Liputan6.com, Aceh - Ada segelintir Ibu Rumah Tangga (IRT) di salah satu kota di Aceh yang menyambi sebagai Pekerja Seks Komersial (PSK). Demikian klaim direktur salah satu yayasan yang bergerak di bidang kesehatan dan kemanusiaan di provinsi tersebut.
Hal ini terungkap dari hasil pendekatan yang mereka lakukan kepada sejumlah penderita atau Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) yang selama ini mereka dampingi. Di antara mereka, ada yang berasal dari kalangan PSK.
Â
Advertisement
Baca Juga
Sebagai informasi, yayasan bernama Yayasan Permata Atjeh Peduli (YPAP) ini hanya fokus di enam kabupaten kota; Lhokseumawe, Bireuen, Aceh Utara, Langsa, Bener Meriah, dan Takengon.
Awalnya mereka mendapati fakta bahwa determinan HIV/AIDS banyak terdapat di kalangan nonheteroseksual, seperti, lesbian, gay, biseksual dan transgender/transeksual (LGBT).
Reduksi kalangan nonheteroseksual di Aceh ini bertubrukan dengan pemanfaatan moda teknologi global yang semakin massif sehingga keberadaan kalangan ini kian meningkat. Kenyatan ini boleh jadi akan saling renteng dan berpotensi membuat angka penderita HIV/AIDS meningkat.
"Lhokseumawe Aceh Utara dan Langsa, dominannya di situ," sebut direktur yayasan tersebut, Chaidir, Jumat (17/07/2020).
Â
Simak Video Pilihan Berikut Ini:
PSK Online
Dari para penderita HIV/AIDS yang mereka dampingi, mereka mengetahui bahwa terdapat ibu rumah tangga (IRT) yang turut menderita penyakit tersebut.
Setelah mengikuti benang merah alur perjalanan penyakit, terungkap fakta lain, ternyata para IRT tersebut selama ini menyambi sebagai PSK.
"Namun, bukan semua ibu rumah tangga, tapi ada PSK dari IRT, dan kasusnya juga lumayan besar. Ini juga seiring sebenarnya dengan penangkapan yang dilakukan oleh Polres Langsa," ujar Chaidir.
Penangkapan yang dia maksud, yakni, penangkapan terhadap dua muncikari, YN (47) dan HN (35), pada Mei lalu. Keduanya merupakan IRT, warga Kecamatan Langsa Kota dan Langsa Baro.
Polisi lalu menangkap lima wanita yang rata-rata merupakan IRT berusia muda, atau mama muda, yaitu, CL (32), CJ (23), DE (23), FB (22), dan LN (24), juga warga dari Kecamatan Langsa Kota dan Langsa Baro.
Menurut Chaidir, keberadaan PSK di Aceh yang bekerja dengan memanfaatkan media sosial atau belakangan orang-orang mengenal sebutan PSK online sudah terdeteksi sejak 2018 dan terus meningkat.
Â
Advertisement
YPAP Jadi Objek Perundungan
PSK ini terdiri dari dua jenis, yakni, PSK Langsung dan Tidak Langsung. Kategori pertama merujuk kepada PSK yang memang bekerja di tempat khusus seperti prostitusi.
PSK Tidak Langsung masuk dalam kategori sambi karena mereka ini tidak bekerja secara khusus sebagai PSK, dan cenderung tidak bekerja di tempat prostitusi. Bisa dari golongan mahasiswa, IRT, hingga status lain.
"Mereka tidak mau dikatakan PSK, kadang-kadang mereka juga tidak mau dibayar, tapi, mereka butuh seks," kata dia.
Chaidir menyadari fakta yang dia ungkap ini telah menimbulkan riak bahkan jadi bola panas di kalangan masyarakat Aceh.
Dia mengaku bahwa saat ini YPAP sedang menjadi objek perundungan, mulai dari kalangan personal hingga lembaga tertentu setelah pernyataan soal segelintir IRT jadi PSK mereka nyatakan di media.
"Apa yang salah dengan kami? Apa kami perlu menutupi kemunafikan ini bahwa tidak ada penyakit di sini?" ucap Chaidir yang rada kesal karena banyak yang menuding bahwa yayasan tersebut telah menebarkan hoaks atau fitnah, hingga merendahkan derajat wanita.