Sukses

Upaya Menyelamatkan Badak Kalimantan dari Kepunahan

Badak Kalimantan termasuk kategori satwa critically endangered menurut organisasi IUCN, lantaran jumlahnya kurang dari 100 individu.

Liputan6.com, Balikpapan - Jejak tapak kaki sepanjang 20 centimeter itu masih segar. Kedalamannya mengisyaratkan pemilik jejak merupakan satwa berukuran besar. Sisa hujan semalam gagal mengaburkan keberadaan satwa yang diduga kuat adalah badak.

"Tim survei kami memantau keberadaan badak selama 24 jam secara terus menerus,” kata kata Direktur Aliansi Lestari Rimba Terpadu (Alert), Arif Rubianto, Kamis (17/9/2020).

Alert memang memantau pergerakan jelajah badak di kawasan Hutan Nyaribungan Mahakam Ulu Kalimantan Timur (Kaltim). Badak betina yang diberi nama Pari ini teridentifikasi kerap keluar masuk area perbatasan di antara Provinsi Kaltim dan Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng). Personel tim memantau langsung seluruh aktivitasnya sekaligus melindungi dari perburuan liar.

"Kami menugaskan 12 personel untuk bergantian mengikuti keberadaan badak," papar Arif.

Alert merupakan operator lapangan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kaltim dalam penyelamatan badak kalimantan. Alert pula yang mengevakuasi temuan badak kalimantan pertama bernama Pahu pada 2018.

Pahu ditempatkan di kawasan Hutan Kelian Kutai Barat (Kubar) seluas 6.700 hektare.

Sesuai rencananya, badak pun nantinya akan direlokasi menemani Pahu di Hutan Kelian.

"Hutan Kelian relatif aman untuk perkembangbiakan badak," katanya.

Badak Kalimantan berkerabat dengan badak sumatra (decerorhinus sumatrenis). Hanya saja fisiknya berbeda akibat evolusi ratusan tahun menyesuaikan kontur topografi perbukitan hutan Kalimantan.

Tubuhnya mengecil sehingga memudahkan mendaki area perbukitan. Badak Kalimantan hanya seberat 450 kilogram dan jauh lebih ringan dibanding badak Sumatra mencapai 800 kilogram.

"Sifanya pemalu serta cenderung menghindari manusia. Sulit dijumpai dengan berlindung kerimbunan hutan," ungkap Arif.

Apalagi area jelajahnya terbentang luas meliputi area hutan Kaltim, Kalteng, dan Kalimantan Utara (Kaltara).

Proses identifikasi menunjukan kedua badak berjenis kelamin betina. Satwa langka ini termasuk kategori satwa critically endangered menurut organisasi IUCN, lantaran jumlahnya kurang dari 100 individu.

"Belum ada kesimpulan pasti jumlahnya, namun saya pribadi memperkirakan di bawah 5 individu di Kalimantan," ungkap Arif.

Sehubungan itu, Arif memandang perlu secepatnya dilakukan relokasi keberadaan Pari dari lokasi temuan ke Hutan Kelian. Menurutnya, pemindahan harus dilakukan guna melindungi satwa badak ini dari ancaman kepunahan.

"Kawasan hutan di Mahakam Ulu saat ini rawan aktivitas perburuan liar," keluhnya.

Di sisi lain, tim survei pun terus berupaya mencari keberadaan badak jantan yang diduga berada kawasan hutan Kalteng. Pejantan ini rencananya akan dikawinkan dengan Pahu dan Pari guna memperoleh keturunan.

"Kami sedang terburu dengan waktu juga. Apalagi badak-badak ini sepertinya sudah berumur tua sehingga berdampak negatif terhadap siklus perkawinannya," keluhnya.

 

Simak juga video pilihan berikut ini:

2 dari 2 halaman

Hampir Punah

Sementara itu, penyelamatan badak Kalimantan menjadi salah satu program andalan Tropical Forest Conservation Act (TFCA) Kalimantan. TFCA merupakan kerja sama pengalihan hutang Indonesia terhadap Amerika Serikat sebesar 28,5 juta US dolar untuk membiayai program karbon hutan Berau dan insiatif heart of Borneo.

"Kami sangat perduli terhadap isu badak Kalimantan," kata Direktur Program TFCA Kalimantan, Puspa Dewi Liman.

Puspa menyatakan, penyelamatan badak membutuhkan dukungan seluruh stage holder. Dalam hal ini, TFCA berkomitmen pelestarian lingkungan termasuk menjaga keberlangsungan badak Kalimantan.

"Relokasi badak Pari dipastikan butuh biaya sangat besar," tuturnya.

Badak Pari berada di Hutan Nyaribungan berjarak 100 kilometer dari Hutan Kelian. Lokasi hutan tidak memiliki akses transportasi darat dari kota terdekat.

"Lokasinya hanya bisa ditempuh mempergunakan jalur udara, sungai dan selanjutnya trek darat yang berat," papar Puspa.  

Bahkan, fasilitator TFCA di Kubar memperkirakan relokasi Pari setidaknya butuh total biaya mencapai Rp12 miliar. Sebagai perbandingan, evakuasi Pahu hanya menelan biaya sebesar Rp3 miliar di tahun 2018.

Dalam berbagai kesempatan, Kepala BKSDA Kaltim, Sunandar tidak menampik makin terancamnya populasi badak Kalimantan. Ia memperkirakan jumlah maksimalnya tidak mencapai 12 individu seluruh Kalimantan.

Seluruh instansi berkolaborasi dalam upaya penyelamatan badak. Badak rencananya akan direlokasi ke Hutan Kelian sekaligus pusat perkembangbiakan badak di Kalimantan.

"Kalau terlambat dilakukan intervensi dikhawatirkan populasi badak akan punah, disebabkan tua atau pun faktor lainnya," kata Sunandar.

Campur tangan manusia diharapkan mendorong populasinya menjadi 20 ekor. Langkah terakhir adalah menetapkan Hutan Kelian sebagai tempat pelepasliaran kawanan badak.

Kemunculan Pahu dan Pari menjawab misteri satwa badak Kalimantan. Selama bertahun-tahun, masyarakat sudah mendengar rumor tentang kawanan badak.

Testimoni tentang badak kerap disampaikan warga adat dan pegawai perkebunan. Tetapi belum ada bukti otentik keberadaannya hingga kini sudah terpecahkan.

Penemuan badak pertama terjadi bulan Maret 2016 silam. BKSDA Kaltim menemukan badak dinamai Najag terjerat jebakan tali pemburu di kantong populasi I Kubar.

Najag akhirnya mati akibat menderita infeksi akibat luka jeratan ini.