Sukses

Terdampak Pandemi Covid-19, Ekspor Kopi Turun hingga 50 Persen

Dampak pandemi Covid-19 juga terlihat pada ekspor kopi.

Liputan6.com, Padang - Pandemi virus corona Covid-19 juga berdampak pada negara importir kopi seperti Amerika Serikat dan sejumlah negara di Eropa. Akibatnya, tren ekspor kopi turun sejak wabah ini melanda.

Founder Nusantara Coffee Group sekaligus eksportir kopi, Febriansyah yang berdomisili di Sumatera Barat mengatakan turunnya ekspor kopi mencapai 50 persen dibanding sebelum pandemi.

"Memang ada penurunan karena pasar potensial kopi, seperti Amerika Serikat dan Eropa juga terdampak corona," katanya kepada Liputan6.com, Kamis (21/1/2021).

Sementara, lanjutnya produksi kopi tetap seperti biasa, sehingga terjadi penumpukan untuk kopi yang akan diekspor. Apalagi, lanjutnya, even kopi juga belum banyak sehingga mengakibatkan penurunan dari penjualan.

Namun, kopi adalah hasil bumi yang bisa disimpan lama dengan syarat kadar airnya stabil dan disimpan di gudang yang sudah memiliki standar.

Untuk harga kopi yang diekspor oleh perusahaannya saat ini, Arabica Gayo Grade 1 Plus sebesar 5,5 Dollar Amerika Serikat, kemudian untuk Arabica Gayo Grade 1 DPT 3,9 Dollar Amerika Serikat.

"Arabica Gayo Specialty harganya 7 Dollar Amerika Serikat," ujarnya.

Febri menyebut harga ekspor kopi dunia itu sudah ditentukan di pasar global, karena memang telah ada standar yang mengatur harga.

Meski harga stabil, lanjutnya, namun permintaan dari negara importir turun, sehingga kopi menumpuk di gudang. Febri biasanya mengekspor kopi yang diproduksi di Takengon Provinsi Aceh.

Saksikan juga video pilihan berikut ini:

2 dari 2 halaman

Kopi Sumbar Cukupi Kebutuhan Lokal

Selain mengekspor kopi dari Takengon, sesekali Febri juga mengekspor kopi dari Sumatera Barat. Namun, karena produksi yang terbatas membuat ekspor kopi dari provinsi ini memiliki kendala.

"Pembeli dari luar itu biasanya konsisten, kalau barang putus maka akan sulit juga bagi kami," jelasnya.

Sebagai orang yang berkecimpung di dunia perkopian, ia menilai produksi kopi di Sumatera Barat mampu memenuhi kebutuhan lokal termasuk Pulau Jawa. Karena, saat ini tren kedai kopi sedang menjamur.

"Ini peluang bagi petani kopi untuk memasarkan produknya lebih dekat dan serapannya juga cepat," ucapnya.

Febri menyebut industri perkopian harus tetap hidup sehingga konsumsi lokal juga meningkat, hasil produksi petani juga terserap dengan baik.

Sementara, data Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan Sumbar, lahan perkebunan kopi di provinsi ini cukup luas yakni untuk kopi arabika 17.265 hektare dengan produksi 12.004 ton.

Lalu untuk kopi robusta seluas 20.196 dengan panen 10.288 ton per tahunnya. Kopi arabika tersebar di Kabupaten Agam Bagian Timur, Kabupaten Solok, Solok Selatan, Tanah Datar, dan Lima Puluh Kota.

Sedangkan, kopi robusta hampir ada di seluruh kabupaten dan kota kecuali untuk Kota Padang Panjang.