Sukses

Akhir Petualangan Kakak Beradik 8 Tahun Menipu Pakai Setruk Transfer Fiktif

Tak tanggung-tanggung sejak 2012 total nilai barang yang digasak dari hasil belanja online pakai setruk transfer fiktif mencapai Rp700 juta.

Liputan6.com, Bandung - Sepandai-pandainya tupai melompat akhirnya jatuh juga. Peribahasa itu cocok menggambarkan kisah petualangan kakak beradik, VA (31) dan VI (34), yang selama delapan tahun melakukan aksi penipuan, dengan modus pembayaran fiktif menggunakan setruk transfer fiktif. Kini mereka terpaksa harus menutup cerita usai polisi berhasil melacak dan meringkus kedua perempuan itu.

Sejak 2012 keduanya kerap berbelanja daring. Sebagimana lazimnya suatu proses transaksi jual-beli online, pelanggan diharuskan mengirim bukti transfer pembayaran. Di sinilah VA dan VI beraksi. Mereka mengelabui penjual dengan mengirimkan bukti transfer yang ternyata palsu.

Kejadian pertengahan Mei 2020 lalu menjadi momentum kejatuhan dua bersaudara itu. Pada 17 Mei, VA memesan 32 potong baju secara daring dengan total pembayaran Rp5,4 juta. Sehari berikutnya, giliran VI yang memesan 79 potong baju dengan total pembayaran Rp14,8 juta.

Begitu diminta bukti transfer pembayaran, setruk transfer fiktif itu pun mereka kirimkan bagai senjata andalan. Pihak penjual terkelabui, pesanan pun diantar. Setelah beberapa hari berselang, barulah pihak penjual mendapati tak ada sepeser pun uang masuk dari pesanan mereka. Atas kejadian itu, pihak penjual kemudian melapor polisi.

"Setelah mendapat laporan, Dirkrimsus Polda Jabar Subdit Siber berhasil melacak dan menangkap dua tersangka kakak beradik ini. Keterangan mereka, bukti transfer yang dikirimkan merupakan editan," ujar Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Erdi A Chaniago, di Mapolda Jabar, Selasa (17/11/2020).

Mereka membuat bukti transferan palsu itu dengan cara mengedit setruk transfer bekas hanya memakai aplikasi croping di ponsel. Selanjutnya, hasil croping disatukan menggunakan aplikasi Adobe Photoshop. Tampak sederhana, tapi cara itu ampuh menipu puluhan penjual.

Hasil penyidikan sementara, ada sekira 92 korban penipuan, baik perorangan, perusahaan elektronik, perusahaan pakaian, hingga perusahaan yang bergerak di industri kecantikan, yang menjadi korbannya. Para korban tak hanya berasal di Kota Bandung, tapi ada pula yang berada di Medan, Surabaya, dan Semarang. Fantastis, sejak 2012, total nilai barang yang digasak sekitar Rp700 juta.

"Hasil penipuannya dinikmati diri sendiri. Kadang barang dibagikan ke tetangga. Mereka biasanya melakukan penipuan secara bergantian. Setelah berhasil, nomer telepon mereka diganti untuk menghilangkan jejak," ungkap Erdi.

 

** #IngatPesanIbu

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

Simak juga video pilihan berikut ini:

2 dari 2 halaman

Modus Lain

Modus operandi lainnya adalah memesan barang dengan pola Cash on Delivery (COD) atau bayar di tempat. Biasanya, modus ini dilakukan saat mereka membeli barang elektronik. Sebelumnya, salah satu tersangka menginformasikan sudah mentransfer, lagi-lagi secara fiktif. Alamat untuk mengantarkan barang pun ditentukan secara acak. Setelah pengirim datang, satu tersangka lain menerima barang untuk dibawa kabur.

"Misalnya, yang pesan (barang) dan bayar fiktif ini VA. Setelah barang sampai di lokasi yang sudah ditentukan, VI sudah menunggu dan mengambil pesanan sambil meyakinkan pengantar barang akan memanggil VA. Tapi ternyata mereka kabur. Nomer telepon mereka kemudian diganti,” kata Erdi.

Dari hasil penangkapan dan penggeledahan, polisi turut menyita barang bukti berupa ponsel hingga pakaian. Akibat perbuatannya, dua ibu rumah tangga itu terancam pidana maksimal 12 tahun penjara. Disangkakan sesuai Pasal 51 juncto Pasal 35 UU RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang UU Informasi Teknologi Elektronik.