingatkan generasi muda agar selalu waspada. Orangtua juga harus mengedukasi dan memantau perkembangan anaknya.
Korban pelecehan seksual ini, lanjutnya akan didampingi oleh para pakar atau ahli korban kasus kekerasan seksual terhadap anak dan perempuan.
Yudas juga meminta intansi terkait agar memberikan penyuluhan di tempat yang berpotensi terjadi kasus tersebut hingga ke pedalaman, desa-desa.
"Penyuluhan diperlukan dan akan bersinergi dengan Koalisi Anti Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak (KAPAK) dengan memperhatikan faktor budaya," ujarnya.
Â
Simak Video Pilihan Berikut Ini:
Kasus Pelecehan Seksual di Mentawai
Wakapolres Mentawai Kompol Maman Rosadi menegaskan, sanksi dan hukuman akan diberikan bagi para pelaku.
"Kami akan memberikan sanksi sesuai aturan yang berlaku bagi pelaku pelecehan seksual tersebut. Namun, keputusan di persidangan itu di tangan jaksa atau hakim,"Â ucap Maman.
Ia juga mengatakan bahwa kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak, merupakan tanggung jawab seluruh pihak dari pencegahan hingga pendampingan korban serta ada langkah-langkah yang ditempuh selanjutnya.
Di Mentawai, dalam enam bulan terakhir sudah terjadi setidaknya lima kasus kekerasan seksual. Pelaku adalah oknum kepala desa, oknum pemuka agama dan warga.
Plt Direktur Women Crisis Center (WCC) Nurani Perempuan, Rahmi Meri Yanti mengatakan angka-angka itu diduga masih bisa bertambah jika berkaca pada tipologi kekerasan seksual, di mana korban cenderung tidak bersedia untuk melaporkan telah mengalami kekerasan seksual.
"Banyak korban khawatir dirinya akan menerima stigma negatif dari masyarakat jika membuka identitas dan melaporkan kasusnya,"Â kata Meri.
Belum lagi korban yang justru berisiko dikriminalisasi. Ada pula faktor keluarga, lingkungan, dan budaya, seperti reaksi persekusi, pemberitaan media yang mengeksploitasi informasi pribadi.
Kemudian juga faktor kecenderungan lingkungan untuk lebih membela pelaku. Ditambah dengan sistem hukum negara yang belum memiliki perspektif korban yang merata.
Advertisement