Sukses

5 Daerah di Jabar Masuk Zona Merah Covid-19, Ini Daftarnya

Hasil rapat Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan Covid-19 Jawa Barat terbaru menyebut, zona merah Covid-19 di Jabar menjadi 5 daerah.

Liputan6.com, Bandung - Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan Covid-19 Jawa Barat Ridwan Kamil menuturkan, berdasarkan rapat terbaru gugus tugas, jumlah zona merah menjadi lima daerah. Selain Bogor, Depok, dan Bekasi (Bodebek), ada Kota dan Kabupaten Cirebon yang masuk dalam zona merah Covid-19, yang berarti daerah bahaya penyebaran virus corona.

"Minggu ini terjadi perubahan status yang zona merah adalah Kota Bogor, Kabupaten Bekasi, dan Kota Depok. Lalu dua lagi Kota dan Kabupaten Cirebon," kata Emil Ridwan Kamil, dalam jumpa pers virtual, Senin (28/9/2020).

Selain mengungkap adanya temuan kasus baru di Kota dan Kabupaten Cirebon, Ridwan menyatakan Gugus Tugas juga tengah fokus terhadap satu klaster penyebaran Covid-19 di Kabupaten Kuningan, yakni di sejumlah pesantren.

"Sekarang di Jabar ada klaster pesantren, di Kuningan yang minggu ini kita lakukan pengetesan massal sesuai pola yaitu di wilayah Ciayumajakuning karena di beberapa wilayah tersebut terjadi peningkatan kasus covid," ucapnya.

Meski ada peningkatan kasus Covid-19 di Bodebek dan Cirebon, Emil menyatakan angka reproduksi Covid-19 di Jabar relatif terkendali.

"Dari angka reproduksi kita masih di kisaran 1,04, menandakan tingkat kecepatan penularan (Covid-19) masih relatif terkendali," katanya.

Simak Video Pilihan di Bawah Ini

2 dari 2 halaman

Rasio PCR di 7 Daerah Sesuai Standar WHO

Sementara itu terkait dengan rasio pengetesan Polymerase Chain Reaction (PCR) satu persen dari jumlah penduduk berdasarkan standar Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO, Ridwan menyebutkan bahwa saat ini ada tujuh daerah yang sudah memenuhi standar tersebut. Ketujuh daerah tersebut, antara lain Kota Bandung, Kota Cimahi, Kota Sukabumi, Kota Banjar, Kota Bekasi, Kota Bogor dan Kota Cirebon.

"Saya mengapresiasi tujuh daerah yang pengetesan PCR nya sudah melewati batas satu persen dari jumlah penduduk standar WHO," kata pria yang akrab disapa Emil itu.

Menurut Emil, Pemerintah Provinsi Jabar saat ini terus mendorong agar kota/kabupaten lainnya dapat mengejar rasio pengetesan PCR.

"Jadi kita sedang melakukan upaya agar 20 kota/kabupaten lainnya yang belum memenuhi target satu persen dari jumlah penduduk untuk meningkatkan kapasitas tes," ungkapnya.

Emil menerangkan, tes PCR di Jabar secara akumulatif saat ini berada di urutan kedua provinsi terbanyak melakukan pengetesan setelah DKI Jakarta. Jumlahnya, kini mencapai 383 ribu.

Namun, ia mengungkapkan gugus tugas mengalami penurunan tes PCR yang tadinya bisa mencapai 50 ribu tes per minggu. Penurunan terjadi karena jumlah persediaan reagen PCR sedang menurun. Pada minggu ini tinggal lima reagen PCT yang tersisa.

"Sesuai prosedur kita mintakan ke pusat akan turun 250 ribu lagi PCR di mana 50 ribu kita kelola dan 200 ribunya akan digunakan metoda baru yaitu mengajak pihak swasta krn kapasitas total laboratorium kita sudah mentok," kata Emil.

Emil menambahkan, peningkatan kapasitas testing akan melibatkan perusahaan swasta yang harga satuan pengetesannya arus sesuai BPKP. "Jadi enggak boleh mahal harus dilakukan standarisasi yang dilakukan BPKP," tuturnya.

Terkait keterisian rumah sakit penanganan Covid-19, Emil mengaku saat ini okupansi sudah di angka 56 persen. Angka ini kian mendekati standar WHO di angka 60 persen.

"Dari sisi keterisian rumah sakit juga sudah lampu kuning. Kita sekarang berada keterisian secara umum baik ruang isolasi, IGD dan lain-lain di 56 persen. Jadi standar WHO kurang lebih 60 persen, kita sudah secara umum mendekati dan ini menjadi perhatian kita di minggu ini," ujar Emil.