Sukses

Warga Garut Menanti Tuah Dana Bagi Hasil Panas Bumi di Masa Pandemi Covid-19

Masuknya dana bagi hasil panas bumi diharapkan mampu memberikan dampak ekonomi langsung secara berkelanjutan bagi masyarakat sekitar garut.

Liputan6.com, Garut - Sebagai salah satu daerah penghasil panas bumi, Dana Bagi Hasil (DBH) yang diterima Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Garut, Jawa Barat, dinilai belum optimal dalam menggerakan ekonomi masyarakat, termasuk saat masa pandemi Covid-19 berlangsung.

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Garut, Agus Ismail mengatakan besaran DBH yang diterima pemda Garut, tidak lebih dari 7 persen dari alokasi DBH yang diberikan pemerintah pusat.

“Dalam Peraturan Bupati diatur, sekitar 50 persen dana bagi hasil panas bumi, dialokasikan untuk daerah sekitar,” ujarnya dalam kegiatan Diseminasi Informasi dan Diskusi Bonus Produksi Panas Bumi yang digelar Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Garut, Senin (7/12/2020).

Menurutnya, pengalokasian program yang berasal dari DBH panas bumi diatur berdasarkan Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 53 tahun 2018, serta Perbup No. 126 tahun 2019 tentang tata cara pemberian dan pertanggungjawaban bantuan keuangan kepada pemerintah desa yang bersumber dari bonus produksi panas bumi.

Bahkan dalam pelaksanaannya, seluruh program pemberdayaan yang digulirkan wajib masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang telah disusun oleh kepala daerah.

Selama ini alokasi program yang berasal dari DBH diprioritaskan untuk sektor pelayanan dasar seperti pendidikan, kesehatan, keamanan dan ketertiban.

“Pada kenyataan pemda juga akhirnya berkreasi dengan desa bersangkutan dalam memanfaatkan dana (DBH) tersebut,” kata dia.

Sekretaris Umum Asosiasi Daerah Penghasil Panas Bumi Indonesia (ADPPI), Harry Nurul Fuad, menilai pelaksanaan program DBH yang digulirkan pemda, belum mampu memberikan dampak ekonomi secara langsung bagi masyarakat sekitar.

Akibatnya, banyak masyarakat yang belum menikmati kehadiran industri panas bumi di wilayahnya hingga kini.

“Ini yang sering jadi masalah sosial di daerah, padahal kalau ada dampak ekonomi langsung, mereka bisa lebih menerima kehadiran industri pengolahan panas bumi,” ujarnya mengingatkan.

Untuk itu, Harry berharap Pemda Garut mampu membuat formula khusus, melalui program yang bisa menggerakan ekonomi masyarakat secara berkelanjutan.

“Misalnya program pengolahan pascapanen produk pertanian lokal, kemudian siapkan juga regulasi untuk menyerap pasar hingga bantuan promosi,” ujarnya.

 

**Ingat #PesanIbu

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

Simak juga video pilihan berikut ini:

2 dari 2 halaman

Peran Media

Hal senada disampaikan Kasubdit Pengawasan Eksplorasi dan Eksploitasi Panas Bumi Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Budi Herdiyanto.

Menurutnya, pemberan DBH diharapkan mampu meningkatkan perekonomian masyarakat, termasuk masa sulit seperti pandemi Covid-19 saat ini.

“Minimal di sektor ekonomi, pendidikan dan kesehatan harus menjadi perhatian utama,” katanya.

Ia berharapan besaran DBH dari tiga lapang panas bumi yang ada di Garut yaitu Darajat, Kamojang dan Karaha, terus meningkat, seiring dengan kinerja perusahaan.

“Mari kita dukung upaya-upaya pelaksanaan operasi produksi PTLP yang ada,” katanya.

Selain itu dibutuhkan peran media, dalam memberikan edukasi kepada seluruh lapisan masyarakat, mengenai peran strategis dan kontribusi dalam pemanfaatan energi panas bumi. 

Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kabupaten Garut, Ari Maulana Karang mengatakan, formula yang tepat dalam tata kelola program DBH panas bumi, bisa menjadi Garut sebagai rujukan wilayah lain di Indonesia, dalam menggerakan ekonomi kerakyatan.

”Karena Garut penghasil panas bumi terbesar, ini penting untuk pengembangan energi baru terbarukan ke depan,” ujar dia.