Sukses

Cerita Jurnalis TV Swasta Banting Setir Jadi Pengusaha Dodol Saat Pandemi Covid-19

Jenuh dan banyaknya pembatasan selama covid-19, membuat Deni banting setir membuka pabrik dodol Garut, untuk membuka lapangan usaha baru saat pandemi Covid-19.

Liputan6.com, Garut - Pandemi Covid-19 yang tengah melanda masyarakat dunia saat ini, ikut mengubah struktur ekonomi masyarakat. Tak terkecuali, Deni Muhammad Arif, jurnalis televisi swasta nasional asal Karangpawitan, Garut, Jawa Barat ini, terpaksa banting setir menjadi pengusaha dodol, untuk menopang usaha keluarga.

Lama bergelut dengan dunia jurnalistik, tak menghentikan naluri bisnis Deni dalam membuka sayap usaha, terutama pada saat sulit seperti pandemi Covid-19 ini. Pilihan akhirnya jatuh untuk membuka pabrik dodol Garut, sebuah makanan khas masyarakat Garut.

Dalam benak Deni, dodol adalah peluang usaha yang menjanjikan, selain bahan baku yang melimpah, juga memiliki prospek jangka panjang yang cukup menggiurkan seiring banyaknya kawasan wisata di Jawa Barat dan Indonesia.

Dengan kemampuan olah dodol yang diperoleh secara autodidak, dia menghimpun warga sekitar sebagai ikhtiar dirinya menggerakkan sektor usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).

"Tinggal kita cermat melihat pasar yang ada, pasar dodol Garut itu terutama buat kawasan wisata belum semuanya terjamah," ujarnya dalam obrolan hangat dengan Liputan6.com beberapa waktu lalu.

Menurut Deni, pandemi Covid-19 yang berlangsung sejak Maret lalu telah mengubah segalanya. Peliputan yang biasa ia lakukan, akhirnya tersendat seiring banyaknya pembatasan yang dilakukan pemerintah untuk mengurangi laju penyebaran Covid-19.

"Saya juga terlalu lama bergelut di media ingin mencari sesuatu yang menantang dan menguntungkan," kata dia.

Pembukaan pabrik dodol Garut memang bukan kebetulan, selain pasarnya yang masih luas, sumber daya masyarakat yang melimpah, memudahkan dirinya untuk membuka usaha baru itu.

"Pegawai saya seluruhnya mantan pegawai dodol dari pabrik sebelumnya yang tutup terimbas pandemi covid-19," ujar dia.

Akhirnya, sejumlah persiapan pun dirancang termasuk mengenai penguatan segmen pasar yang akan digarap, sehingga mampu bertahan dan terus berkembang saat pandemi Covid-19.

 

Simak Video Pilihan Berikut Ini:

2 dari 2 halaman

Belajar Secara Autodidak

Deni mengaku, modal utama dalam menggerakkan bisnis dodol Garut adalah keberanian dan cermat melihat pasar. Sementara soal rasa, ia sengaja mencari rasa yang legit sehingga mampu diterima pasar dengan mudah.

"Ada juga beberapa rasa dodol masukan dari pegawai saya, ini enak ini tidak, kita berdiskusi langsung," kata dia dengan ramah.

Hasilnya mulai menunjukkan progres menggembirakan, permintaan pasar terus meningkat yang berdampak pada kenaikan omzet penjualan yang telah ia lakukan dalam enam bulan terakhir.

"Awalnya saya hanya bisa memproduksi satu kuintal (100 kg) sehari, kini sudah mencapai 3-4 kuintal per hari," ujar dia.

Deni optimis pasar dodol Garut miliknya semakin luas. Meskipun terjadi pembatasan di beberapa area wisata karena pandemi Covid-19, tetapi tidak mengurangi animo masyarakat untuk menikmati dodol.

"Coba ke rumah-rumah khususnya di Garut, minimal makanan di ruang tamu ada dodol, sudah seperti snack saja," ujarnya bangga.

Saat ini, dodol hasil produksi pabriknya cukup beragam, seperti dodol zebra, dodol batik, dengan beberapa ragam rasanya mulai cokelat, buah-buahan, stroberi dan pandan, hingga dodol kertas atau yang bisa menggunakan bungkus kertas.

Deni menyatakan, harga dodol yang ia jual terbilang murah di kelasnya. Untuk dodol kertas biasa dijual Rp16.000 per kilogram, sementara kacang cokelat Rp17.000 per kilogram.

Bagi Deni, membuka usaha pabrik dodol banyak memberikan manfaat. Selain memberikan penghasilan yang menggiurkan, juga memberikan lapangan kerja baru bagi masyarakat, terutama saat pandemi Covid-19 saat ini.

"Doakan saja ke depannya, kami mampu memproduksi minimal 1 ton dodol per hari," kata dia.

Sementara total pegawai pabrik dodol ‘Leggi’ (nama dagang yang berarti legit) di Kampung Cogasong, Kecamatan Cilawu, Garut itu, sudah sekitar 14 pegawai, naik tiga kali lipat dari semula.

"Awalnya saya dibantu beberapa tukang bungkus dan ulek, sekarang sudah punya admin dan bagian promosi terutam di medsos (media sosial)," kata dia.