Liputan6.com, Denpasar Sebagai bentuk dukungan keseriusan terhadap legalitas arak Bali. Gubernur Bali Wayan Koster sedang mengajukan arak Bali ke Kemnkumham RI untuk mendapatkan hak paten sebagai usada tradisional (pengobatan tradisional) agar bisa bisa diproduksi dan bisa manjadi obat tradisional untuk pasien Covid-19.
Ia meminta semua masyarakat Bali ikut membantu pengembangan arak Bali. “Melestarikan pohon Jaka, kelapa ental karena pohon-pohon ini nantinya bisa menghasilkan arak Bali ,” katanya saat berkunjung ke Desa Tri Eka Buana, Kecamatan Sidemen, Karangasem yang 90 persen warganya berprofesi sebagai petani arak, Seni (10/8/2020).
"Jadi krama Bali harus mengelola Koperasi Arak ini, krama Bali juga harus mengelola perusahaan Arak ini dengan memberikan kemasan Barak "Balinese Arak", hal ini kami tekankan agar krama Bali benar-benar merasakan manfaatnya secara ekonomi, apalagi BPOM juga sudah mendukung penuh dan bahkan telah ada 4 perusahaan yang telah mendapatkan ijin edar dari BPOM. Kalau kepentingan ekspor, baru Pemerintah akan melibatkan para investor," ujar Koster, Senin (10/8/2020).
Advertisement
Baca Juga
Koster mengajak para petani meningkatkan sedikit harga Arak Bali dengan tetap menjaga kualitas rasa, aroma kekhasan Bali, karena Bali juga saat ini telah memiliki Pergub Bali Nomor 99 tahun 2018 tentang Pemasaran dan Pemanfaatan Produk Pertanian, Perikanan, dan Industri Lokal Bali yang bisa dijadikan modal dalam memajukan industri minuman warisan leluhur khas Bali.
Sementara itu, akademisi dari Fakultas MIPA, Universitas Udayana, I Made Agus Gelgel Wirasuta saat didampingi Perbekel, I Ketut Derka dan Ketua Koperasi Arak KBS Padat, I Gede Artayasa menjelaskan berlakunya Pergub Bali No.1/2020 membuat ekonomi masyarakat khususnya petani arak meraup banyak keuntungan.
"Para petani arak di Desa Tri Eka Buana bisa diakomodir dalam bentuk koperasi dan secara penghasilan rata-rata perhari para petani mendapatkan untung Rp 420 ribu (Perliter harga Arak Bali Rp 35.000 dan setiap hari menghasilkan 12 liter) atau dalam sebulan bisa meraup keuntungan mencapai sekitar Rp 12 juta," katanya.
Menurutnya alasan utama yang menyebabkan para petani arak mendapatkan keuntungan yang melimpah, bahwa para petani arak di Desa Tri Eka Buana, saat ini sedang menggunakan alat destilasi dengan 4 kolom bertingkat yang bisa mengirit penggunaan bahan baku arak.
"Sekarang para petani hanya menggunakan 40 liter tuak untuk menghasilkan 12 liter arak perharinya. Kalau dulu atau sebelum Pergub Bali ini lahir dan sebelum menggunakan alat destilasi tersebut, para petani hanya bisa menghasilkan 10 liter arak perhari. Dengan menggunakan bahan baku tuak sebanyak 60 liter," ujarnya.