Sukses

Kisah Nenek Penjual Sayur Banting Tulang Rawat Anaknya yang Lumpuh Polio Sejak Lahir

Nenek Karjiyem hanya bisa pasrah dan tak banyak berharap dari pemerintah.

Liputan6.com, Gunungkidul - Karjiyem, nenek berusia 63 tahun, warga Padukuhan Ngondel Kulon, RT 04, Kelurahan Krambil Sawit, Kapanewonan Saptosari, Gunungkidul, harus menanggung beban berat. Di usianya yang sudah senja itu, ia harus merawat anak bungsunya yang mengidap polio.

Yatmi (31), anak ketiganya, setiap hari hanya bisa duduk di kursi roda, sesekali terbaring di tempat tidur yang sudah lusuh. Penyakit Polio yang ia derita sejak lahir membuat sebagian organ tubuhnya lumpuh dan tak bisa digerakan. Saat Karjitem berjualan ke pasar, Yatmi dirawat sang kakak.

Karjiem berjualan di Pasar Playen Gunungkidul, berjarak sekitar 35 kilometer dari rumahnya. Meski jauh, dirinya tetap melakoni pekerjaan itu bertahun-tahun demi bisa menyambung hidup usai suaminya meninggal.

Setiap hari Karjiyem harus bangun pukul 01.00 WIB bersama rombongan menuju ke Pasar Playen. Barang bawaannya juga tak banyak, hanya beberapa ikat sayur dan nangka muda yang sudah dipotong-potong.

"Hanya sedikit yang saya bawa. Sudah tua, ndak bisa bawa kalau banyak," ujar Karjiyem, saat ditemui Liputan6.com di rumahnya, Senin (12/10/2020).

Sayuran yang ia bawa ke pasar dibeli dari tetangga seharga Rp60 ribu. Karjiyem menjualnya kembali dengan harga Rp100 ribu. Ada sisa keuntungan Rp10 ribu yang ia dapatkan setelah dipotong ongkos angkutan Rp30 ribu setiap kali jalan. Meski demikian, profesi yang telah ia jalani puluhan tahun tersebut tetap dilakukan untuk menyambung hidup.

Sebuah beban tersendiri ketika Karjiyem harus meninggalkan anaknya di rumah untuk berjualan ke pasar. Sebab, anak ketiganya tersebut sama sekali tak bisa beraktivitas. Untuk buang air saja dirinya harus dibantu orang lain.

"Kalau tidak ada saya otomatis buang air ya ngebrok (di tempat)," katanya.

Sebenarnya Yatmi tinggal di dekat rumah saudaranya yang juga kerap membantu Karjiyem mengurus Yatmi. Namun saudara Yatmi itu kini tengah memiliki anak balita dan terkadang harus membantu suami mencari nafkah, sehingga Yatmi sering tinggal sendirian di rumahnya.

Jika Yatmi sendirian, Karjiyem pasti langsung bergegas pulang usai berjualan di pasar. Namun, ketika Yatmi ditemani saudara kandungnya, Karjiyem bisa lebih leluasa untuk berdagang di Pasar Playen. Terkadang ia bisa pulang sekitar pukul 09.00 WIB untuk mengurus Yatmi kembali. 

 

 

** #IngatPesanIbu

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

Simak juga video pilihan berikut ini:

2 dari 2 halaman

Rumahnya Roboh

Tempat tinggal Karjiyem dan Yatmi adalah bangunan semipermanen berukuran 9x12 meter persegi. Rumah itu beberapa bulan lalu nyaris roboh karena lapuk dimakan usia. Warga yang melihat itu sepakat untuk merobohkannya karena membahayakan keluarga Karjiyem. Namun, kini Karjitem kesulitan membangunnya kembali.

"Ndak ada duit. Mau mbangun gimana," keluh Karjiyem.

Berbagai upaya sebenarnya telah dilakukan oleh Karjiyem agar anaknya bisa sembuh dan beraktivitas normal seperti orang lain. Mulai dari berobat ke rumah sakit, tabib, kiai, hingga orang pintar telah ia datangi. Namun, tak ada yang manjur dan bisa membuat anaknya normal.

Kini di usia senja ia pasrah dengan kondisi kehidupannya. Terlebih dirinya mengatakan, bantuan pemerintah tak pernah ada yang sampai ke tangannya, kecuali kursi roda dari Dinas Sosial. Karjiyem pun tak banyak berharap kepada pemerintah agar memberi perhatikan lebih kepada anaknya tersebut.

"Pasrah saja," jawabnya singkat.

Soal bantuan pemerintah setempat, Ketua RT 04 Padukuhan Ngendol Kulon Kalurahan Krambil Sawit, Murdiyanto (43) membenarkan, warganya itu sama sekali tidak pernah mendapat bantuan dari pemerintah. Dia berharap agar pemerintah lebih perhatian terhadap masyarakat yang bernasib sama dengan Yatmi dan keluarganya.

"Ya mohon dibantu dan diberi perhatian lebih," kata Murdiyanto.