Liputan6.com, Kupang - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) melalui Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) provinsi NTT menggelar pertemuan dengan berbagai elemen masyarakat di hotel Aston Kupang, Rabu (22/7/2020).
Pertemuan ini dikemas dalam acara Ngobrol Pintar Cara Orang Indonesia (Ngopi Coi) yang melibatkan Bhabinkamtibmas, Babinsa, lurah, media massa, mahasiswa, pegiat media sosial, humas kepolisian, dan humas TNI.
Advertisement
Baca Juga
Sesi pertama dengan materi media sebagai gagasan damai dilakukan melalui talk show radio yang disiarkan langsung Radio Swara Timor FM. Pada sesi ini, hadir sebagai pembicara masing-masing Letkol Setyo Pranowo, (Kadi Partisipasi Masyarakat BNPT), Johanna E Lisapaly, (Ketua FKPT NTT) dan Yosep Adi Prasetyo (praktisi media).
Sementara di sesi kedua Ngopi Coi dengan materi Indonesia adalah diisi oleh Yosef Adi Prasetyo yang juga Ketua Dewan Pers 2016-2019.
Direktur Pencegahan BNPT RI, Irjen Pol Hamli dalam sambutan tertulis yang dibacakan Letkol Setyo Pranowo menyebutkan, salah satu penyebab tingginya potensi radikalisme dan terorisme belakangan ini adalah faktor kemajuan teknologi yang tidak dibarengi dengan literasi bagi masyarakat.
"Disrupsi informasi menjadikan masyarakat yang tidak siap menjadi gagap, kesulitan membedakan informasi benar dan salah. Situasi ini menjadi semakin parah karena budaya latah, masyarakat dengan mudah membagikan informasi yang didapatnya tanpa melakukan penyaringan dan telaah," ujarnya.
Ia mengingatkan kalau proses penanggulangan terorisme tidak bisa dilaksanakan hanya oleh aparatur keamanan semata baik kepolisian, TNI, dan BNPT sebagai lembaga negara yang mendapat mandat untuk menjalankan program ini.
Namun, dibutuhkan sinergi yang kuat antara aparatur keamanan dengan masyarakat, karena bahaya terorisme menyasar tanpa memandang pangkat, jabatan, dan status sosial. Untuk itu, kata dia, keterlibatan aparatur kelurahan beserta Babinsa dan Bhabinkamtibmas, humas, pegiat media massa dan media sosial di NTT menjadi sangat vital.
"Kami mendorong aparatur kelurahan dan desa untuk dapat memahami apa dan bagaimana bahaya terorisme menjadi ancaman nyata, mengetahui bagaimana melaksanakan pencegahannya, dan menyebarluaskan pengetahuan tersebut kepada masyarakat," katanya.
Ia menambahkan, melalui kegiatan yang melibatkan aparatur kelurahan dan desa tentang literasi informasi, maka tugas pencegahan radikalisme dan terorisme tidak semata-mata ada di tangan aparat keamanan.
"Masyarakat dengan berbagai elemen di dalamnya memiliki tugas dan peranan yang sama untuk bersama-sama mencegah terorisme," dia menandaskan.