Liputan6.com, Makassar - Kinerja Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel) dalam hal penegakan hukum utamanya penanganan kasus korupsi menjadi sorotan sejumlah lembaga pegiat anti korupsi di Sulsel. Satu di antaranya sorotan dari lembaga Anti Corruption Committee Sulawesi (ACC Sulawesi).
Menurut lembaga binaan mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad itu, tak ada satu pun kasus korupsi yang ditangani oleh Kejati Sulsel sepanjang tahun 2020 berhasil dituntaskan hingga ke persidangan.
Kejati juga dianggap masih tertutup atau tidak menjalankan prinsip keterbukaan informasi publik apalagi dikatakan transparan terhadap perkembangan penanganan sejumlah kasus korupsi.
Advertisement
Meski kerap menggemborkan penerapan Zona Integritas (ZI) Wilayah Bebas Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bebas dan Melayani (WBBM), tetapi faktanya keterbukaan informasi menjadi barang yang mahal untuk publik padahal muara dari penerapan zona integritas WBK-WBBM itu adalah pelayanan publik yang prima di tubuh kejaksaan.
"Sudah banyak surat kami layangkan dalam hal permintaan penjelasan penghentian perkara korupsi dan perkembangan kasus-kasus korupsi yang mereka tangani tapi tak ada satu pun direspon. Inikah yang namanya keterbukaan informasi atau transparan," kata Ketua Badan Pekerja Anti Corruption Committee Sulawesi (ACC Sulawesi) Kadir Wokanubun membacakan catatan akhir tahun penelitian ACC Sulawesi terhadap penegakan hukum penanganan kasus korupsi oleh Kejati Sulsel sepanjang tahun 2020 di Makassar, Senin 28 Desember 2020.
Baca Juga
Ia menyebutkan ada beberapa kasus korupsi yang mandek dan tak diketahui lagi perkembangannya hingga akhir penghujung tahun 2020 diantaranya dua kasus dugaan korupsi proyek DAK (Dana Alokasi Khusus).
Kedua kasus proyek DAK itu masing-masing kasus dugaan korupsi proyek DAK di Kabupaten Enrekang senilai Rp39 miliar dan kasus dugaan suap pengurusan proyek Dana Alokasi Khusus (DAK) senilai Rp49 miliar untuk Kabupaten Bulukumba.
"Kedua kasus dugaan korupsi proyek DAK tersebut telah ditangani bertahun dan mandek ditingkat penyidikan tanpa ada tersangka selanjutnya menghilang," sebut Kadir.
Ia mengaku heran dengan sikap Kejati Sulsel yang seakan tak bertaring untuk menetapkan tersangka dalam kedua kasus proyek DAK yang ditaksir merugikan negara miliaran rupiah tersebut.
"Kami menilai Kejati Sulsel di bawah nahkoda Firdaus Dewilmar tidak lagi komitmen dalam pemberantasan korupsi. Hampir semua kasus korupsi yang ditangani Kejati Sulsel sama sekali tak ada progres. Kinerjanya nol besar dalam penegakan hukum kasus-kasus korupsi. Sehingga Jaksa Agung patut mengevaluasi saja kinerja Kajati Firdaus ini," terang Kadir.
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sulsel, Idil mengatakan penyidik masih terus mendalami proses penyidikan kasus dugaan korupsi proyek DAK Enrekang maupun yang ada di Kabupaten Bulukumba tersebut.
"Kasus DAK itu masih tahap sidik," singkat Idil.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Kronologi Kasus Dugaan Korupsi DAK Kabupaten Enrekang
Terakhir, penyidikan kasus ini digenjot bahkan melalui Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan yang saat itu dijabat oleh Gery Yasid telah menegaskan kepada penyidik agar fokus mendalami adanya indikasi mark up harga pipa yang digunakan dalam proyek DAK senilai Rp39 miliar di Kabupaten Enrekang tersebut.
"Itu saya sudah tekankan ke Aspidsus agar mendalami adanya indikasi kemahalan harga pipa yang digunakan dalam kegiatan proyek yang dimaksud. Saya tekankan fokus ke situ," singkat Gery di Kantor Kejati Sulsel kala itu.
Hal yang sama juga ditegaskan oleh Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel), Firdaus Dewilmar kala itu. Ia mengaku telah menginstruksikan anggotanya segera merampungkan penyidikan seluruh kasus korupsi yang merupakan tunggakan era Kajati Sulsel, Tarmizi. Di antaranya kasus dugaan korupsi proyek DAK Rp 39 miliar di Kabupaten Enrekang.
"Saya sudah minta itu juga segera dituntaskan dan sampai saat ini masih berjalan. Kalau adanya keterlibatan makelar pipa dalam kasus DAK Enrekang ini, saya sudah dengar dan memerintahkan penyidik mendalaminya," kata Firdaus di Kantor Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel), Jumat 24 Januari 2020.
Ia mengatakan pihaknya telah sepakat melakukan penyidikan bersama dengan pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) setempat guna membantu percepatan penuntasan kasus tunggakan yang dimaksud.
Seperti, kata dia, terkait kasus dugaan korupsi DAK senilai Rp39 miliar di Kabupaten Enrekang, dimana penyidik Kejati Sulsel merampungkan penyidikan dengan melibatkan pihak Kejari Enrekang
"Ada yang diperiksa di sini (Kejati Sulsel) dan ada juga diperiksa di sana (Kejari setempat). Kita liat bobotnya, kalau berat itu dikerjakan di sini (Kejati Sulsel)," jelas Firdaus.
Ia menargetkan penetapan tersangka dalam kasus dugaan korupsi DAK senilai Rp 39 miliar di Kabupaten Enrekang tersebut, sesegera mungkin dilakukan.
"Jadi sekarang ini, penyidik sedang mengebut penyidikan untuk penetapan tersangka utamanya," tegas Firdaus kala itu.
Penyidik Bidang Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel) resmi meningkatkan status kasus dugaan penyimpangan Dana Alokasi Khusus (DAK) senilai Rp39 miliar di Kabupaten Enrekang ke tahap penyidikan, Selasa 27 Agustus 2019.
Peningkatan status penanganan kasus DAK Enrekang tersebut, setelah melalui proses ekspose yang berlangsung selama tiga jam.
"Naik ke penyidikan kan tidak serta merta. Tapi ditemukan alat bukti yang cukup dan telah lalui proses ekspose yang alot," ucap Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sulsel yang saat itu masih dijabat oleh Salahuddin.
Tahap selanjutnya, kata dia, tim penyidik kembali menyusun agenda pemeriksaan saksi-saksi yang sebelumnya telah diperiksa di tahap penyelidikan.
"Penyidik lakukan pendalaman kembali keterangan saksi-saksi dalam tahap penyidikan ini untuk mengetahui ke depannya siapa nantinya yang patut bertanggungjawab atas kegiatan yang diduga merugikan negara tersebut," beber Salahuddin.
Diketahui Dana Alokasi Khusus (DAK) bantuan Pemerintah Pusat senilai Rp39 miliar tersebut, diperuntukkan untuk membiayai proyek pembangunan bendung jaringan air baku Sungai Tabang yang berlokasi di Kecamatan Maiwa, Kabupaten Enrekang, Sulsel.
Anggaran DAK tersebut kemudian dimasukkan dalam pembahasan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Enrekang di tahun anggaran 2015.
Namun dalam pelaksanaannya, Pemerintah Kabupaten Enrekang (Pemkab Enrekang) melalui Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Dinas PUPR) Kabupaten Enrekang memanfaatkan anggaran tersebut dengan kegiatan yang berbeda. Yakni, anggaran yang dimaksud digunakan membiayai kegiatan irigasi pipanisasi tertutup dan anggarannya pun dipecah menjadi 126 paket pengerjaan.
Pemkab Enrekang diduga telah melanggar Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 36 tahun 2015 yang mengatur tentang peruntukan anggaran DAK yang dimaksud.
Selain itu, 126 paket pengerjaan yang dibiayai menggunakan anggaran DAK tersebut juga diduga fiktif. Dimana ditemukan beberapa kejanggalan. Diantaranya proses pelelangan, penerbitan Surat Perintah Kerja (SPK) hingga Surat Perintah Pencairan Anggaran (SP2D) dari kas daerah ke rekening rekanan, lebih awal dilakukan sebelum tahap pembahasan anggaran.
Proses lelang hingga penerbitan surat perintah pencairan anggaran dilakukan pada 18 September 2015. Sementara pembahasan anggaran untuk pengerjaan proyek hingga pengesahannya nanti dilakukan pada tanggal 30 Oktober 2015.
Laporan kegiatan anggaran DAK tersebut diduga dimanipulasi atau laporan fiktif yang dilakukan oleh rekanan bekerjasama dengan panitia pelaksana dalam hal ini Dinas PUPR Kabupaten Enrekang guna mengejar pencairan anggaran sebelum tanggal 31 Desember 2015.
Progres pekerjaan dilapangan baru mencapai sekitar 15%-45%. Bahkan, ada yang masih sementara berlangsung hingga awal tahun 2016. Tak hanya itu, hampir 126 paket pengerjaan yang menggunakan DAK tersebut, diketahui tidak berfungsi. Sehingga tak dapat diambil azas manfaatnya oleh masyarakat Enrekang secara luas.
Hingga saat ini, terdapat 9 paket pengerjaan pipa yang bahan meterilnya masih terdapat di lokasi dan tak ada proses pengerjaan. Bahkan 6 paket pengerjaan pemasangan pipa lainnya pun diketahui anggarannya telah dicairkan namun pengerjaan tak dilaksanakan.
Advertisement
Perjalanan Kasus Dugaan Suap Proyek DAK Kabupaten Bulukumba
Terakhir, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dikabarkan menyupervisi kasus dugaan suap pengurusan proyek Dana Alokasi Khusus (DAK) senilai Rp49 miliar untuk Kabupaten Bulukumba, Sulsel yang telah lama berstatus penyidikan di Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel) itu.
"Saat ini dalam agenda pelaksanaan hasil kegiatan supervisi KPK yang dilaksanakan beberapa bulan lalu," kata Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sulsel, Idil saat ditemui di ruangan kerjanya oleh Liputan6.com, Jumat 28 Mei 2020.
Ia berharap masyarakat maupun para lembaga pegiat anti korupsi tetap bersabar dan semangat dalam mengawal proses penanganan kasus tersebut hingga menemukan adanya kepastian hukum.
"Setiap perkembangan nantinya kita akan kabari," ucap Idil.
Sebelumnya, Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel), Firdaus Dewilmar telah menginstruksikan jajarannya untuk memaksimalkan upaya penyidikan seluruh kasus dugaan korupsi yang telah ditangani. Baik, kata dia, yang bersifat peninggalan masa kepemimpinan sebelumnya maupun yang baru berjalan.
"Termasuk kasus DAK Kabupaten Bulukumba itu, saya sudah minta segera dituntaskan," kata Firdaus di Kantor Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel), Selasa 17 September 2019 lalu.
Ia mengaku penyidikan kasus yang merupakan tunggakan era Kajati sebelumnya itu, akan melibatkan pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) setempat guna membantu percepatan penuntasannya.
"Seperti kasus dugaan suap pengurusan proyek DAK (Dana Alokasi Khusus) Bulukumba itu, kita libatkan Kejari Bulukumba dalam penyidikan bersama," jelas Firdaus.
Pemeriksaan, lanjut dia, terbagi dua. Ada yang diperiksa di Kejati Sulsel dan ada juga yang diperiksa oleh Kejari setempat.
"Kita liat bobotnya, kalau berat itu dikerja di sini (Kejati Sulsel)," ujar Firdaus.
Ia menargetkan penetapan tersangka dalam kasus-kasus tunggakan tersebut sesegera mungkin dilakukan.
"Jadi sekarang ini, penyidik sedang mengebut penyidikan untuk penetapan tersangka. Pokoknya tunggakan kasus tiga sampai empat bulan terakhir harus segera tuntas," tegas Firdaus.
Sejak kasus dugaan suap proyek DAK Kabupaten Bulukumba tersebut telah ditingkatkan statusnya ke tahap penyidikan, tim Penyidik Bidang Pidana Khusus (Pidsus) Kejati Sulsel telah memeriksa sejumlah saksi-saksi yang terkait.
Saksi-saksi tersebut yakni saksi pelapor Andi Ichwan, Kepala Dinas Pengelolaan Sumber Daya Alam (PSDA) Kabupaten Bulukumba A Zulkifli Indra Jaya, Sekretaris Daerah (Setda) Bulukumba, Andi Bau Amal, dan Rosmawaty Zasil selaku Kepala Sub Bagian Persuratan dan Tata Usaha pada Sekretariat Daerah (Setda) Kabupaten Bulukumba serta Bupati Bulukumba, AM Sukri Sappewali.
Kasus ini sebelumnya ditangani tiga bulan oleh Bidang Intelijen Kejati Sulsel dan kemudian penanganannya diserahkan penuh ke bidang Pidana Khusus (Pidsus) Kejati Sulsel.
Sejak ditangani oleh Kejati Sulsel, Kasus yang dikabarkan melibatkan Bupati Bulukumba A.M Andi Sukri Sappewali itu, pun terhitung beberapa kali mendapatkan reaksi unjuk rasa oleh sejumlah lembaga pegiat anti korupsi dan organisasi kemahasiswaan. Salah satunya unjuk rasa dari Perhimpunan Pergerakan Mahasiswa (PPM). Mereka terus berunjuk rasa di depan Kantor Kejati Sulsel menagih kejelasan penanganan kasus tersebut.
Ahmad Yani, yang bertindak sebagai koordinator aksi Perhimpunan Pergerakan Mahasiswa (PPM) Sulsel mengatakan unjuk rasa yang dilakukan pihaknya semata untuk mempertanyakan sejauh mana tindak lanjut kasus dugaan suap dalam mendapatkan proyek irigasi senilai Rp 49 miliar yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) yang telah dilaporkan pihaknya sejak dua bulan lalu.
"Kejati seharusnya mengambil langkah tegas untuk mengupas persoalan tersebut hingga ke akar-akarnya. Apalagi kesaksian seorang oknum Aparat Sipil Negara (ASN) yang membeberkan keterlibatannya dalam menyuap proyek asal Pemerintah Pusat tersebut menjadi viral di media sosial, Facebook," kata Yani dalam orasinya kala itu.
Menurutnya, pengakuan oknum ASN Dinas Pendidikan Kabupaten Bulukumba di media sosial itu sangat jelas. Dimana oknum yang bersangkutan dengan terang-terangan mengaku telah menyuap untuk memuluskan upaya Kabupaten Bulukumba mendapatkan proyek yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) senilai Rp49 miliar.
Tak hanya itu, oknum ASN tersebut bahkan menyebarkan foto surat rekomendasi yang digunakan olehnya dalam mengurus upaya penyuapan agar Kabupaten Bulukumba mendapat kucuran proyek irigasi senilai puluhan miliar tersebut.
"Jadi tak hanya bukti foto rekomendasi yang diduga diberikan oleh Bupati Bulukumba kepada oknum ASN tersebut yang dibeberkan sendiri oleh oknum ASN yang bersangkutan. Tapi melalui media sosial Facebook, ia juga memperlihatkan pecahan uang Rp 100.000 dan pecahan Rp 50.000," ungkap Yani.
Seharusnya, kata dia, penegak hukum tidak mendiamkan berita viral yang disebarkan oleh oknum ASN itu. Melainkan tegas Yani, demi menjaga supremasi penegakan hukum, maka kasus tersebut harus segera ditindak lanjuti dengan memeriksa oknum ASN yang bersangkutan serta memeriksa Bupati Bulukumba selaku terduga pemberi surat rekomendasi kepada oknum ASN dalam rangka pemulusan proyek pusat yang dimaksud.
"Kami juga sudah laporkan secara resmi bahkan membantu Kejati dengan memasukkan bukti-bukti terkait termasuk foto kegiatan proyek irigasi yang dimaksud," Yani menandaskan.