Sukses

Bermain Sambil Mengarungi Dunia Bersama Perpustakaan Saija-Adinda

Gaya bangunannya berbentuk Leuit atau lumbung padi yang lazim digunakan oleh Suku Baduy.

Liputan6.com, Banten - Perpustakaan Saija-Adinda kini menjadi magnet baru bagi masyarakat Kabupaten Lebak, Banten. Saija-Adinda berada di samping Museum Multatuli atau hanya berjarak beberapa meter dari Pendopo Bupati Lebak.

Nama Saija-Adinda diambil dari kisah asmara dua anak manusia yang tertulis dalam buku Max Havelaar, yang dikarang oleh Eduard Douwes Dekker alias Multatuli pada abad ke-20.

Perpustakaan ini dibangun pada 2016. Gaya bangunannya berbentuk Leuit atau lumbung padi yang lazim digunakan oleh Suku Baduy.

Suasana perpustakaan dan ruang layanannya dipenuhi nuansa bambu yang dibuat perajin di Kabupaten Lebak.

Koleksi buku di perpustakaan Saija-Adinda saat ini baru tersedia 1.795 judul dengan 3.565 eksemplar.

Satu yang menarik, perpustakaan Saija-Adinda memiliki bioskop mini berkapasitas 40 tempat duduk. Bioskop ini memutar film pendidikan bagi pelajar di Kota Multatuli.

Karena letaknya yang berdampingan dengan Museum Multatuli, bioskop ini menjadi salah satu pemikat masyarakat, khususnya pelajar yang datang ke perpustakaan dan membaca buku.

Setidaknya, di tahun 2019 saja, tidak kurang ada 6.000 pengunjung perpustakaan.

Namun, sejak Covid-19 melanda, bioskop mini ditutup oleh Pemda untuk mengurangi penyebaran virus Corona.

Layanan inklusif lainnya pada perpustakaan Saija-Adinda adalah fasilitas ramah bagi kaum difable. Mulai dari tangga, lift, hingga toilet khusus yang diperuntukkan difable.

Bahkan baru-baru ini perpustakaan tersebut mendapatkan bantuan satu unit mushaf Al-Qur'an braille.

 

 

 

Kehadiran Perpustakaan Saija-Adinda beserta program inklusi sosialnya diakui warga sangat dibutuhkan meski masih ada kekurangan.

Seperti yang dirasakan Muhammad Ilham Akbar (26), warga Kampung Rancasena, Desa Kaduagung, Kecamatan Cibadak, Kabupaten Lebak.

Menurut Ilham, fasilitas dan jumlah buku sudah sangat baik. Aetapi, program ke masyarakat juga harus lebih diperbanyak, mengingat luas dan kondisi geografis Kabupaten Lebak.

Ilham pun bangga dengan para pengurus Perpusatakaan Saija-Adinda yang kerap menggandeng komunitas di setiap gelaran acaranya sehingga bisa menarik minat baca dan mendekatkan perpustakaan ke masyarakat luas.

"Perpustakaan Saija-Adinda suka gandeng komunitas, seperti KPJ (Komunitas Pengamen Jalanan). Sebelum Corona, banyak yang memilih baca di lantai bawah di ruangan terbuka. Ketersediaan buku lumayan lengkap, ada buku sejarah. Ada tangga, kursi roda buat ke atas, toilet juga banyak," tambah Ilham.

Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Lebak Budi Sugianto mengakui bantuan paket buku, seperangkat TIK, dan bimtek teknis dari Perpustakaan Nasional (Perpusnas) sangat membantu pengembangan perpustakaan Saija-Adinda dalam pemberdayaan masyarakat.

Ia melanjutkan, pihaknya sudah menjalankan praktek transformasi perpustakaan berbasis inklusi sosial sehingga perpustakaan menjadi ruang publik bagi masyarakat untuk berbagi pengalaman, belajar secara kontekstual, dan berlatih keterampilan serta kecakapan yang dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari.

"Selain pemanfaatan inklusi sosial, kami juga menerima bantuan operasional berupa mobil perpustakaan keliling. Kami berharap bantuan serupa bisa diberikan mengingat lokasi dan geografis wilayah yang harus ditempuh. Idealnya ada tiga," kata Budi Sugiharto saat ditemui di kantornya.

 

Layanan perpustakaan berbasis inklusi sosial sudah hadir dan diterapkan di lima desa. Yakni Desa Cibeber, Warung Banten, Wanasalam, Ciladaen, dan Ciparasi. Semua berada di wilayah Lebak Selatan.

"Kita sudah berhasil menjadikan perpustakaan sebagai pusat belajar dan pusat kegiatan masyarakat di lima desa tersebut. Kami merencanakan delapan perpustakaan desa lagi bisa berjalan," jelasnya.

Kabupaten Lebak memiliki geografis wilayah yang cukup sulit ditembus layanan perpustakaan. Dari 789 Sekolah Dasar (SD), baru 382 yang tersentuh layanan perpustakaan.

Kemudian, dari 453 SMP, baru 188 sekolah yang bisa didatangi perpustakaan keliling. Sementara, untuk Taman Baca Masyarakat (TBM) dari total 28 TBM, baru 21 yang bisa didatangi. Sedangkan dari 315 desa di Lebak, baru ada 28 perpustakaan yang terdata.

Di Kabupaten Lebak masih banyak dijumpai kendala akses internet. Apalagi, saat ini sekolah sistem daring. Jadi, diharapkan dengan layanan berbasis inklusi sosial di perpustakaan, siswa yang tidak memiliki gawai dan akses internet dapat belajar di perpustakaan desa. Secara khusus Bupati melalui Dinas Kominfo siap membantu membangun tower internet.

"Ada desa yang swadaya sendiri membuat internet lengkap di Subang," tutur Budi.

Guna meningkatkan indeks literasi di Kabupaten Lebak, semula Pemda bakal menggelar Kemah Literasi di wilayah pantai Panggarangan. Pelajar dan masyarakat bisa berkemah di pinggir pantai sambil mengikuti lomba mendongeng, menggambar, hingga membaca puisi.

Sayang agenda Kemah Literasi tidak bisa terlaksana pada Agustus ini, lantaran tingkat penyebaran Covid-19 yang masih tinggi. Pemda Kabupaten Lebak merencanakan kembali pada Oktober mendatang dengan menerapkan protokol kesehatan.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini: