Sukses

Permintaan Aneh Bocah Berambut Gimbal Dieng dan Sosok Gaib Kiai Kolodete

Permintaan bocah gimbal itu dipercaya bukanlah murni permintaan sendiri, tetapi dari mahluk yang bersemayam di tubuh anak gimbal

Liputan6.com, Banjarnegara - Ada yang belum terjelaskan perihal rambut gimbal anak-anak di Dataran Tinggi Dieng. Bahkan dunia kedokteran pun belum bisa menjelaskan proses perubahan rambut biasa menjadi gimbal.

Anak berambut gimbal itu kemudian menjadi bagian dari ritual ruwatan tahunan yang belakangan dikemas dalam Dieng Culture Festival, ajang budaya Kabupaten Banjarnegara.

Bagian memotong rambut pada prosesi ruwatan kerap ditunggu wisatawan karena biasanya akan muncul permintaan unik dari anak gimbal ini. Permintaan anak gimbal yang akan diruwat harus dituruti agar kelak rambut gimbal itu tak kembali tumbuh.

Sebutlah kisah Zhafira Mi’raj Chintani dan Nur Amyatun, bocah gimbal yang mengikuti ritual pemotongan rambut di Komplek Candi Arjuna tahun 2017 silam.

Keduanya tak tinggal di Dieng, melainkan di Kabupaten Indramayu dan Brebes. Namun, keduanya memiliki garis keturunan penghuni Dataran Tinggi Dieng dari garis orangtuanya. Kedua orangtua Zhafira dan Nur merantau untuk mencari penghidupan yang lebih baik.

Kedu bocah berambut gimbal itu mengajukan permintaan yang terbilang unik sebelum prosesi potong rambut. Zhafira meminta salak pondoh, anggur, semangka, dan apel dengan berat masing-masing 1 kilogram.

"Juga dua ekor sapi. Yang satu dibagikan ke masyarakat," kata Alief Fauzi, Ketua Panitia Dieng Culture Festival VIII, kala itu.

 

Simak Video Pilihan Berikut Ini:

2 dari 3 halaman

Jajan di Warung Tetangga

Sementara Nur Amyatun lebih unik lagi. Ia minta jajan di warung tetangga. Meski terkesan remeh, namun permintaan itu tak bisa diremehkan. Permintaan bocah gimbal itu dipercaya bukanlah murni permintaan sendiri, tetapi dari makhluk yang bersemayam di tubuh anak gimbal.

Itu sebab, jika tak dituruti, rambut gimbal akan terus tumbuh atau justru membawa petaka untuk si anak gimbal atau orang yang mencukurnya.

"Jika permintaannya tidak penuhi, rambut gimbal dipercaya akan tumbuh lagi, atau anak sakit-sakitan," ujar Kepala Desa Dieng Kulon, Slamet Budiono.

Menurut Slamet, meski dibebaskan meminta sesukanya, anak gimbal tak lantas meminta barang-barang mewah berharga mahal. Permintaan anak-anak yang masih polos itu justru kadang unik dan aneh.

"Ada yang hanya meminta dibelikan es krim dari minimarket yang ditunjuk, ada juga yang meminta dibelikan telur satu keranjang. Yang minta tempe dan tahu juga ada," katanya.

Lantas, bagaimana jika rambut anak gimbal dipotong sendiri?

Slamet menceritakan, pernah ada orangtua berusaha mencukur anaknya yang berambut gimbal dengan gunting tanpa melalui prosesi ritual khusus. Namun, keanehan terjadi saat anak itu hendak dicukur.

"Tiba-tiba guntingnya terpental. Anak itu langsung jungkir balik," kata Slamet.

 

3 dari 3 halaman

Legenda Kiai Kolodete

Penjelasan asal-usul anak-anak gimbal sementara belum terjelaskan. Namun, ada ada cerita yang berkembang di Dieng, bahwa mereka berkaitan dengan sosok gaib bernama Kiai Kolodete, seorang tokoh legendaris yang dipercaya merupakan leluhur masyarakat Dieng.

Sesepuh Adat Wonosobo, Sarno Kusnandar bercerita anak-anak berambut gimbal di dataran tinggi Wonosobo sejatinya adalah titisan Kyai Kolodete. Dikisahkan, Kiai Kolodete merasa rambut gimbal yang dimilikinya merepotkan. Untuk itu, dia menitipkan kepada anak keturunannya.

"Kiai Kolodete menitipkan rambut gimbal pada anak-anak yang dia sayangi. Jadi, sejatinya anak-anak gimbal itu kesayangan," ujar Sarno.

Masyarakat juga percaya semakin banyak anak gimbal terlahir, rezeki masyarakat akan semakin melimpah ruah. Menurut Sarno, mereka sejatinya adalah berkah untuk masyarakat Dataran Tinggi Dieng.

"Permintaan bocah gembel itu harus dipenuhi orangtua," katanya.

Dari mitos Kyai Kolodete yang menganggap rambut gimbal itu sebagai titipan leluhur, maka rambut itu harus dikembalikan kepada yang empunya. Proses pengembalian itu melalui upacara ritual pemotongan rambut. Potongan rambut itupun harus diperlakukan dengan penuh hormat dengan melarung di Telaga Warna.