Sukses

Insiden Salah Paham Danrem Wirasakti dan Media Saat Kunjungan Pangdam Udayana

Danrem 161/WS sempat melarang sejumlah wartawan nasional dan lokal meliput aksi yel-yel yang dilakukan oleh 400 personel TNI AD yang baru tiba di Kupang

Liputan6.com, Kupang - Sejumlah wartawan di NTT diduga mendapat perlakuan tidak menyenangkan dari Komandan Korem 161/Wirasakti Brigjen TNI, Samuel Petrus Hehakaya saat meliput kedatangan Pangdam IX/Udayana Mayjen TNI Kurnia Dewantara di Markas Lantamal VII Kupang, Kamis (6/8/2020).

Saat itu, Danrem 161/WS sempat melarang sejumlah wartawan nasional dan lokal meliput aksi yel-yel yang dilakukan oleh 400 personel TNI AD yang baru tiba di Kupang. Padahal, kedatangan jurnalis di lokasi itu atas undangan pihak TNI.

 

Salah satu pewarta Antara Kupang mengatakan, selain malarang, Danrem juga sempat menunjuk-nunjuk menggunakan tongkat komando serta mengeluarkan kata ancaman. Selain pewarta Antara, kata dia, Danrem juga juga sempat mengancam beberapa wartawan lainnya.

"Awas ya, kalau ada yang memunculkan foto prajurit tanpa masker akan saya cari," ujarnya menirukan pernyataan Danrem.

Ia menuturkan, kejadian itu berawal setelah beberapa wartawan dari Antara, CNN Indonesia TV, Kompas TV, TVRI, Victory News, Trans TV dan beberapa media lainnya meliput kunker Pangdam IX/Udayana Mayjen TNI Kurnia Dewantara di Mako Lantamal VII Kupang dalam rangka menyambut kedatangan ratusan personel Satgas Pamtas RI RDTL dari Yonarmed 3/105 Tarik.

Usai doorstop dengan Pangdam, Danrem 161/WS berbicara dengan dua wartawan yakni dari ANTARA dan CNN Indonesia TV dan dengan nada tegas mengatakan wartawan-wartawan yang wawancara Pangdam dengan cara menyodorkan ponsel untuk merekam tidak beraturan. Karena itu tidak perlu merekam dengan ponsel.

"Cukup menggunakan kamera saja, nanti baru saling membagi dari rekaman video yang sudah diambil oleh teman-teman TV," katanya.

2 dari 5 halaman

Kronologi Dugaan Perlakuan Tak Menyenangkan

Setelah itu, saat sejumlah prajurit melakukan yel-yel, beberapa wartawan pun mulai mengambil gambar. Ada yang memotret menggunakan kamera DLSR dan ada juga yang merekam menggunakan handphonenya.

Saat sedang mengambil momen yel-yel yang dilakuan oleh sejumlah personel TNI Itu, tiba-tiba datang seorang anggota Penrem Korem 161/Ws menariknya meminta keluar dari barisan pasukan.

"Saya berpikir mungkin karena saya terlalu dekat. Sayapun mengalah. Tetapi saat saya di luar barisan, tiba-tiba danrem malah melarang saya untuk memotretnya. Saya tidak tahu alasannya apa. Saya kemudian kembali memotret aksi yel-yel itu, namun tiba-tiba saya langsung ditunjuk-tunjuk oleh Danrem menggunakan tongkatnya," tuturnya.

"Bahkan tongkatnya sempat mengenai ID Card saya, sambil mengatakan 'kamu kok dibilangin melawan yaa. awas yaa'," sambungnya.

Bersamaan dengan itu, saat melihat momen Pangdam diangkat oleh sejumlah personel Satgas Pamtas, ia pun hendak mengabadikan momen itu, tetapi tiba-tiba ia kembali dilarang dengan nada yang keras sambil ditunjuk.

Menurut dia, kejadian yang sama juga dialami reporter Kompas TV. Saat menggambil gambar menggunakan handphone, ia justru diplototin. Padahal, kedatangan beberapa jurnalis itu atas undangan TNI.

"Kami diundang untuk meliput, kami juga berperilaku sopan saat melakukan peliputan di lapangan. Kejadian itu membuat kami kesal sehingga kami pun langsung kembali," tandasnya.

 

3 dari 5 halaman

PWI Desak Danrem Minta Maaf

Sejumlah organisasi wartawan di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur, menyesalkan dugaan ancaman yang dilakukan oleh Komandan Korem 161/Wirasakti Kupang kepada sejumlah wartawan saat meliput kedatangan Pangdam IX/Udayana Mayjen TNI Kurnia Dewantara di Markas Lantamal VII Kupang.

Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) NTT Ferry Jahang, menyesalkan apa yang dilakukan oleh orang nomor satu di lingkup Korem 161/Wirasakti tersebut.

"Kami sungguh menyesalkan hal ini jika memang apa yang kami dengar benar-benar menimpa rekan-rekan jurnalis kami saat melaksanakan tugas jurnalistik mereka," kata Ferry.

Menurut Ferry kedatangan wartawan untuk meliput kunjungan kerja Pangdam IX/Udayana di Kupang itu karena memang memenuhi undangan dari pihak Penerangan Korem 161/Wirasakti.

Menurut dia, jika ada hal-hal yang dilarang saat jurnalis melakukan peliputan, hendaknya disampaikan di awal sehingga tak ada jurnalis yang merekam atau memotret.

"Rekan-rekan jurnalis sudah pasti paham jika ada larangan-larangan dan mereka pasti tidak akan melakukan hal tersebut," ucapnya.

Ia meminta agar Danrem harus meminta maaf kepada sejumlah jurnalis secara lembaga, karena memang hal tersebut melecehkan profesi jurnalis tersebut.

 

4 dari 5 halaman

Coreng Hubungan Baik Pers dan TNI

Hal yang sama juga disampaikan oleh ketua Ikatan Wartawan Online (IWO) Nusa Tenggara Timur, Sigrianus Marutho Bere. Menurut dia sikap yang dilakukan oleh Danrem tersebut bukan merupakan perbuatan yang terpuji.

"Kami dari IWO NTT menyesal dengan tindakan yang dilakukan Danrem terhadap sejumlah jurnalis," kata Sigrianus.

Menurut dia di waktu sebelum-sebelumnya, pimpinan TNI di NTT selalu bersikap humanis dan juga sangat ramah dengan wartawan yang meliput kegiatan TNI di NTT.

Namun dengan tindakan yang dilakukan oleh pimpinan TNI di NTT saat ini, tentu akan membuat hubungan antara wartawan dan Danrem Kupang akan menjadi renggang.

Apalagi, kata dia, wartawan hadir dan meliput kegiatan tersebut atas undangan pihak TNI sendiri. Karena itu tindakan dari seorang Danrem tidak pantas dilakukan seperti itu.

"Ini jelas telah mencoreng hubungan baik yang selama ini terjalin baik, antara wartawan dengan Danrem. Kita berharap Danrem segera meminta maaf atas sikapnya itu," dia menegaskan.

5 dari 5 halaman

Bantahan Korem

Terkait dengan dugaan ancaman itu, Kepala Penerangan Korem 161/Wirasakti Mayor Inf Arwan Minarta dalam rilis tertulisnya, Jumat (7/08/2020), mengatakan, apa yang terjadi di lapangan sesungguhnya adalah kesalahpahaman semata. Narasi pengancaman jurnalis adalah kesimpulan yang terlalu dini.

Menurut dia, tidak elok jika oknum jurnalis membanding bandingkan pejabat di ruang publik. Sebab masing-masing mempunyai sifat dan karakteristik sendiri sendiri.

"Di era terbuka seperti sekarang ini, berita harus berimbang, jadi rasanya tidak elok jika memunculkan berita tanpa konfirmasi dan sangat tendensius. Jika ada permasalahan, mari kita duduk bicara, kita cari solusi sama sama, bukan dengan asal tulis sesuai dengan kepentingan oknum jurnalis," kata Arwan.

Ia mengatakan, apa yang disampaikan Danrem 161/Wira Sakti bukanlah ancaman, melainkan pelaksanaan kegiatan yang berpedoman kepada protokol kesehatan dan imbauan kepada wartawan untuk mengambil gambar anggota TNI yang menggunakan masker sebagai salah satu bentuk sosialisasi kepada masyarakat.

Ia berharap agar oknum jurnalis yang menulis berita itu menyampaikan permohonan maaf kepada masyarakat karena telah menyesatkan publik.