Liputan6.com, Bandung - Korban penggusuran proyek rumah deret di Tamansari berbondong-bondong mendatangi Balai Kota Bandung. Mereka menagih kembali hak dasar hidup sebagai warga di Indonesia.
Juru bicara warga RW 11 Tamansari Bandung Eva Eriani mengatakan, dalam kurun waktu 7 bulan usai penggusuran yang terjadi pada 12 Desember 2019, hingga saat ini belum ada bentuk pertanggungjawaban dari pihak Pemerintah Kota Bandung.
Tanggung jawab pemerintah itu, sebut Eva, terkait kerugian dan kerusakan terhadap kesehatan fisik dan psikis, hilangnya mata pencaharian, serta pendidikan anak, rusak dan hilangnya rumah, surat kependudukan serta barang lainnya.
Advertisement
"Kami ini diperlakukan sebagai masyarakat seperti apa?" katanya.
Baca Juga
Eva mengatakan, menurut Badan Pertanahan Negara, tanah yang mereka tempati adalah tanah negara yang bebas belum ada kepemilikan, baik dari pemerintah ataupun warga. Musyawarah menjadi cara yang ramah jika ingin menggusur.
Eva menerangkan salah satu tindakan pemerintah setempat yang dianggap ilegal, yaitu dilakukannya beberapa kali pengukuran tanah yang hendak didirikan rumah deret. Padahal, putusan pengadilan soal sengketa kepemilikan tanah di RW 11 Tamansari Bandung belum inkrach.
Eva berharap aksi unjuk rasa di depan Balai Kota Bandung akan berakhir dengan audiensi, bersama Sekretaris Daerah Ema Sumarna. Karena beberapa kali rencana itu terbengkalai dengan berbagai alasan.
"Rencana audensi dengan Sekda itu pada bulan Maret 2020. Tapi kepotong sama Musrembang, kemudian dijadwalkan kembali di bulan yang sama namun terhalang dengan adanya pandemi Covid-19. Tadi yang datang hanya perwakilan dari Kesbangpol, punya kepentingan apa Kesbang mendatangi kami," ucap Eva.
Eva mengaku warga korban penggusuran rumah deret di RW 11 Tamansari Bandung akan terus berjuang menuntut haknya kepada Pemerintah Kota Bandung. Apalagi mereka merasa mengalami kerugian. baik materi maupun nonmateri, karena harus terusir dari rumahnya dan terpaksa tinggal mengungsi di masjid-masjid.