Liputan6.com, Jakarta Saksi dalam sidang perkara dugaan tindak pidana korupsi proyek pembangunan Pasar Rakyat Jeneponto yang mendudukkan Ryan Sukayanto sebagai terdakwa membeberkan adanya dugaan keterlibatan Wakil Bupati (Wabup) Jeneponto, Paris Yasir.
Dalam sidang yang berlangsung di Pengadilan Negeri Tipikor Makassar, Selasa 22 September 2020 itu, salah seorang saksi yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) yakni Eddy yang diketahui menjabat sebagai Kepala Bidang Program pada Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Jeneponto blak-blakan mengungkap adanya dugaan keterlibatan Paris Yasir.Â
Advertisement
Baca Juga
Dihadapan Majelis Hakim yang diketuai oleh Daniel Pratu, Eddy menceritakan awal mula proyek yang turut menyeret nama Paris Yasir itu muncul.Â
Dimana, kata dia, proyek tersebut bermula saat ia menerima telepon dari salah seorang honorer di Kementerian Perindustrian dan Perdagangan (Kemenperindag). Oknum honorer itu lalu menawarkan proyek pembangunan pasar yang bernilai Rp3,8 miliar lebih.
"Ditelepon, dia (oknum honorer) katakan bisa membantu mendapatkan proyek pembangunan pasar yang dimaksud," ucap Eddy.
Oknum honorer Kemenperindag itu juga menyebutkan terkait adanya penyetoran fee sebesar 8 persen terlebih dahulu agar proyek yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) yang dimaksud bisa turun.
"Katanya harus setor fee 8 persen. Hal itu saya langsung sampaikan ke Kadisperindag Jeneponto. yang saat itu masih dijabat oleh Pak Sofyan," terang Eddy.Â
Sebagai tindak lanjut pembicaraan masalah tersebut, kata Eddy, pertemuan kemudian digelar di rumah Sofyan yang turut dihadiri oleh empat orang diantaranya ada Paris Yasir yang saat itu masih menjabat sebagai anggota DPRD Jeneponto.
"Dalam pertemuan itu dibahas terkait fee 8 persen dan saat itu Pak Paris menyetujui itu," kata Eddy dalam persidangan.
Â
Â
Simak juga video pilihan berikut:
Wabup Disebut Menerima Sejumlah Uang
Setelah pertemuan tersebut, Eddy mengaku ditemui oleh seseorang bernama Awaluddin Daeng Kulle. Dia merupakan orang orang kepercayaan dari Paris Yasir. Â
"Awaluddin datang temui saya dengan membawa uang senilai Rp400 juta yang nantinya uang tersebut diserahkan ke pihak Kementerian. Uang itu diserahkan ke saya di samping Kantor Disperindag Jeneponto," terang Eddy.
Selanjutnya setelah menerima uang ratusan juta itu, Eddy bersama dengan Arman yang saat itu menjabat sebagai Bendahara Pengeluaran terbang ke Jakarta untuk menemui oknum honorer di Kemenprindag yang dimaksud.Â
"Uang senilai Rp250 juta saya serahkan di sebuah Hotel yang berlokasi tepat di samping Masjid Istiqlal. Sedangkan Rp150 juta lagi saya serahkan kembali ke Pak Paris karena sebelumnya Pak Paris menelepon untuk tidak menyerahkan semua uangnya. Pak Paris juga berada di Jakarta jadi uang Rp150 juta itu, saya serahkan ke Pak Paris juga di Jakarta. Setelah itu saya kembali ke Makassar," Eddy menceritakan.
Saat ditanya oleh JPU terkait dirinya bisa lolos membawah uang senilai Rp400 juta melalui Bandara, Eddy mengaku dirinya dibantu oleh salah seorang pegawai Perhubungan bernama H. Aso.
"Saya kenal H. Aso pegawai perhubungan itu yang mulia, melalui H.Yasir. Kemudian H. Aso kenalkan saya ke pegawai perhubungan lainnya yang tugas di Bandara," beber Eddy.Â
Pada akhir kesaksiannya, Eddy pun mengatakan setelah penyetoran fee proyek tersebut dilakukan, proyek yang bersumber dari DAK guna peruntukan pembangunan pasar rakyat itu pun turun dan kemudian dilebur menjadi APBD Jeneponto. Pembangunan tiga pasar rakyat di Jeneponto dengan menggunakan anggaran tersebut lalu dikerjakan.
Diketahui, dalam perkara dugaan korupsi pembangunan Pasar Rakyat Jeneponto telah menjerat empat orang terdakwa.
Keempat terdakwa masing-masing Saenal Arifin selaku konsultan perencana, Ryan Sukayanto selalu Konsultan Pengawas serta Muh. Takbir Takko dan Haruna Daeng Talli selaku rekanan atau pelaksana pekerjaan.
Adapun kerugian negara yang ditimbulkan dari kegiatan pembangunan tiga pasar rakyat yang dimaksud, sesuai dengan perhitungan Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Sulsel, ditemukan kerugian negara sebesar Rp 800 juta lebih.
Advertisement