Sukses

Segel Makam Tokoh Adat Sunda Wiwitan, Bupati Kuningan Banjir Kecaman

Usai disegel, berbagai cara ditempuh masyarakat adat Sunda Wiwitan Cigugur agar bakal makam sesepuh mereka di kaki Gunung Ciremai dibuka lagi.

Liputan6.com, Kuningan - Dukungan sejumlah elemen masyarakat terkait polemik penyegelan bakal makam tokoh masyarakat Adat Karuhun Urang (AKUR) Sunda Wiwitan Cigugur Kabupaten Kuningan Jawa Barat terus mengalir.

Tercatat sekitar 112 kelompok masyarakat hingga perseorangan dari berbagai daerah di Indonesia membentuk Koalisi Dukung Akur. Banjir kecaman dan desakan untuk membuka kembali segel terus bergulir.

Mereka menilai Bupati Kuningan Acep Purnama melanggar hak dasar warga negara dalam mengamalkan agama dan kepercayaannya.

"Penyegelan adalah tindakan melanggar hukum sebab pembangunan bakal makam bagian dari ekspresi atau pengamalan beragama dan berkepercayaan atau berkeyakinan dilindungi konstitusi Republik Indonesia," kata Direktur Eksekutif Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP), Frangky Tampubolon dalam pernyataan sikap Koalisi Dukung Akur kala konferensi pers secara virtual, Selasa (28/7/2020).

Penyegelan bakal makam masyarakat Akur Sunda Wiwitan berada di kawasan Curug Go'ong, Desa Cisantana, Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan. Penyegelan yang dilakukan Satpol PP Kabupaten Kuningan pada 20 Juli 2020 dianggap sebagai tindakan inkonstitusional.

Menurutnya, Bupati Acep dan seluruh jajarannya wajib memfasilitasi warga Akur Sunda Wiwitan untuk membangun bakal makam bagi sesepuhnya. Dasarnya adalah Undang Undang Dasar 1945 Pasal 28E Ayat (1) yang menyatakan, setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya.

"Pada Ayat (2) berbunyi, setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap sesuai dengan hati nuraninya," sebut dia.

Selanjutnya, pada Pasal 29 Ayat (2) tercantum berbunyi Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.

Menurutnya, penyegelan merupakan tindakan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang sangat serius. Pelanggaran tersebut karena terkait pengamalan kepercayaan atau keyakinan penghayat Sunda Wiwitan.

"Pengurusan IMB pembangunan bakal pemakaman yang dipersulit adalah bentuk diskriminasi yang sangat nyata," kata dia.

Simak juga video pilihan berikut ini:

2 dari 2 halaman

Buat Petisi

Atas pelanggaran tersebut, mereka menuntut Presiden Joko Widodo, Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Himar Farid, dan Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian, mengambil tindakan tegas.

Mereka meminta Bupati Acep agar memerintahkan jajarannya untuk segera membuka segel bakal makam sesepuh masyarakat Akur Sunda Wiwitan.

Dia meminta Acep bertanggungjawab memfasilitasi dan menjamin perlindungan atas hak dan kebebasan beragama dan berkepercayaan atau berkeyakinan masyarakat Akur Sunda Wiwitan. Termasuk untuk membangun bakal makam sesepuhnya.

"Kami mengajak masyarakat Kabupaten Kuningan bersama-sama menciptakan kehidupan yang harmonis, dengan saling menghormati setiap warga negara yang meyakini dan menghayati agama atau kepercayaan dengan berbagai bentuk ekspresi damainya, termasuk membangun pemakaman bagi keluarga atau komunitas Akur Sunda Wiwitan," tambah Frangky.

Dia menegaskan, pernyataan sikap Koalisi Dukung Akur dibuat sebagai bentuk tanggung jawab warga negara Indonesia yang menjunjung tinggi pilar-pilar berbangsa dan bernegara.

Sementara itu, kisruh bakal makam di Curug Go'ong memunculkan petisi di jagat maya. Petisi yang dapat diakses melalui https://www.change.org/sundawiwitan itu berisi desakan pembukaan segel pada makam.

Petisi dengan rincian Desakan Pembukaan Segel Makam Sunda Wiwitan; Stop Diskriminasi itu ditujukan kepada Presiden Joko Widodo untuk menindak Pemkab Kuningan.

Â