Sukses

LAPAN Ungkap Kondisi Cuaca Saat Sriwijaya Air Jatuh di Kepulauan Seribu

Terdapat pembentukan awan pola besar, berdurasi panjang, dan semi- melingkar telah terbentuk di atas kawasan Lampung dan Laut Jawa di sekitarnya sejak pukul 11.00 WIB, atau beberapa jam sebelum Sriwijaya Air

Liputan6.com, Bandung - Tim Reaksi Analisis Kebencanaan Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (TREAK PSTA-LAPAN) menjelaskan kondisi cuaca saat pesawat Boeing 737-524 Sriwijaya Air dengan rute penerbangan Jakarta-Pontianak mengalami hilang kontak sekitar pukul 14.36 WIB di sekitar Pulau Laki, Kepulauan Seribu.

Menurut anggota TREAK PSTA-LAPAN Erma Yulihastin, berdasarkan analisis dinamika atmosfer menunjukkan sistem konveksi skala meso terdapat pembentukan awan pola besar, berdurasi panjang, dan semi- melingkar telah terbentuk di atas kawasan Lampung dan Laut Jawa di sekitarnya sejak pukul 11.00 WIB, atau beberapa jam sebelum Sriwijaya Air hilang kontak.

"Sistem ini kemudian pecah dan berpropagasi (merambat) ke tenggara, yang berasosiasi dengan pertumbuhan sistem konveksi skala meso lain di atas Jawa bagian barat selama rentang waktu 13.00-15.00 WIB," ujar Erma kepada Liputan6.com, Bandung, Minggu, 10 Januari 2021.

Jika dilihat dari kondisi sinoptik (keadaan cuaca berdasar pantuan peta), Erma menjelaskan terdapat vorteks Borneo dan westerly burst (angin baratan kuat) dari Samudra Hindia di sekitar waktu jatuhnya Sriwijaya Air.

Untuk kecepatan burst Erma menerangkan yaitu 7-8 m/det pada ketinggian 1,5 Kilometer yang lebih kuat dibandingkan klimatologis angin monsun baratan atau kurang 3 m/det.

 

Simak Video Pilihan Berikut Ini:

2 dari 2 halaman

Kondisi Meso

"Sementara kondisi meso (kondisi iklim yang berkaitan dengan variasi dan dinamika pada suatu wilayah seluas beberapa kilometer persegi) di sekitar lokasi kejadian terdapat konvergensi angin dari utara dan barat di permukaan (10 m) yang telah mengintrusi kelembapan dan menumbuhkan sistem konveksi baru dari laut Jawa ke utara Jakarta," kata Erma.

Sedangkan kondisi cuaca lokal, Erma menuturkan terdapat pertumbuhan sistem konveksi di atas lokasi kejadian, menunjukkan koneksi antara sistem konveksi skala meso di bagian utara dan di selatan.

Koneksi ini menunjukkan sistem konveksi di utara tersebut berperan menginduksi konveksi baru sekaligus mengalami propagasi ke selatan.

Pantauan cuaca saat terjadinya peristiwa pesawat Boeing 737-524 Sriwijaya Air hilang kontak dan secara resmi dinyatakan oleh otoritas berwenang mengalami kecelakaan, terekam oleh Satellite Early Warning System (SADEWA) yang merupakan produk litbang LAPAN.

SADEWA ini merupakan aplikasi sistem peringatan dini atmosfer ekstrem berbasis satelit dan model atmosfer yang dikembangkan untuk mendukung riset atmosfer maupun aplikasinya oleh badan operasional terkait.