Liputan6.com, Padang - Illegal loging atau pembalakan liar menjadi ancaman bagi kelestarian hutan, aktivitas yang tidak bertanggung jawab tersebut juga kerap menjadi pemicu bencana alam seperti banjir dan longsor.
Di Sumatera Barat, hutan sosial yang dikelola oleh masyarakat juga tak luput dari aktivitas pembalakan liar. Akibatnya, ketika dilakukan patroli, banyak kayu-kayu besar yang sudah ditebang.
Melihat hal tersebut, Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) WARSI bekerjasama dengan Lembaga Pengelola Hutan Nagari (LPHN) terus melakukan upaya penyelamatan hutan dari tangan-tangan jahil itu.
Advertisement
Kini, KKI WARSI menginisiasi pemasangan teknologi yang dapat mendeteksi aktivitas pembalakan liar di dalam hutan.Â
Teknologi tersebut bernama guardian, alat ini dipasang di atas pohon yang tinggi. Guardian bisa mendeteksi suara mesin gergaji atau chainsaw, kendaraan, serta suara tembakan.
Ketika guardian mendeteksi suara tersebut, secara otomatis mengirimkan pemberitahuan ke telepon pintar tim patroli sehingga memudahkan mereka untuk melakukan pemeriksaan langsung.
Baca Juga
"Alat ini sudah dipasang sejak 2019, hingga kini totalnya 17 unit," kata Manager Program KKI WARSI Rainal Daus kepada Liputan6.com, kamis (16/7/2020).
Ia menjelaskan guardian dipasang di Kabupaten solok, Solok Selatan, Sijunjung dan Dharmasraya. Dengan adanya teknologi ini pihaknya lebih mudah memantau jika ada aktivitas pembalakan liar.
Reinal menyebut, luas perhutanan sosial yang saat ini diizinkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk dikelola oleh masyarakat seluar 500.000 hektare.
Sementara total luas hutan di Sumbar yakni sekitar 2,2 juta hektare, 1,5 juta hektare di antaranya merupakan kewenangan Pemerintah Provinsi sumbar.
"Pemasangan alat ini juga membantu tim patroli atau polisi hutan yang jumlahnya cukup terbatas," kata dia.
Saksikan juga video pilihan berikut ini:
Hutan Sumbar Rentan Dirusak
Data KKI Warsi, luas tutupan hutan Sumbar pada 2017 berkurang menjadi 1.895.324 hektare, dan terus berkurang pada 2019 menjadi 1.871.972 hektare.
Artinya, luas tutupan hutan Sumbar saat ini hanya tersisa 44 persen, dari wilayah Provinsi Sumbar atau terjadi penurunan seluas 23.352 hektare dalam kurun waktu tiga tahun terakhir.
Kawasan ini cukup rentan dari praktek perusakan kawasan hutan, berupa kegiatan pembalakan liar atau penggunaan kawasan hutan tanpa izin.
"Ditambah pula dengan jumlah personel polisi hutan yang tidak memadai," jelasnya.
Reinal mengatakan daerah yang dominan terjadi penurunan tutupan hutan di Sumbar, yaitu Kabupaten Dharmasraya, Mentawai, Solok Selatan, serta Pesisir Selatan.
Hal itu disebabkan oleh beberapa faktor yaitu perambahan hutan untuk pembukaan lahan baru perladangan masyarakat, penebangan kayu tanpa izin serta penambangan emas ilegal.
Sementara Kepala Dinas Kehutanan Sumbar, Yozarwardi mengakui jumlah personel polisi hutan di wilayah ini sangat tidak mencukupi.
Jumlah personel polisi hutan di Sumbar saat ini 115 orang, katanya untuk melindungi kawasan hutan seluas lebih dari 1,5 juta hektare.
Diperkirakan satu orang personel polisi kehutanan melindungi hutan seluas 10.000 hektare, areal yang sangat luas untuk dilindungi satu orang.
"Padahal idealnya, areal perlindungan untuk satu orang personel Polisi Kehutanan adalah 5.000 hektare," katanya.
Oleh sebab itu, ia mengapresiasi adanya inisiasi dari KKI Warsi untuk memasanga teknologi guardian tersebut, sehingga bisa membantu pekerjaan personel polisi hutan.
Advertisement