Sukses

Kemurahan Hati Bripka Thomas Bebaskan Pelajar NTT dari Kesulitan Belajar Daring

Bripka Thomas dan istrinya memperbolehkan anak-anak usia sekolah memakai wifi di rumah mereka. Bahkan, bagi yang tidak memiliki handphone Android, Bripka Thomas meminjamkan laptop dan handphone miliknya.

Liputan6.com, Kupang - Langkah perempuan 49 tahun itu terhenti di sebuah kios kecil persis di simpang jalan. Ia mengeluarkan uang kertas Rp5.000 dari kantong bajunya dan menyodorkan ke penjaga kios. Sebotol air mineral yang dibelinya langsung dihabiskan. Wajahnya penuh keringat. Ia tampak kehausan setelah seharian berjalan keliling di bawah panasnya Kota Kupang.

Dialah, Mama Diana, penjual sarung tenun keliling. Ibu empat anak ini menjadi pedagang sarung keliling usai pemerintah menerapkan sistem pembelajaran online atau daring. Dari hasil jualannya, ia gunakan untuk membeli paket internet bagi dua anaknya yang duduk di bangku SMP dan SMA.

Setiap minggu, ia harus membeli paket data Rp75.000 untuk satu orang anak. Sementara suaminya hanyalah seorang tukang ojek yang pendapatannya tidak menentu.

Untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga dan pendidikan anak, ia harus menghemat uang dari hasil ojek sang suami. Namun, penerapan sistem belajar online membuat kebutuhan hidup mereka bertambah. Kondisi ini membuat Mama Diana harus turun ke jalan, membantu suaminya yang tak punya pemasukan tetap.

"Untuk kebutuhan paket internet dua anak bisa Rp150 ribu per minggu. Sangat berat, karena suami hanya ojek. Sejak covid-19, jarang dapat orderan," keluh Mama Diana kepada Liputan6.com, Jumat (28/8/2020).

Ia mengaku, dua anaknya itu hanya memiliki satu handphone untuk belajar daring. Itu pun, hasil pemberian saudaranya. Handphone itu dipakai bergilir saat belajar.

"Kalau jualannya laku semua, saya mau beli handphone satu lagi untuk anak-anak," katanya.

Warga RT 02/RW 01 Kelurahan Kelapa Lima, Kecamatan Kelapa Lima, Kota Kupang, NTT ini mengaku, beban hidupnya mulai berkurang sejak seorang polisi di dekat rumah mereka mengizinkan pelajar di wilayah itu menumpang wifi di rumahnya.

"Beruntung ada polisi yang berbaik hati, bisa mengurangi beban kami. Jualan ini saya sisihkan untuk beli beras dan tabung untuk bisa beli handphone," ujarnya.

Siapakah polisi baik hati itu? Dialah, Bripka Thomas Radiena, anggota Propam Polres Kupang Kota.

"Saya kaget saat pulang kantor, ada puluhan anak duduk di pinggir pagar rumah saya mencari wifi untuk mengerjakan tugas sekolah," ujar Bripka Thomas kepada Liputan6.com, Sabtu (29/8/2020).

Ia kemudian berdiskusi dengan istrinya, Ratna Radiena, yang juga seorang pendeta soal kesulitan anak-anak di sekitar tempat tinggal mereka.

Pasutri ini kemudian bersepakat menyiapkan wifi gratis bagi anak-anak sekitar tempat tinggal mereka. Mereka memperbolehkan anak-anak usia sekolah memakai wifi di rumah mereka. Namun, untuk ketertiban maka anak-anak hanya dibatasi menggunakan wifi antara pukul 08.00 hingga pukul 12.00 Wita.

"Kami sengaja membatasi jam penggunaan wifi agar anak-anak memanfaatkan wifi ini hanya untuk kegiatan belajar," dia menegaskan.

Bagi anak-anak yang tidak memiliki handphone Android, Thomas dan istrinya menyiapkan laptop dan meminjamkan handphone mereka.

"Biar anak-anak bisa mengerjakan tugas sekolah dengan baik," ujarnya.

Bripka Thomas dan istrinya pun mewajibkan anak-anak yang menggunakan wifi di rumahnya memakai masker. Ia juga membagikan gratis bagi anak-anak yang tidak memiliki masker.

Selain fasilitas untuk cuci tangan, ia meminjamkan teras rumah, halaman, dan ruang perpustakaan rumahnya untuk dipakai anak-anak saat belajar online.

Kebijakan menyiapkan wifi gratis disambut gembira Mama Diana dan warga di sekitar tempat tinggal Bripka Thomas.

"Terima kasih karena kami sudah terbantu. Kami tidak perlu lagi memikirkan biaya untuk beli kuota internet," ujar Siti Kadijah (35), salah seorang warga.

Ia mengaku sangat terbantu karena anak-anaknya bisa bersekolah secara online dan gratis menggunakan wifi di rumah Bripka Thomas.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini

2 dari 2 halaman

Bangun Rumah Baca

Sejak tahun 2018, memanfaatkan sebuah ruangan kecil di teras rumahnya, Bripka Thomas juga merintis dan membangun rumah baca yang diberi nama "Batu Piak".

Rumah baca itu bukan hanya untuk anak-anak usia sekolah, tetapi juga untuk orangtua yang berprofesi sebagai nelayan agar mereka memanfaatkan rumah baca tersebut untuk membaca.

"Saya melihat banyak anak usia SD yang putus sekolah sehingga saya bersama istri sepakat untuk membuka rumah baca," ujarnya.

Jebolan Fakultas Hukum Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang ini mengaku, dengan adanya rumah baca, anak-anak menjadi antusias membaca.

Rumah baca Batu Piak memiliki misi membangkitkan dan meningkatkan minat baca anak-anak sehingga tercipta masyarakat yang cerdas dan selalu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain itu, menjadi wadah kegiatan belajar masyarakat terutama anak usia sekolah dan memberantas buta aksara.

Ia menambahkan, rumah baca yang dibangun bersama istrinya itu, bertujuan menumbuhkan minat baca guna memperkaya pengalaman belajar bagi warga khususnya anak usia sekolah agar bisa terhindar dari tindakan kriminalitas.