Sukses

Nikmati Sensasi Dinginnya Aura Mistis di Pura Gunung Kawi

Ada beberapa candi yang sengaja dibangun khusus sebagai tempat pemujaan arwah Raja Udayana. Salah satunya adalah Pura Gunung Kawi yang terletak Banjar Penaka, Desa Tampak Siring, Gianyar.

Liputan6.com, Denpasar - Jika di Jakarta ada Istana Negara dan di Bogor ada Istana Bogor maka Bali yang lebih dikenal dengan budaya dan keindahan alamnya juga memiliki istana kepresidenan, yakni Istana Presiden Tampak Siring. 

Istana yang dibangun pasca-kemerdekaan Indonesia itu memang menjadi kebanggaan publik Bali.  Tampak Siring yang terletak di Kabupaten Gianyar, Bali, menyimpan segudang destinasi wisata. 

Salah satunya adalah Pura Gunung Kawi yang terletak di Banjar Penaka, Desa Tampak Siring, Gianyar. Situs geologi yang berada di dataran rendah ini merupakan peninggalan Raja Udayana. Di sinilah konon abu jasad Raja Udayana disemayamkan. 

Memasuki Pura Gunung Kawi kita akan disajikan pemandangan indah. Menuruni ratusan anak tangga dengan pemandangan hamparan sawah.

"Pemandangannya cukup untuk sesaat membayar rasa lelah kita, hawanya sejuk dan dingin," kata Dewi, salah satu wisatawan lokal asal Denpasar. 

Aura mistis mulai terasa ketika memasuki area Pura Gunung Kawi yang di sana terdapat 10 candi yang dipahat pada dinding tebing. Sepuluh candi tersebut tersebar di tiga titik. Lima di antaranya berada di sisi timur Sungai Tukad Pakerisan.

Lima candi ini dianggap sebagai bagian utama dari komplek Candi Tebing Gunung Kawi. Sedangkan sisanya tersebar di dua titik di sisi barat sungai.

Di sebelah utara dari sisi barat Sungai Tukad Pakerisan, terdapat empat candi yang berderetan dari utara hingga ke selatan dan menghadap ke arah sungai. Sedangkan, satu candi lainnya berada di sisi selatan, kurang lebih berjarak 200 meter dari keempat candi tadi.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

2 dari 3 halaman

Raja Udayana

Pemandu wisata lokal, Made Parwita menuturkan, candi di Pura Gunung Kawi dibangun sekitar abad ke 11 Masehi. Situs ini merupakan bukti nyata Raja Udayana yang datang bersama anak bungsu dan para selirnya. 

"Dulu Prabu Udayana ke sini dan anak bungsunya bersama selir-selirnya. Itu gua-gua di sana tempat selir-selirnya. Dibangun sekitar abad ke-11," kata Parwita kepada Liputan6.com menjelaskan secara detail lokasi di Pura Gunung Kawi.

Menurut dia, pura yang berada di sebelah selatan candi di sebelah timur dahulu tak berada di sana. Pura itu, kata dia, awalnya berada di bawah kelima candi tersebut.  

"Dulu puranya tidak di sana, tapi di bawah candi. Hanya ada satu bangunan saja, lalu diperbesar," ucap Parwita.

Usai memasuki pintu gerbang, ada jalan menuju arah kiri dan kanan. Ke kiri, kita akan memasuki areal tempat di mana Raja Udayana disemayamkan. Tak terlalu luas, sekitar 10 x 10 meter persegi. 

Di sebelah kiri ada semacam gubuk. Sebelah kanan terdapat sebuah lubang. Di dalamnya-lah tempat peristirahatan terakhir Raja Udayana.

"Makam ada, tapi menurut saya lebih ke pertapaan. Menurut cerita, abunya (jasad Raja Udayana) di simpan di sana di dalam gua ini. Nah, inilah yang kemudian disebut sebagai kuburan. Boleh dilihat dan masuk," ujar Parwita. 

Jika di sebelah kiri tempat persemayaman Raja Udayana, maka di sebelah kiri merupakan tempat selir-selir Raja Udayana. 

"Prabu Udayana katanya punya banyak selir. Di gua-gua inilah selir Raja Udayana ditempatkan. Kata orang-orang ini kuburan. Tapi menurut saya ini pertapaan," ucap Parwita.

Di atas candi bertuliskan "Haji Lumah Ing Jalu" yang artinya sang raja dimakamkan di jalu (Sungai Tukad Pakerisan). Ini mengindikasikan candi inilah yang dibangun sebagai tempat pemujaan arwah Raja Udayana. 

"Di sebelahnya ada tulisan Ruwa Anaira. Artinya anaknya dua. Di sinilah abu Raja Udayana di semayamkan. Ini dulunya bagus tempatnya," kata Parwita.

 

3 dari 3 halaman

Syarat Masuk Area Gunung Kawi

Sayang, kata Parwita, masyarakat minim pengetahuan mengenai Pura Gunung Kawi yang terletak di atas lahan seluas 12 hektare itu. 

"Masyarakat di sini tahunya sedikit-sedikit tentang sejarah Udayana ini. Tidak ada yang mau kasih tahu, padahal ini peninggalan Prabu Udayana dan anak bungsunya," tutur dia.

Menurut dia, masyarakat umum diperkenankan untuk masuk ke areal Pura Gunung Kawi sepanjang menggunakan pakaian sembahyang ala umat Hindu Bali. 

"Ya, minimal pakai selendang yang diikat di pinggang," ujar Parwita. 

Saat ini, Parwita melanjutkan, Pura Gunung Kawi dikelola oleh Pemerintah Kabupaten Gianyar. Sementara desa setempat mengelola lahan parkir bagi pengunjung yang akan berwisata atau sembahyang di pura ini.

Pembangunan candi ini diperkirakan dimulai pada masa pemerintahan Raja Sri Haji Paduka Dharmawangsa Marakata Pangkaja Stanattunggadewa (944-948 Saka/1025-1049 M) dan berakhir pada pemerintahan Raja Anak Wungsu (971-999 Saka/1049-1080 M).

Tulisan ini telah diterbitkan pada 24 Januari 2016 dan ditulis ulang pada Senin (3/9/2020).