Sukses

Bukan Penahan Tsunami, Apa Fungsi Tanggul Sepanjang 7,2 KM di Teluk Palu?

Tanggul Pantai Teluk Palu yang rusak karena gempa 28 September 2018 kembali dibangun dengan lebih tinggi. Tanggul yang rencananya sepanjang 7,2 km itu ditarget selesai akhir tahun 2020 ini.

Liputan6.com, Palu - Tanggul Pantai Teluk Palu yang rusak karena gempa 28 September 2018 kembali dibangun dengan lebih tinggi. Tanggul yang rencananya sepanjang 7,2 kilometer itu ditarget selesai akhir tahun 2020 ini.

Pengerjaan tanggul Teluk Palu oleh Balai Wilayah Sungai Sulawesi Kementerian PUPR itu telah dimulai sejak bulan Desember tahun 2019. Hingga saat ini proses pengerjaan tanggul telah mencapai 52 persen.

Proyek di lokasi terdampak tsunami tahun 2018 sedang dikebut lantaran tenggat waktu pengerjaannya yang tinggal beberapa bulan lagi.

“Kami mulai pengerjaan pada Desember tahun 2019 dan pada Desember tahun 2020 ini ditargetkan sudah selesai,” ujar Direksi Lapangan Balai Wilayah Sungai Sulawesi Kementerian PUPR, Aji Widayatmoko di lokasi proyek, Selasa (21/7/2020).

Aji mengaku walau sedang dikejar target, di beberapa titik pengerjaan proyek itu masih menemui kendala. Selain kondisi cuaca, kendala itu juga masalah pembebasan lahan yang diklaim warga.

Akibatnya dibeberapa titik pengerjaan dihentikan sementara. Aji berharap persoalan lahan itu segera diselesaikan Pemkot Palu agar pengerjaan segera dirampungkan.

“Beberapa ruas belum bisa dikerjakan karena ada masalah pembebasan lahan. Untuk itu kami terus berkoordinasi dengan Pemkot Palu dan provinsi untuk penyelesaiannya,” kata Aji.

Simak video pilihan berikut ini:

2 dari 2 halaman

Bukan Untuk Penahan Tsunami

Tanggul yang sedang dibangun itu melintasi 4 kelurahan di pesisir Palu bagian barat dan timur, yakni Kelurahan Silae, Lere, Besusu Barat, dan Talise.

Fungsinya sebagai penahan gelombang pasang laut agar tidak mencapai jalan umum dan pemukiman yang ada di sekitar pantai Teluk Palu setelah tanggul sebelumya sebegian besar rusak diterjang tsunami.

Penahan abrasi itu dibangun dengan susunan batu-batu besar dengan tinggi tiga meter dari muka level air laut. Kata Aji ukuran itu menyesuaikan dengan pasang laut tertinggi.

Pascagempa magnitude 7,4 tahun 2018 lalu, pasang laut selalu naik hingga ke jalan umum terutama di lokasi yang sudah mengalami penurunan permukaan tanah akibat bencana gempa itu. Wilayah pesisir bagian barat Palu jadi yang sering mengalami.

Susunan batu-batu besar itu sendiri walau dibangun berhadapan langsung dengan laut, fungsi utamanya disebut bukan sebagai penahan tsunami.

“Tanggul pengaman pantai sejatinya untuk mengatasi pasang tertinggi dan abrasi, bukan untuk tsunami. Karena untuk tsunami mitigasinya tersendiri,” dia menjelaskan.