Sukses

Temuan Tangga Kuno Misterius 2 Kilometer di Negeri Atas Awan Dieng

Tangga ini diduga merupakan akses para pelajar dan peziarah dari wilayah utara seperti Batang dan Pekalongan yang akan beribadah maupun menuntut ilmu di Dataran Tinggi Dieng

Liputan6.com, Banjarnegara - Para pendaki Bukit Sipandu, Dieng, Banjarnegara melaporkan temuan susunan batu berundak di jalur pendakian Dieng, kepada Achmad Waluyo (29), petugas jaga posko pendakian.

Susunan batu itu hanya tampak bagian ujung persis di bibir tebing. Sisanya tertutup tanah. Konon, batu ini adalah tangga suci menuju negeri kahyangan, dataran tinggi Dieng.

Tangga itu terletak di perbatasan antara Kabupaten Banjarnegara dengan Batang. Setengah tangga itu berada di Dukuh Bitingan Desa Kepakisan Kecamatan Dieng Banjarnegara.

Sebagian lagi masuk wilayah Dusun Sigemplong Desa Pranten Kecamatan Bawang Kabupaten Batang.

Setelah menerima laporan itu, Waluyo memeriksa lokasi penemuan batu. Ia menemukan susunan batu utuh.

Waluyo memperkirakan, jika dimulai dari Curug Sirawe, yang diyakini sebagai sumber material candi sekaligus bengkel candi, menuju puncak Sipandu, jaraknya bisa dua kilometer.

Hal ini diperkuat jenis batuan pada Ondo Budho sama dengan batuan di Curug Sirawe, batu andesit. Cirinya tekstur halus dan keras.

Melihat temuan ini, ia langsung teringat nama Aryadi Darwanto, satu-satunya arkeolog di Banjarnegara. Ia pun berkabar ikhwal temuan ini.

Mendapat kabar temuan batu di Dataran Tinggi Dieng ini, Aryadi datang bersama timnya. Dari hasil observasi, susunan batu itu merupakan pengapit anak tangga.

 

Simak Video Pilihan Berikut Ini:

2 dari 3 halaman

Dieng Sebagai Pusat Peribadatan dan Pendidikan Arsitektur

Undak-undakan tangga diapit batu memanjang di kanan dan kirinya. Aryadi baru bisa melihat pengapit anak tangga pada satu sisi. Sementara bagian undak-undakan anak tangga dan pengapit sisi lainnya tertimbun tebing setinggi 2 meter.

Ia menemukan batu bagian pengapit yang tampak masih utuh memanjang kurang lebih 10 meter. Sementara di bagian atas batu-batu dari anak tangga yang tercerai disusun memanjang di atas pematang ladang kentang oleh petani. Panjangnya kurang lebih lima meter.

“Batu yang ditepi ini posisisinya miring 30 derajat, itulah yang membuat kami yakin susunan batu itu adalah tangga,” ujar dia.

Tangga ini diduga merupakan akses para pelajar dan peziarah dari wilayah utara seperti Batang dan Pekalongan yang akan beribadah maupun menuntut ilmu di Dataran Tinggi Dieng. Sebab, pada masanya, selain dikenal sebagai pusat peribadatan, Dieng juga dikenal sebagai pusat pendidikan arsitektur.

Beberapa hal yang mengarah ke kesimpulan itu ialah bangunan candi di Dieng yang berbeda-beda. Tiap bangunan candi diduga mewakili model arsitektur candi Hindu. Itulah mengapa tangga ini disebut Ondo Budho.

Ondo bermakna tangga, sementara budho berarti kesucian. Tangga ini menjadi jalan terjal orang yang ingin meraih pencerahan diri.

 

3 dari 3 halaman

Rencana Eskavasi Ondo Budho

“Tangga ini menunjukkan betapa pentingnya posisi Dieng di masa lalu, sampai-sampai dibuatkan tangga di tempat yang terjal,” tutur dia.

Sejarawan Belanda menyebut ada Ondo Budho di setiap arah menuju Dataran Tinggi Dieng. Ondo Budho di selatan berada di Desa Sambungan, Wonosobo. Sementara yang baru diketahui ini merupakan Ondo Budho dari arah utara.

Catatan sejarawan Belanda menyebut ada dua jenis akses dari utara. Selain Ondo Budho, di utara juga ada jalan menanjak tanpa anak tangga menyerupai jalur khusus difable di masa kini.

Jalur yang tanpa anak tangga ini kemungkinan digunakan untuk dilalui gerobak. Gerobak ini digunakan untuk mengangkut berbagai barang, baik itu hasil bumi maupun batu bahan candi di Dataran Tinggi Dieng.

“Bisa jadi selain sebagai jalur untuk para peziarah, juga sebagai jalur perekonomian,” kata dia.

Rencananya, Balai Pelestari Cagar Budaya (BPCB) Jawa Tengah akan datang untuk melakukan eskavasi skala kecil.

Eskavasi secara menyeluruh sulit dilakukan karena selain berada di medan yang berat, tangga ini juga tertimbun tebing setinggi dua meter yang di atasnya membentang ladang kentang.

Perlu tempat yang luas untuk menampung material eskavasi yang tentu tidak sedikit.

“Kemungkinan hanya akan digali sampai ke ujungnya, setelah terbuka kemudian akan ditutup kembali,” tutur dia.