Sukses

Peran Arnold Mononutu Wujudkan Perdamaian di Kawasan Asia dan Afrika

Sosok Arnold Mononutu mungkin kurang dikenal generasi saat ini. Padahal, jasanya bagi negara begitu besar. Apa itu?

Liputan6.com, Manado - Tepat pada Hari Pahlawan, Selasa (10/11/2020), Arnoldus Isaac Zacharias Mononutu dianugerahi gelar Pahlawan Nasional. Putra Sulut yang akrab disapa Arnold Mononutu atau Om No ini dikenal sebagai seorang politikus, diplomat dan intelektual. Salah satu perannya yang strategis adalah saat pelaksanaan Kongres Asia Afrika (KAA) di Bandung tahun 1955.

Dosen Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) Manado Ivan RB Kaunang dalam makalahnya saat pengusulan Mononutu sebagai Pahlawan Nasional, mengungkap peran Om No saat event internasional itu.  

KAA Bandung diselenggarakan dengan 5 negara sponsor, yakni Indonesia, India, Pakistan, Srilanka, dan Birma. Dalam beberapa pertemuan baik di Konferensi Kolombo dan di Bogor, tahun 1954, cukup hangat dibicarakan, apakah RRC akan diundang atau tidak.

"Atas usul dan saran Om No, akhirnya Perdana Menteri Ali Sastroamidjoyo menyetujui RRC diundang," ujar Kaunang, Selasa (10/11/2020).

Walaupun pada masa itu, RRC masih ada hubungan dengan Uni Sovyet dalam suatu kekuatan komunis dan berseberangan usai Perang Dunia II. Kemudian ada “Perang Dingin” adanya blok Amerika Serikat dan Uni Sovyet dengan masing-masing negara pendukungnya, tetapi Om No mampu memberi keyakinan kepada Perdana Menteri Ali.

"Bahwa jika RRC tidak diundang, maka usaha perdamaian dunia dan tujuan yang ingin dicapai melalui KAA tidak akan berhasil," ujarnya.

Pada masa itu, hubungan diplomatik India, Burma, dan RRC sudah terjalin baik. Jika RRC tidak diundang maka kedua negara tersebut tidak akan menerima hasil KAA untuk perdamaian dunia.

"Walaupun ada sedikit protes dari Pakistan dan Srilanka, tetapi Perdana Menteri menyampaikan bahwa, walaupun RRC itu komunis namun wataknya nasionalis," ungkapnya.

Jauh sebelum perannya saat KAA Bandung 1955 itu, Om No sudah meniti karir sebagai diplomat, dan pernah menjadi duta besar. Pria kelahiran Manado 4 Desember 1896 ini mengawali kiprahnya pada tahun 1920, dengan berangkat ke Eropa untuk memulai studinya di Belanda. Di sana, dia berkenalan dengan tokoh-tokoh pergerakan seperti Muhammad Hatta.

Setelah kembali ke Indonesia, Mononutu terlibat dalam upaya nasionalisme. Ia menjadi anggota Partai Nasional Indonesia (PNI) yang baru dibentuk. Ia juga bertemu dengan pendirinya, Sukarno, untuk pertama kalinya.

"Dalam perjalanan karirnya, Om No pernah menjadi Menteri Penerangan, Duta Besar, Rektor Unhas, Anggota DPA, dan sejumlah jabatan lainnya," ujarnya.

Meski punya peran penting dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia, tetapi tidak banyak catatan mengenai eksistensi Mononutu. Tentu, hal ini membuat pamor pahlawan nasional ini kurang di kalangan anak muda usia di bawah 40-50 tahun, apalagi anak remaja.

"Saya sendiri secara pribadi, walaupun belajar sejarah namun tidak banyak mendalami sepak terjang Arnold Mononutu, bahkan banyak tokoh pahlawan dan biografinya masih terkubur belum digali," ujar Kaunang yang juga Dosen Sejarah di FEB Unsrat Manado ini.

Dia mengatakan, kondisi ini tentu menjadi pekerjaan rumah bersama, bahwa ada masalah berkaitan dengan pewarisan semangat dan nilai-nilai kepahlawanan bagi generasi bangsa ini selanjutnya.

"Ini menjadi tantangan kita untuk terus menggali catatan para tokoh nasional sehingga tidak hilang dari sejarah," ujarnya.

Mononutu meninggal dunia di Jakarta, 5 September 1983 pada usia 86 tahun. Atas jasa-jasanya untuk bangsa dan negara, dia dianugerahi gelar Pahlawan Nasional bersama sejumlah tokoh nasional lainnya pada tahun ini.

Simak juga video pilihan berikut: