Liputan6.com, Jakarta - Transformasi perpustakaan berbasis inklusi sosial ternyata mampu menciptakan masyarakat sejahtera. Yakni satu kondisi menjadi keadaan yang lebih baik di mana orang-orangnya dalam keadaan makmur, sehat, dan damai di berbagai jenjang di tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota.
Direktur Pendidikan Tinggi, Iptek dan Kebudayaan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Hadiat, mengatakan program tersebut sudah termasuk dalam rencana kerja pemerintah yakni Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.
Pemerintah mencantumkan kebijakan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM), salah satunya dengan mendorong tingkat literasi masyarakat. Jadi tidak hanya yang ada di pendidikan normal, tapi juga non formal yang ada di dalam masyarakat, melalui perpustakaan.
Advertisement
Targetnya adalah peran dari perpustakaan di masyarakat yang menjadi sentral. Diakui selama ini perpustakaan dinilai hanya unit layanan yang memberikan informasi dan pengetahuan dengan berbagai koleksi buku dan media lainnya. Namun, masyarakat ingin mendapatkan transformasi pengetahaun melalui layanan perpustakaan yang lebih luas dari itu.
“Maka kami rumuskan dalam kebijakan dengan melakukan transformasi perpustakaan berbasis inklusi sosial yang bisa memberikan manfaat bagi kehidupan masyarakat. Kita lakukan peningkatan kualitas layanan informasi melalui buku, komputer dan internet, memfasilitasi kegiatan-kegiatan yang menjadi kebutuhan masyarakat, serta melakukan advokasi dan membangun kemitraan,” ungkap Hadiat.
Jadi, dengan cara transformasi perpustakaan ini bisa menarik masyarakat datang selain mendapatkan pengetahuan dari buku-buku koleksi dan akses internet, juga diarahkan ke materi-materi yang diberikan untuk dapat diterapkan di dalam kegiatan ekonomi untuk kesejahteraan mereka.
Dengan transformasi perpustakaan seperti itu bentuk layanannya maupun fasilitas layanan harus berubah, menyesuaikan kebutuhan masyarakat. Perubahan ini harus bisa memberi manfaat nyata bagi masyarakat pada kehidupan, mata pencaharian ekonomi dan lainnya. Untuk itu, diperlukan pembelajaran atau pelatihan yang dipersiapkan baik di tingkat nasional, provinsi, kabupaten maupun desa yang dengan memanfaatkan berbagai potensi yang ada di wilayahnya.
Sebagai perumus kebijakan, Bappenas memastikan implentasi kebijakan tersebut berjalan dengan mengalokasikan pembiayaan dalam APBN dan transfer ke daerah baik untuk jangka menengah maupun tahunan. Mulai RPJM yang dirumuskan jelas sasaran targetnya, seperti berapa yang berhasil meningkat budaya literasinya. Pemerintah ingin masyarakat melek pengetahuan sehingga bisa produktif.
“Ini masyarakat kalau tak dibekali ilmu yang praktis, maka akan seperti itu saja kehidupannya. Dengan membawa ke perpustakaan, bisa tingkatkan pengetahaun dan keterampilannya dan menjadi lebih produktif.
Simak juga video pilihan berikut ini:
Inklusi Sosial
Bersama Perpustakaan Nasional (Perpusnas), Bappenas melakukan tahapan sosialisasi program dan membangun komitmen, penyediaan buku, komputer, dan internet, bimbingan teknis, pendampingan (mentoring) dan stakeholder meeting serta peer learning meeting. Semua hal tersebut selalu dimonitoring dan evaluasi di setiap tahapan hingga ke tingkat kabupaten maupun desa.
Perpusnas menggandeng dinas perpustakaan daerah dan melibatkan tenaga-tenaga yang dilatih guna memperkuat kualitas akses perpustakaan. Sementara itu, pihak Bappenas bersama Perpusnas dan juga kementerian lain, yakni Kemendagri dan Kemenkeu memastikan kebijakan transformasi perpustakaan berbasis inklusi sosial bisa terlaksana baik.
Untuk tantangan kedepan, tak bisa sepenuhnya mengandalkan peran pemerintah saja, karena sebagai inisiator untuk mendorong transformasi perpustakaan ini bisa dibentuk secara inklusif, pada tataran manfaat bisa dilaksanakan masyarakat secara mandiri, termasuk direplikasi oleh pemerintah daerah dengan memanfaatkan APBD.
“Maka kami terus mendorong dalam regulasi kelembagaan dan bantuan teknis untuk bisa mendorong keterlibatan masyarakat di dalam upaya ini, karena kami ingin memastikan kesinambungannya. Maka kami upayakan agar ini dirasakan semua pihak masyarakat yang terlibat secara intensif,” jelasnya.
Menurutnya evaluasi pelaksanaannya yang baru 2 tahun yakni 2018-2020. Anggaran 2018 itu cakupannya mengalami keterbatasan, yakni hanya untuk 60 lokasi. Pada 2019 merambah 300 desa yang ada di 59 kabupaten, pada 21 provinsi.
Sementara tahun 2020 ditingkatkan lagi hingga 400 desa lebih, yang ada di 100 kabupaten/kota, tapi karena kondisi pandemi ada penyesuaian. Bappenas mencoba upayakan program ini kualitasnya tak berkurang dratis meski jumlah lokasinya tetap.
Hasil dari penerima program ini banyak yang mengapresiasi karena dirasakan langsung masyarakat yang mampu menumbuhkan keterampilan, seperti dari yang tak punya keterampilan masuk ke usaha UKM untuk usaha rumahan di Sulawesi Selatan dan daerah lainnya.
Ia menjelaskan banyak tumbuh pengusaha UKM mendapatkan kesuksesan, dari testimoni yang disampaikan melalui program transformasi perpustakaan ini yang memberikan manfaat nyata.
Pada pandemi ini implementasi era digital dilakukan dengan teknologi secara virtual, sementara bagi masyarakat di desa yang wilayah kondisinya tergolong aman tidak masuk zona merah bisa lakukan pelatihan atau praktek langsung menghadapi ke permasalahan yang terkait UKM.
“Jadi kami sasar peningkatan kualitas tak hanya pendidikan formal tapi non formal juga bahwa bekal ilmu pengetahuan ini jadi penting agar kualitas SDM Indonesia bisa meningkat. Transformasi inklusi sosial tentu diharapkan jadi salah satu instrumen bagaimana kualitas pengetahuan memberikan hal nyata pola kerja dan pola pikir SDM ditingkatkan,” tutup dia.
Advertisement