Sukses

Meniti Asa Para Difabel, Membangkitkan Budaya dengan Batik Khas Tarakan

Begitu cekatannya para difabel ini dalam mengerjakan pewarnaan batik di atas kain berwana biru yang bermotif khas Tarakan. Sesekali mereka terlihat, melakukan komunikasi isyarat menggunakan tangan dan ekspresi wajah.

Liputan6.com, Tarakan - Sony Lolong kini bisa bernapas lega setelah Rumah Batik Disabilitas yang dibinanya dapat mengembangkan kemampuan para difabel yang ada di Kota Tarakan, Kalimantan Utara. Kini, para penyandang difabel sudah memiliki keterampilan dan mahir dalam membatik.

Di rumah bercat warna biru yang berlokasi di Kelurahan Kampung 1 Skip Tarakan, Kang Sony sapaan akrabnya memeberdayakan mereka yang berkebutuhan khusus atau difabel. Ada 22 orang yang terdiri dari tunarungu 18 orang, tunadaksa 2 orang, dan tunagrahita ada 2 orang.

"Karena daya serap ketenagakerjaan untuk mereka ini sangat terbatas dan cukup banyaknya jumlah orang-orang berkebutuhan khusus di Tarakan, berangkat dari sini lah hati saya tergerak berinisiatif untuk merangkul mereka agar memiliki kemandirian hidup di bidang batik," ujar Pembina Rumah Batik Disabilitas Sony Lolong, Jumat (6/11/2020).

Meski membina para difabel tersebut terbilang tidak mudah, tetapi dengan ketekunan dan keuletan pria kelahiran Sukabumi, 16 Juni 1963 ini, hanya dalam kurun waktu 3 bulan, para difabel didikannya bisa bekerja secara profesional bahkan mampu mengedepankan kualitas produk.

Hal itu terlihat dari begitu cekatannya para difabel ini dalam mengerjakan pewarnaan batik di atas kain berwana biru yang bermotif khas Tarakan. Sesekali mereka terlihat, melakukan komunikasi isyarat menggunakan tangan dan ekspresi wajah.

Tidak hanya dalam pewarnaan, tetapi sebagian dari difabel juga memiiki kemampun menjahit dan promosi. Dengan keahlian masing-masing difabel ini membuat aktivitas di Rumah Batik Disabilitas dalam Kelompok Usaha Bersama Disabilitas Batik (Kubedistik) Kerajinan Batik Ramah Lingkungan berjalan dengan baik. Bahkan, tetap produktif pada masa pandemi Covid-19.

"Untuk pewarnaan kami fokus dengan warna alam dan semua bahannya juga dari alam. Artinya kami memanfaatkan limbah yang ada di sekitar seperti, daun, dan kulit mangga, rambutan, kulit kayu merah, dan jengkol. Bahan lainnya sebagai pengikat warna menggunakan tawas, karat besi, serta kapur," imbuhnya.

Dalam prosesnya, Sony mengakui, juga tidak menggunakan bahan-bahan kimia. Limbahnya pun menggunakan Instalasi Penggunaan Air Limbah (IPAL), untuk di Kaltara satu-satunya baru digunakan oleh Rumah Batik Disabilitas.

Melalui gagasan ide dan inovasi yang mereka ciptakan, binaan dari Pertamina EP Asset 5 Tarakan Field ini melakukan penyesuaian semasa pandemi Covid-19, kini memproduksi Alat Pelindung Diri (APD), masker, Face Shield hingga baju hazmat, dengan tetap memberikan sentuhan batik khas Tarakan. Hal ini dinilai mampu mengangkat kearifan lokal.

"Kami tidak ingin berlarut-larut dengan kondisi yang ada, ini menjadikan tantangan tersendiri untuk kami. Bagaimana mencoba bangkit sehingga tetap berdaya di tengah pandemi, yang tadinya hanya membuat batik sekarang bertambah seperti itu tadi APD, masker, dan hazmat," ujarnya.

Sony menuturkan, peminatnya pun cukup banyak bahkan tidak jarang produknya melanglang buana hingga ke Aceh dan Papua. Berkat inovasi itu, kelangsungan Rumah Batik Disabilitas tetap bisa bertahan meski diterpa pandemi Covid-19.

Setidaknya dalam sebulan, usaha ini bisa memproduksi 150 sampai 200 kain batik dengan 40 motif. Untuk harga jualnya juga bervariasi, mulai dari Rp300 ribu hingga Rp700 ribu tergantung dengan bahan baku yang digunakan.

Diharapkan, nantinya, para difabel dengan keterampilan membatik ini bisa mandiri dan mampu memasarkan karyanya hingga ke mancanegara.

 

Simak Video Pilihan Berikut Ini

2 dari 2 halaman

Target Tembus Pasar Global

Perkembangan usaha yang dirintis Sony dan teman-teman difabel di Tarakan hingga ke pasar nasional ini tentu tidak terlepas dari peran Pertamina EP Asset 5 Tarakan Field yang telah melakukan pembinaan sejak tahun 2019 lalu.

Relation and Formalities Staff Pertamina EP Asset 5 Tarakan Field, Kikie Muhammad Rijkie menilai sejauh ini pencapaian dalam memberdayakan para difabel sudah lumayan banyak.

"Melihat banyaknya potensi yang dapat digali dari para difabel, menjadi pilihan Kebudistik sebagai kelompok marginal yang banyak terlupakan di berbagai kalangan. Yang semula ada lima orang dalam satu kelompok, saat ini satu kelompok sudah ada 22 orang difabel dari total jumlah difabel yang ada di Tarakan, berdasarkan data dari Dinas Sosial ada 206 orang. Bisa dikatakan 10 persen di antaranya bisa terserap di kelompok Kebudistik," katanya.

Berkat progam Kelompok Usaha Bersama Disabilitas Batik (Kebudisdik) yang merupakan satu program kemitraan dari Pertamina EP Asset 5 Tarakan Field, kini para difabel itu sudah mendapatkam tambahan penghasilan, salah satunya dari penjualan masker dan hazmat.

"Kami juga ada Kebudistik Peduli Covid-19. Mereka terlibat aktif dalm penanggulangan Covid-19, jadi mereka sudah membuat 1.500 masker dan 25 hazmat, kemudian dibagikan sendiri ke masyarakat seperti di pasar, pelabuhan dan tempat fasilitas umum lainnya" tuturnya.

Dia berharap, produk dari kelompok Kebudistik ini bisa diterima oleh banyak orang, tidak hanya sebatas di Kalimantan Utara tapi hingga ke mancanegara.

"Program ini juga bisa untuk terus konsisten sampai kelompok ini bisa untuk mandiri. Targetnya di 2023 mendatang, progam Kebudistik ini bisa survive dan menumbuhkan Kebudistik lain, tidak hanya di Kelurahan Kampung Satu ini tapi juga di Kelurahan lainnya," tutupnya.