Sukses

Tahun Depan, Riau Bakal Punya Satu-satunya Pusat Konservasi Harimau di Indonesia

Pusat Konservasi Harimau Sumatra di Riau bakal dibangun tahun depan dan menjadi satu-satunya pusat konservasi di Indonesia untuk harimau.

Liputan6.com, Pekanbaru - Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau tengah menyusun detail engineering desain (DED) serta keperluan lainnya untuk membangun Pusat Konservasi Harimau Sumatra (PKHS) di Giam Siak Kecil. Tahun depan pembangunan fisik segera dilakukan.

Kepala BBKSDA Riau Suharyono menyebut PKHS di Kabupaten Siak itu merupakan yang pertama dan satu-satunya di Indonesia. Pembangunannya bekerja sama dengan Yayan Arsari Djojohadikusumo.

Yayasan tersebut merupakan pengelola Pusat Rehabilitasi Harimau Sumatra Dharmasraya, Sumatra Barat. Beberapa harimau dari Riau pernah direhabilitasi di sana karena berkonflik dengan manusia atau terkena jerat.

"Mohon dukungan semua masyarakat," kata Suharyono di Minas, Kabupaten Siak.

PKHS ini menjadi harapan baru untuk konservasi harimau sumatra di Riau karena keberadaannya kian terancam. Ada tiga pola yang bakal diterapkan BBKSDA Riau jika pusat konservasi itu selesai dibangun.

"Dalam konservasi itu ada tiga R yang harus diperhatikan, yaitu rescue, rehabilitasi dan rilis atau lepas liar," ucap Suharyono.

Suharyono menjelaskan, rescue dilakukan kalau harimau di alam liar mendapatkan beberapa masalah. Mulai dari konflik dengan manusia, terjerat, terluka ataupun menjadi korban perburuan liar.

"Tapi selama harimau nyaman di alam, tidak pernah bersentuhan dengan manusia, gakkan dipindahkan," kata Suharyono.

 

** #IngatPesanIbu

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

Simak video pilihan berikut ini:

2 dari 3 halaman

Pemulihan Sifat Alami

Setelah rescue, PKHS itu nantinya bakal menjadi lokasi rehabilitasi. Tidak hanya pengobatan luka tapi juga perilaku satwa liar yang harus tetap dijaga agar bisa bertahan di alam jika sudah sembuh.

Untuk perilaku setelah pengobatan, PKHS bakal ada kandang habituasi. Kandang ini didesain seolah harimau berada di alam liar dengan pakan cukup seperti babi dan ada pula ekosistem lainnya.

Menurut Suharyono, kandang habituasi sangat penting agar kemampuan berburu harimau di alam liar tetap terjaga. Ini menjadi jaminan agar harimau bisa kembali ke habitatnya setelah rehabilitasi.

"Karena kalau di kandang perawatan itu, harimau itu disuapin. Dikasih daging ayam, daging segar lainnya, makanya harus ada kandang habituasi," terang Suharyono.

Langkah berikutnya setelah rehabilitasi adalah rilis atau pelepasliaran. BBKSDA Riau bakal memilih lokasi yang sesuai dengan harimau, tentunya jauh dari aktivitas manusia, agar satwa bisa hidup bebas di alam liar.

Menurut Suharyono, pembangunan PKHS bukan sebagai pertanda konflik harimau di Riau bakal meningkat tahun depan. Namun, itu perlu diantisipasi agar sewaktu-waktu harimau terluka karena jerat tak perlu jauh-jauh lagi dibawa ke Dharmasraya.

3 dari 3 halaman

Belajar dari Jalak Bali

Pembangunan ini juga sebagai restocking harimau karena populasinya di alam liar kian berkurang. Tak menutup kemungkinan PKHS ini bakal menjadi tempat pengembangbiakan harimau agar populasinya tetap terjaga.

Suharyono ingin mencontoh sukses China dalam menjaga populasi Panda. Begitu juga dengan pengembangbiakan jalak bali yang dulunya sangat kritis dan kini populasinya meningkat setelah adanya pusat konservasi.

"Jangan sampai habis di alam tapi kita tidak punya stok lagi, makanya harus ada intervensi untuk breeding," sebut Suharyono.

Suharyono menyebut PKHS ini bakal menjadi lokasi wisata minat khusus. Artinya, tidak terbuka untuk semua kalangan tapi bagi pihak yang punya ketertarikan meneliti harimau sumatra.

Karena lokasinya sangat jauh dan sulit akses darat, BBKSDA Riau berencana mengadakan beberapa sampan. Satu wadah untuk menempuh jalur air itu bisa diisi 30 orang.

Di sisi lain, Suharyono berharap adanya PSKH ini bisa meningkatkan kesadaran masyarakat tentang keberadaan harimau sumatra. Bukan sebagai musuh, melainkan satwa yang harus dilindungi keberadaannya.

"Butuh kerja sama semua pihak karena konservasi tak bisa sendiri," ucap Suharyono.