Liputan6.com, Jambi - Sebanyak 49 anak-anak orang rimba, suku pedalaman di Provinsi Jambi mendaftar sekolah formal pada tahun ajaran baru 2020/2021. Tercatat dari puluhan anak tersebut, di antaranya 41 anak mendaftar sekolah satuan pendidikan SD dan 8 anak mendaftar di jenjang SMP.
Anak-anak rimba yang akan bersekolah pada tahun ajaran baru ini berasal dari beberapa kelompok orang rimba di Kabupaten Sarolangun dan Tebo. Mereka mendaftar di sekolah yang terdekat dengan tempat tinggal mereka.
Advertisement
Baca Juga
Misalnya, anak-anak orang rimba dari kelompok Tumenggung Grip di Kedudung Muda, Taman Nasional Bukit Dua Belas, akan masuk ke SD N 191 Air Panas, Kecamatan Air Hitam, Sarolangun. Sedangkan kelompok Meriyau yang tinggal di bawah perkebunan sawit plasma Desa Bukit Suban, akan masuk ke SD 275 Air Hitam Sarolangun.
Kemudian dari kelompok Gentar yang bermukim di Sako Nini Tuo, Sungai Makekal Taman Nasional Bukit Tiga Puluh, akan memasukkan anak-anaknya ke SD 163 Sungai Jernih, Kecamatan Muaro Tabir, Kabupaten Tebo. Ada juga anak rimba Terap dari kelompok Tumenggung Menyurau dan Nyenong akan bersekolah di SD terdekat dari pemukiman.
"Anak-anak dari kelompok Meriyau, Gentar, dan Menyurau dan Nyenong, tahun ini merupakan yang perdana mereka ke sekolah formal," kata Yohana Marpaung, Fasilitator Pendidikan KKI Warsi, Selasa (14/7/2020).
Pada tahun ajaran baru ini, sebut Yohana, anak-anak rimba sudah bersemangat untuk mulai masuk sekolah, baik dengan mengikuti sekolah reguler maupun dengan metode kelas jauh.
Untuk kelompok Ngrip, Gentar, dan Menyurau, sekolah yang akan diikuti merupakan kelas jauh, anak-anak tidak perlu berangkat ke sekolah setiap hari. Namun, bisa selang-seling hari atau minggu karena jarak sekolah dari permukiman mereka cukup jauh.
Sedangkan, untuk kelompok Mariyau memilih anak-anaknya sekolah di sekolah reguler. Hal ini menurut Yohana, menjadi suatu kemajuan di bidang pendidikan pada kelompok orang rimba.
"Alasan dari kelompok Mariyau kalau sekolah reguler setiap hari anaknya akan lebih banyak dapat ilmu dari pada sekolah kelas jauh. Selain itu karena lokasi sekolah juga lebih dekat dengan pemukiman kelompoknya, sehingga bisa diakses dengan berjalan kaki," ujar Yohana.
Dari 49 anak rimba yang mendaftar sekolah formal tersebut, di antaranya dari kelompok Meriyau dan Ngrip sebanyak 8 anak (2 perempuan dan 6 laki-laki. Sedangkan dari kelompok Gentar sebanyak 25 anak (1 perempuan dan 24 laki-laki). Kemudian kelompok Terap sebanyak 3 anak (1 perempuan dan 2 laki-laki).
Sementara itu, untuk kelompok orang rimba yang bermukim di di pinggir jalan lintas sebanyak 13 anak. Dari 13 anak rimba yang bermukim di lintas di antaranya 5 orang mendaftar di Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang terdekat dengan kelompok mereka.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Beli Seragam Baru
Pada tahun ajaran baru, baju seragam dan buku tulis baru itulah kebutuhan yang mereka persiapkan, persis sama dengan anak-anak lainnya ketika menghadapi tahun ajaran baru.
Fasilitas pendidikan KKI Warsi, Yohana, secara langsung menemani beberapa anak orang rimba mencari seragam sekolah di pasar terdekat. Mereka langsung menjajal ukuran baju seragam yang pas.
Kebutuhan baju dan perlengkapan sekolah serta perlengkapan kebersihan diri juga diberikan kepada anak-anak rimba yang akan bersekolah. Tantangan utama anak-anak rimba yang akan bersekolah, kata Yohana, utamanya di sekolah reguler ada pembauran dengan anak-anak lainnya.
"Kami sebagai fasilitator pendidikan juga bertugas menyiapkan anak-anak ini supaya mereka bisa membaur dengan anak lainnya di sekolah baru," kata Yohana.
Selain membeli seragam sekolah baru, Yohana juga membantu segala urusan syarat administrasi pendaftaran seperti pengurusan akta, kartu keluarga, dan berkas lainnya. Yohana pun seminggu ini disibukan dengan bolak balik ke kantor desa, kecamatan, dan catatan sipil.
"Yang penting berkas mereka bisa selesai dan mereka bisa mendaftar sekolah," kata Yohana.
Namun, sayang keinginan anak rimba untuk segera bertatap muka di sekolah masih belum terwujud. Kabupaten Sarolangun dan Tebo belum membuka sekolah tatap muka karena pandemi Covid-19.
"Karena belajar mengajar tatap muka di sekolah belum dibuka, jadi mereka belajarnya masih dengan fasilitator, mereka belajar di rumah," kata Sukmareni, staff komunikasi KKI Warsi.
Â
Â
Advertisement