Sukses

Keinginan Mantan Gubernur Riau Annas Maamun Setelah Bebas dari Penjara

Setelah mendapat grasi dari Presiden Joko Widodo, mantan Gubernur Riau Annas Maamun akhirnya menghirup udara bebas.

Liputan6.com, Pekanbaru - Setelah mendapat grasi dari Presiden Joko Widodo, mantan Gubernur Riau Annas Maamun akhirnya menghirup udara bebas. Saat ini, mantan Ketua DPD Golkar Riau itu masih berada di Bandung untuk menyelesaikan administrasi pembebasannya.

Perihal bebasnya narapidana kasus suap alih fungsi hutan Riau ini dibenarkan Dwi Agus Sumarno. Sang menantu menyebut mantan Bupati Rokan Hilir itu akan ke Jakarta terlebih dahulu.

"Beliau sudah bebas, rencana ke Jakarta untuk ziarah ke makam adiknya," kata Dwi, Selasa siang, 22 September 2020.

Mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Riau ini belum memastikan kapan Annas Maamun pulang ke Riau. Jika kondisi kesehatannya memungkinkan, Dwi menyebut Annas segera pulang.

"Apalagi beliau sudah terlalu lama di dalam (Lapas Sukamiskin), ditambah faktor usia," ucap Dwi.

Annas dalam kasus suap alih fungsi hutan Riau divonis 7 tahun penjara. Oktober tahun lalu, Annas mendapat grasi dari Presiden Joko Widodo dengan pengurangan hukuman selama 1 tahun.

Selain alih fungsi hutan, Annas juga terjerat suap rencananya perubahan anggaran pendapatan dan belanja daerah perubahan (RAPBD-P) Riau 2014 dan RAPBD Riau Tahun 2015.

Untuk kasus ini, Annas Maamun belum pernah diadili. Setiap Jaksa KPK akan membawanya ke Pengadilan Tipikor Pekanbaru, Annas langsung jatuh sakit.

Dalam kasus suap APBD ini, sejumlah anggota DPRD Riau kala itu, terserset dan sudah divonis. Di antaranya mantan Ketua DPRD Riau dan mantan Bupati Rokan Hulu Suparman.

Suap bernilai Rp1 miliar untuk ketuk palu itu juga menyeret Ahmad Kirjauhari, mantan Ketua DPRD Riau Johar Firdaus, dan Riki Hariansyah. Mereka dinyatakan turut secara bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi.

 

Simak video pilihan berikut ini:

2 dari 2 halaman

Perjalanan Kasus Annas

Data dari berbagai sumber, kasus Annas bermula saat KPK melakukan operasi tangkap tangan pada 25 September 2014 di rumahnya di Cibubur, Jakarta Timur bersama 9 orang lainnya.

Dalam kasus suap alih fungsi hutan 140 hektare di Kabupaten Kuantan Singingi, Riau, KPK menyebut Annas menerima Rp2 miliar.

Dalam persidangan, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung memvonis Annas hukuman 6 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider 2 bulan kurungan. Ditingkat kasasi, hukuman Annas menjadi 7 tahun.

Majelis hakim menyatakan Annas terbukti menerima suap sebesar US$ 166,100 dari Gulat Medali Emas Manurung dan Edison Marudut.

Gulat dan Edison meminta area kebun sawit di Kabupaten Kuantan Sengingi seluas 1.188 hektare, Bagan Sinembah di Kabupaten Rokan Hilir seluas 1.124 hektare, serta Duri Kabupaten Bengkalis seluas 120 hektare masuk ke dalam surat revisi rencana tata ruang tata wilayah atau bukan kawasan hutan di Provinsi Riau.

Selain itu, Annas terbukti menerima hadiah uang sebesar Rp500 juta dari Gulat agar memenangkan PT Citra Hokiana Triutama milik Edison dalam pelaksana proyek pada Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Riau.

Annas juga didakwa menerima uang Rp3 miliar untuk melicinkan lokasi perkebunan empat perusahaan di Kabupaten Indragiri Hulu. Hanya saja dakwaan ini tidak terbukti.

Dari kasus tersebut, KPK bahkan telah menetapkan tersangka korporasi, yakni PT Palma Satu. KPK menyangka anak usaha PT Duta Palma Group itu menyuap Annas terkait revisi alih fungsi hutan di Provinsi Riau tahun 2014.

Selain menetapkan tersangka korporasi, KPK juga menetapkan pemilik PT Duta Palma, Surya Darmadi dan Legal Manager PT Duta Palma Suheri Terta menjadi tersangka. Nama terakhir divonis bebas di Pengadilan Tipikor Pekanbaru.

KPK menyangka ketiga pihak itu menyuap Annas Rp3 miliar untuk mengeluarkan lokasi perkebunan milik PT Duta Palma dari kawasan hutan. Dengan begitu, produk perusahaan sawit tersebut mendapat predikat Indonesian Suistanable Palm Oil yang bisa diimpor ke luar negeri.