Liputan6.com, Ponorogo - Dampak positif dari program transformasi perpustakaan berbasis inklusi sosial mulai membuahkan hasil. Banyak masyarakat merasakan langsung perubahan kesejahteraan akibat program tersebut. Perpustakaan benar-benar menjadi pusat kegiatan masyarakat.
Penerapan perpustakaan berbasis inklusi sosial sudah tepat pada era sekarang. Apalagi, didukung dengan kemajuan teknologi yang canggih.
Baca Juga
"Perpustakaan bukan hanya menjadi tempat koleksi buku dan tempat baca, tapi juga menjadi tempat menimba ilmu, wawasan, dan keterampilan di berbagai bidang kehidupan," ucap Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Ponorogo Dewi Wuri Handayani.
Advertisement
Salah satu contoh perpustakaan desa yang berhasil dalam program inklusi sosial adalah Perpustakaan Desa Manuk. Desa yang dibentuk pada 2017 lalu berhasil menjadikan perpustakaan tidak sekadar gudang buku. Terbukti pada 2019, 14 kegiatan berhasil diselenggarakan di perpustakaan.
Yayan Sujana, salah satu yang merasakan manfaat inklusi sosial perpustakaan mengatakan bantuan dari Perpustakaan Nasional digunakan untuk pengadaan sarana dan prasarana minat baca di desanya. Hal ini dilandasi karena minat baca masyarakat Desa Manuk pada 2018 hanya sekitar 10 persen.
"Lewat program inklusi sosial, seperti pengadaan pelatihan maupun keterampilan, para kaum ibu dan remaja mengalami banyak peningkatan kemampuan," aku Yayan. Bahkan, ia pun berkesempatan mewakili Jawa Timur sebagai salah satu peserta Master Trainer.
Â
Penulis: Pramita, Kontributor Probolinggo
Simak video pilihan berikut ini:
Kurangi Pengangguran
Perpustakaan Desa Manuk selama ini bekerja sama dengan Balai Latihan Kerja (BLK) untuk jenis-jenis pelatihan apa saja yang warga butuhkan. Jika ini berhasil dilakukan dengan parameter seperti targetnya, perpustakaan meningkatkan minat baca, indeks pengetahuan melalui ilmu pengetahuan, dan keterampilan membaik yang berujung pada kesejahteraan masyarakat. "Berarti kan mengurangi pengangguran," jelas Wuri.
Pada 2020 ini, pihaknya menargetkan ada tujuh perpustakaan umum desa berbasis inklusi di Ponorogo. Dan kabar baiknya, saat ini sudah tiga perpustakaan desa yang akan mendapatkan bantuan dari Perpusnas untuk menjadi replika perpustakaan berbasis inklusi sosial.
Di Ponorogo, saat ini sudah ada 68 perpustakaan desa yang menjadi binaan Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Ponorogo. Lima diantaranya telah menjadi perpustakaan berbasis inklusi sosial melalui bantuan Perpusnas di 2019.
Dengan penambahan tiga perpustakaan desa yang mendapat bantuan, maka di 2020 akan ada delapan perpusdes yang menjadi perpustakaan berbasis inklusi sosial.
Â
Advertisement
Kunjungan Sepi Saat Pandemi
Sementara itu, di sisi lain perpustakaan Kabupaten Ponorogo mengaku pihaknya saat ini sudah melakukan berbagai perubahan mengikuti zaman dan tren terkini.
"Sekarang tidak hanya ada buku. Tidak sekadar diam membaca juga. Bisa beraktivitas apa pun di perpustakaan. Artinya, kalau perpustakaan menjadi organisasi yang eksklusif maka akan semakin ditinggalkan," kata Dewi.
Ia menambahkan, pada 2019 lalu ada 16 kegiatan pelatihan maupun keterampilan berbasis literasi untuk kesejahteraan diselenggarakan di kantornya.
"Kami mencoba merintis kerja sama dengan Bukalapak. Dari situ masyarakat diajarkan mengenal market place hingga pada akhirnya hasil kerajinan berhasil menembus pasar domestik dan internasional," kata Dewi.
Berdasarkan data literasi, secara umum minat baca mahasiswa dan pelajar Kabupaten Ponorogo sudah mendekati 40 persen. Sedangkan, pada masyarakat umum tidak lebih dari 10 persen.
Pandemi Covid-19 juga ikut menggerus statistik kunjungan ke perpustakaan. Pada medio Januari - Februari mencapai rata-rata 1.500 pengunjung perpustakaan. Namun, pada Maret menurun drastis hanya 473 pengunjung. Bahkan, pada bulan Mei tidak ada sama sekali pemustaka yang datang.
"Ya menurun tajam karena Covid-19 ini. Dan kami memang membatasi pengunjung. Jadi saling menjaga," jelasnya. Tidak sedikit yang menanyakan kapan kembali buka dan mengadakan pelatihan lagi.