Sukses

Mengenal Ecofarming, Sistem Pertanian Organik yang Hemat Biaya

Ecofarming mampu memangkas biaya pertanian hingga 99,9 persen.

Liputan6.com, Bangkalan Ecofarming membuat pertanian di Desa Bandang Dajah kembali bergairah. Selain jagung dan kacang ijo, tanaman baru seperti Bunga Koll varietas Liberti, Semangka, Pakcoy, Bawang Merah, hingga Tomat varietas Servo, tumbuh subur di ladang-ladang desa yang terletak di Kecamatan Sepuluh, Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur.

Keberhasilan petani Bandang Dajah menerapkan sistem pertanian yang memanfaatkan limbah organik sebagai media tanam dan pupuknya ini, menarik perhatian Mohammad Maulid. Ketua Kelompok Bisnis Hortikultura Indonesia itu, langsung menyambangi Bandang Dajah untuk melihat panen perdana pertanian ecofarming di lahan demplot seluas sekitar 5.000 meter persegi itu.

"Ini bagus, mudah, dan menjanjikan. Semacam trigger bagi masyarakat agar semangat bercocok tanaman holtikultura," ungkap Maulid, Senin (12/1/2021).

Meski berhasil menanam aneka varietas, di masa depan Maulid menyarankan para petani lebih fokus pada satu tanaman saja sebagai varietas unggulan desa seumpama tomat.

Dengan fokus, kata dia, Desa Bandang Dajah otomatis terbranding sebagai sentra penghasil tomat. Identitas ini punya banyak keuntungan jangka panjang bagi petani.

"Kami akan membantu dari segi market dan produksi pupuk ataupun bibit. Jadi petani fokus bertani saja," kata Maulid lagi.

 

Simak juga video pilihan berikut ini:

2 dari 3 halaman

Hanya Jagung dan Kacang Ijo

Sebanyak 80 persen areal pertanian di Bandang Dajah berupa lahan tadah hujan yang tandus. Kondisi itu, ditambah minimnya pengetahuan, membuat lahan-lahan itu hanya ditanami jagung atau kacang ijo sekali dalam setahun hanya saat musim hujan.

Harga pupuk yang mahal, ditambah biaya mengolah lahan yang terus naik, membuat sebagian besar lahan dibiarkan menjadi lahan tidur yang hanya dimamfaatkan rumputnya sebagai pakan ternak.

"Karena hasil pertanian tak menjanjikan, banyak orang memilih merantau atau alih profesi menjadi kuli bangunan," kata Jazi, Ketua Kelompok Tani Sangga Buana, Desa Bandang Dajah.

Perkenalan Jazi dengan dunia ecofarming ketika dia bertemu Nurudin, petugas penyuluh pertanian di sana yang saat itu sedang membantu perusahaan minyak PHE WMO mendata lahan dan potensi pertanian yang bisa dikembangkan di Bandang Dajah.

Data itu dibutuhkan sebagai bagian dari tanggung jawab pemberdayaan masyarakat oleh anak perusahaan PT Pertamina itu.

Setelah tahu kelebihan Ecofarming, terutama berbiaya murah karena memakai bahan serba organik, Jazi dan anggota kelompok tani Sangga Buana setuju ikut pelatihan.

Pelatihan antara lain pembuatan pupuk olahan dari kotoran hewan ataupun dari limbah arang sekam. juga mengolah sumber air.

"Karena bahan organik, bisa hemat biaya hingga 99,9 persen," kata Nurudin.

3 dari 3 halaman

Menarik Minta Petani Lain

Keberhasilan Jazi dan kawan-kawan ini telah menarik minat petani lain untuk mencoba teknik ecofarming sebagai pendongkrak perekonomian dan membuka lapangan pekerjaan.

"Ada tiga warga mendatangi saya untuk bergabung, berikut lahannya telah disiapkan," kata Jazi.

Dia hanya berharap keberhasilan di panen perdana ini, diimbangi luasnya jalur pemasaran yang luas. Untuk sementara hasil panen akan dijual ke pasar-pasar kecil di Bangkalan.

Lewat keterangan tertulir, Field Manager PHE WMO, Sapto Agus Sudarmanto berharap ecofarming bisa memunculkan kemandirian ekonomi melalui sistem pertanian organik yang hemat biaya.

Menurut dia, dengan teknologi tepat guna, lahan-lahan tidur punya potensi pertanian yang baik seperti di Desa Bandang Dajah.

“Selain pertanian, di sana kami juga membantu penyediaan fasilitas air bersih dan pembentukan HPAM Sumber Barokah. Programnya adalah pemboran dan pipanisasi melalui rumah warga," pungkas Sapto.