Sukses

Mengungkap Peredaran Pupuk Organik Cair Ilegal di Sulsel

Produksi hingga peredaran pupuk organik cair merek biotani plus ke masyarakat petani yang diduga menggunakan izin pupuk organik cair merek biota plus tersebut, kabarnya terjadi sejak tahun 2015 hingga Agustus 2020.

Liputan6.com, Makassar - Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Dit Reskrimsus) Polda Sulsel menurunkan tim menyelidiki kasus produksi hingga peredaran pupuk organik cair merek biotani plus yang kabarnya menggunakan izin produksi (izin Deptan) dan izin edar milik pupuk lain yakni pupuk organik cair merek biota plus.

Produksi hingga peredaran pupuk organik cair merek biotani plus ke masyarakat petani yang diduga menggunakan izin pupuk organik cair merek biota plus tersebut, kabarnya terjadi sejak tahun 2015 hingga Agustus 2020.

"Insya Allah segera kita selidiki," singkat Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Sulsel, Kombes Pol Widoni Fedri kepada Liputan6.com, Senin (16/11/2020).

Kasus produksi dan peredaran pupuk organik cair merek biotani plus yang diduga menggunakan izin Deptan milik pupuk organik cair merek biota plus, terungkap saat pemilik perusahaan produksi pupuk organik cair merek biota plus, Taufik mendapat informasi dari rekan-rekannya yang melihat adanya iklan pupuk organik cair yang namanya mirip dengan pupuk buatannya di media sosial. Namun, pada botol produk pupuk yang dimaksud tertera izin Deptan pupuk miliknya.

Taufik pun kaget setelah mendapatkan buktinya langsung. Pupuk yang dipasarkan lewat media sosial tersebut, merupakan pupuk organik cair merek biotani plus dan menggunakan izin Deptan pupuk organik cair merek biota plus yang merupakan miliknya.

"Jadi Allah memperlihatkan saya kelakuan Ali lewat medsos. Akhirnya, saya tanya langsung ke dia (Ali) terkait apa yang telah ia lakukan itu. Tapi dia menyangkal saat itu dan saya pun masih menoleransi perbuatannya karena pertimbangan hubungan emosional sebelumnya yang terbangun," kata Taufik, pemilik PT Tri Harmoni Abadi, perusahaan produksi pupuk organik cair merek biota plus.

Belakangan Taufik mengaku sangat kesal saat dirinya mengetahui kabar jika bekas rekannya itu, Ali mengerjakan sebuah proyek pengadaan pupuk dari Kementerian Pertanian (Kementan) yang nilainya miliaran rupiah di daerah Konawe, Sulawesi Tenggara dan juga di Kabupaten Gowa, Sulsel sesuai informasi yang ia dapatkan dari rekannya yang lain, Miftah.

"Di Konawe itu pengadaan pupuk dari Kementan yang ia kerjakan. Kalau di gowa lebih jelasnya tanyakan ke Pak Miftah," terang Taufik.

Ia mengungkapkan sebenarnya tak ada niat ingin melaporkan mantan rekannya itu, Ali ke Polrestabes Makassar. Namun, karena pertimbangan menjaga harga diri, Taufik melakukan hal demikian meski hingga saat ini kasus yang ia laporkan itu tak ada progres.

"Jadi sekitar 5 tahunan atau sejak 2015 hingga Agustus 2020, dia (Ali) kerja ilegal yah. Saya harap kasus peredaran ilegal pupuk organik cair ini bisa ada kepastian hukum. Tidak ada damai dalam kasus ini. Ini soal harga diri dan bukti-buktinya cukup jelas," jelas Taufik sembari mengatakan kasus tersebut ia laporkan ke Polrestabes Makassar setahun lalu.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Bantahan Pemilik Pupuk Organik Cair Merek Biotani Plus

Owner PT Tunas Harmoni Abadi, perusahaan yang memproduksi pupuk organik cair merek biotani plus, Ali membenarkan jika bekas rekan kerjanya, Taufik mempermasalahan penggunaan izin Deptan pupuk merek biota plus dan hal itu telah dilaporkan ke Polrestabes Makassar.

"Tapi semua tuduhan yang dialamatkan ke saya tidak terbukti. Makanya tidak berjalan sampai sekarang," kata Ali kepada Liputan6.com via telepon sebelumnya.

Ia menceritakan awal mula merintis bisnis pupuk pada tahun 2007. Saat itu, ia bersama kedua rekannya, Taufik dan Harun mendirikan perusahaan yang bergerak di bidang produksi pupuk organik cair.

Perusahaan yang didirikan awal itu bernama PT Tri Harmoni Abadi dan telah mendapat izin Deptan untuk memproduksi pupuk organik cair bermerek super biota plus.

Selama perjalanan tepatnya pada tahun 2010, perusahaan bubar disebabkan anggaran habis dan tak tahu siapa yang mengambilnya serta masing-masing memiliki pekerjaan sendiri-sendiri.

"Yah namanya kerja sama yang tidak jelas saat itu. Perusahaan dinyatakan pailit dan kemudian dilakukan rapat pembagian saham," kata Ali.

Selang keputusan perusahaan bubar tersebut, Ali mengaku melanjutkan kembali dan mengambil alih nakhoda perusahaan dengan langkah awal menutupi semua utang-utang yang ditinggalkan perusahaan dan mengurus kembali perpanjangan izin Deptan untuk memproduksi pupuk yang dimaksud. Namun, kata Ali, nama pupuknya sudah berubah dari penggunaan nama super biota plus menjadi biota plus.

"Super biota plus yang pertama didirikan habis izinnya. Kan itu hanya berlaku 5 tahun. Makanya, tahun 2015 saya perpanjang. Jadi semua izin itu atas nama saya dengan dasar pengalihan kepada saya. Cuma, pada saat itu saya tidak akta notariskan," terang Ali.

Ia menegaskan pada dasarnya perpanjangan izin Deptan tidak lagi menggunakan nama pupuk organik cair super biota plus. Melainkan, menggunakan nama biota plus.

"Dimulai dari izinnya itu semua dari saya dan kantor waktu itu sudah di Jalan Abdullah Daeng Sirua Makassar," ucap Ali.

Dalam perjalanannya, kemudian perusahaan berkembang hingga tahun 2019, Taufik dan Harun lalu mendatanginya dan langsung menuju ke Kantor Notaris untuk mengubah hasil Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

"Dasarnya kan sebelumnya mereka memegang akta notaris. Mereka mau mengubah hasil RUPS tanpa kehadiran saya. Kebetulan saat itu saya tidak bekerja sama dengan notaris. Jadi mereka berdua saja. Saya kalah karena 2 orang lawan 1 orang," kata Ali.

Ia mengaku mengetahui hasil perubahan RUPS tersebut di notaris saat berada di hadapan pihak Kepolisian. Saat itu, Taufik dan Harun telah melapor ke Polrestabes Makassar.

"Saya diperiksa saat itu dan semuanya sudah saya jelaskan di Polrestabes Makassar," jelas Ali.

Dengan melalui proses di kepolisian sebelumnya, Ali berkeyakinan kasus yang dialamatkan kepadanya tidak dapat berlanjut karena dianggap tidak cukup bukti bahwa kepemilikan biota plus beserta izin Deptannya merupakan milik kedua bekas rekannya, Taufik dan Harun.

"Jadi izinnya biota plus sudah mati karena sudah jatuh tempo terhitung sejak tahun 2015 sampai Agustus 2020," tutur Ali.

Setelah menganggap masalah biota plus selesai, Ali kemudian membuat kembali perusahaan dengan menggunakan nama PT Tunas Harmoni Abadi.

Perusahaan yang dibentuknya itu kemudian digunakan menjalankan bisnis pupuk organik cair yang bernama biotani plus. Izin produksi atau izin Deptannya nanti terbit setelah bulan September 2020.

"Saya semua di dalamnya. Sebagai Direktur juga. Dan hingga sekarang yang jalan ini adalah merek biotani plus," ujar Ali.

Namun belakangan, Ali kembali berurusan dengan kepolisian. Ia dilaporkan ke Polrestabes Makassar karena dituding bahwa pupuknya biotani plus itu merupakan plesetan dari biota plus.

"Saya dipanggil oleh Polisi dan saya menjelaskan lagi seperti itu tidak ada lagi sampai sekarang. Saya tanya itu pak Polisi, tanyakan kepada Taufiq apa dasarnya dan apa izin yang dia pegang sekarang kecuali notaris. Izin deptan biota plus itu kan juga sudah habis sejak bulan Agustus 2020 dan sekarang tidak boleh lagi ditetapkan biota plus karena izinnya itu. Kalau dipaparkan itu bisa dilapor Polisi," Ali menandaskan.

Ia menantang jika kedua rekannya belum puas dengan hasil proses hukum di kepolisian kemarin, dipersilahkan menuntut hingga persidangan agar semuanya menjadi jelas.

Ali mengaku telah melalui proses pemeriksaan di bagian Intelkam ekonomi Polrestabes Makassar dan hingga saat ini tak ada lagi kelanjutannya.

"Tidak tahu apakah kurang dasarnya atau bagaimana. Makanya itu penyidiknya dia suruh saya negosiasi, untuk apa saya negosiasi kecuali saya yang salah. Kalau mau bagus tingkatkan sampai ke Pengadilan baru kita buka-bukaan siapa sebenarnya yang punya izin lengkap. Biar hukum yang berbicara," tegas Ali.

Mengenai pekerjaan proyek Kementan yang bernilai miliaran rupiah tepatnya pengadaan pupuk di Kabupaten Gowa dan Konawe pada bulan Juni 2020 yang kabarnya ia menggunakan pupuk milik Taufik yang bermerek biota plus beserta izin Deptannya, Ali mengatakan itu tak ada hubungannya dengan Taufik.

"Tidak ada hubunganya dia dengan proyek yang di Gowa dan di Konawe. Kalau memang ada, dia suruh sendiri toh. Namanya proyek, itu dinas kan tahu sendiri. Tidak mungkin tidak tahu siapa yang urus dan dari mana produknya," Ali menandaskan.