Liputan6.com, Cilacap - Skandal korupsi Bansos Covid-19 yang menyeret mantan Mensos Juliari Batubara menghentak negeri ini. Di tengah perang melawan virus menular itu, dana untuk masyarakat terdampak justru jadi bancakan.
Mensos Ad Interim, Muhajir Effendy (sebelum penunjukan Mensos definitif yang baru, Tri Rismaharini alias Risma-red) lantas mengumumkan perubahan radikal dalam penyaluran bansos di Jabodetabek. Bansos yang semula berupa produk atau barang diubah menjadi bantuan sosial tunai (BST). Dari nontunai menjadi tunai.
Advertisement
Baca Juga
Meski dibantah oleh Muhajir, tetapi, perubahan pola penyaluran ini dinilai erat kaitannya dengan skandal korupsi Bansos Covid-19 sebelumnya. Bantuan tunai, relatif aman dari rasuah.
Akan tetapi, perubahan pola itu dinilai bukan satu-satunya solusi. Bisa jadi, dana tunai itu tak digunakan untuk membeli bahan kebutuhan hidup, melainkan untuk keperluan lainnya.
Ketua Paguyuban BUMDes Kabupaten Cilacap, Kelik Suatmaji mengatakan kontrol penggunaan bantuan tunai lebih sulit dilakukan. Sebab, kontrol pemerintah hanya pada tahap penyaluran dana. Selanjutnya, soal penggunaan, pemerintah hanya sebatas mengimbau.
“Bantuan sosial tunai itu bisa jadi tidak dibelikan barang kebutuhan pokok penunjang hidup. Bisa saja dibelikan untuk barang lainnya. Ini yang sulit dikontrol,” kata Kelik, Selasa malam (23/12/2020).
**Ingat #PesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Simak Video Pilihan Berikut Ini:
3 Tahap Verifikasi Bansos
Menurut dia, yang jadi pangkal masalah adalah penunjukan vendor atau suplier secara langsung. Pola ini, kata Kelik, rawan korupsi.
“Di sini rawan korupsi, penyalahgunaan jabatan, dan lain sebagainya,” ujarnya.
Kondisi ini berebeda dengan pengadaan dan penyaluran bansos provinsi di Jawa Tengah yang menggunakan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dan PT Pos Indonesia. Kelik mengklaim, suplier Bansos Covid-19 melalui BUMDes relatif bebas korupsi.
Sebab, verifikasi pengadaan dan penyaluran barang dilakukan melalui tiga tahap. Pertama adalah diverifikasi oleh BUMDes dan Dispermades. Selanjutnya, produk bansos tersebut dicek oleh TKSK.
“Sebelum disalurkan, diverifikasi lagi oleh PT Pos, sehingga melalui tiga pintu pengawasn,” ujarnya.
Sayangnya, kata Kelik, di Jabodetabek tak ada BUMDes. Namun, skema pengadaan dan penyaluran bantuan sosial nontunai Provinsi Jawa Tengah bisa menjadi model. Terpenting adalah model pengawasannya.
“Penting adalah pengawasan mulai pengadaan dan penyaluran. Suplier jangan ditunjuk satu dua pihak,” tandasnya.
Advertisement
41 BUMDes Suplier Bansos Provinsi di Cilacap
Sebanyak 41 BUMDes dari 268 unit yang ada di Cilacap menjadi penyuplai produk bansos provinsi. Komoditas sembako itu diklaim tepat waktu, tepat kualitas dan kuantitas, serta tepat sasaran. Jumlah KPM Bansos Provinsi di Cilacap mencapai 38.265 keluarga.
Karena itu, dia mendorong pemerintah untuk menyalurkan bantuan dampak Covid-19 nontunai dan bantuan sosial lainnya, melalui BUMDes. Terbukti, enam kali penyaluran bansor, sangat minim terjadi komplain.
Namun begitu, dia pun mengaku dari puluhan ribu paket Bansos Covid-19 Provinsi, ada satu dua yang komplain. Namun, respons cepat ditunjukkan oleh BUMDes penyuplai untuk menyelesaikan keluhan itu.
“Cepat terselesaikan, karena di tiap kecamatan ada dua BUMDes yang menyuplai bansos,” ucapnya.
BUMDes tersebut berlokasi tersebar di 14 kecamatan di Cilacap. Karenanya, ketepatan waktu dan kualitas komoditas bansos bisa dipertanggungjawabkan.
“Jumlah KPM Bansos Prov itu 38.265 keluarga. Terdiri dari beras 10 kilogram, minyak dua liter, telur satu kilogram, kecap 275 mililiter, mi telur 400 gram, lauk pauk Rp20 ribu, bisa sarden atau abon, atau lainnya,” ujarnya.