Liputan6.com, Bandung - Uji klinis fase tiga vaksin Covid-19 Sinovac yang dilakukan di Bandung, Jawa Barat, masih berlangsung dan telah banyak yang mendapatkan suntikan kedua. Ketua Tim Riset Uji Klinis Vaksin Covid-19 Fakultas Kedokteran Unpad Kusnandi Rusmil mengatakan sepanjang dilakukan uji coba tidak ditemukan hal-hal yang menakutkan atau membahayakan.
Baca Juga
Advertisement
Kusnandi menyebut, uji klinis fase tiga ini sudah ada 1.620 relawan yang mendapatkan suntikan pertama dan 1.580 yang disuntik kedua.
"Sampai sejauh ini dari yang sudah suntikan kedua, keluhan oleh karena suntikan itu bisa dibilang minimal. Paling panas badan sedikit, nyeri di tempat suntikan seperti kita imunisasi biasa," kata dia di Bandung, Kamis (5/11/2020).
Guru Besar Bidang Ilmu Kesehatan Anak ini menerangkan soal perbandingan reaksi uji klinis vaksin yang ia lakukan sebelumnya. Dia berpendapat reaksi vaksinasi Covid-19 kali ini relatif lebih aman.
"Dibandingkan dengan penelitian saya waktu penelitian tetanus dan pertusis, ini kelihatannya lebih ringan reaksinya. Waktu saya uji klinis vaksin tetanus, pertusis, dan difteri, itu lebih tinggi panasnya. Kalau ini sepertinya di bawah itu," ungkap Kusnandi.
Dalam uji klinis vaksin Covid-19 kali ini, Kusnandi menemukan efek samping sudah hilang dalam waktu paling lama 2 x 24 jam. Dan efek tersebut tidak membahayakan.
"Pada umumnya dalam dua hari menghilang, jadi di tempat suntikan demam. Pada umumnya pada hari kedua ketiga hilang. Dan itu tidak terjadi pada semuanya hanya 20 persen relawan saja," beber Kusnandi.
Ia pun berharap para relawan tidak mengalami efek samping yang berat selama menjalani proses uji klinis. "Saya berharap selama uji klinis ini tidak terjadi apa-apa dan sampai sekarang selama ini normal-normal saja," ujarnya.
Kusnandi mengakui sebanyak 17 relawan uji klinis fase tiga vaksin Covid-19 Sinovac di Bandung keluar atau drop out dari keikutsertaannya. Belasan orang itu tidak lagi menjadi objek penelitian untuk tahap berikutnya.
"Jadi yang mengundurkan diri ada yang pindah kerja, ada yang sakit, tapi sakitnya itu tidak berhubungan dengan imunisasi," ucap Kusnandi.
Kusnandi menjelaskan, ada beberapa relawan yang mengalami sakit tifus dan ada yang flu berat usai menerima vaksinasi pertama. Sehingga, terhadap relawan tersebut pihaknya tidak bisa memberikan injeksi vaksin yang kedua.
"Kalau sudah lewat suntikan kedua enggak bisa kan, berarti drop out. Sementara kita (peneliti) perlunya yang dua kali suntik. Tapi karena dia mundur sehingga tidak bisa ikut suntikan kedua," tuturnya.
Meski ke-17 relawan sudah dinyatakan keluar, Kusnandi menyatakan bahwa kondisi mereka tetap dipantau.
"Walaupun demikian dia tetap dipantau kesehatannya sampai akhir dan dia dapat asuransi yang berlaku sampai akhir penelitian," katanya.