Sukses

Cerita Inspiratif Puji Lestari, Tetap Semangat Melukis Meski Tak Punya Telapak Tangan

Keterbatasan fisik tidak menjadi penghalang bagi Puji Lestari untuk terus berkarya.

Liputan6.com, Gunungkidul - Keterbatasan fisik Puji Lestari tidak menjadi penghalang baginya untuk terus berkarya. Warga Padukuhan Kayu Balung, Kalurahan Girisekar, Kapanewonan Panggang, Gunungkidul, itu masih mampu menciptakan karya lukisan meski tak memiliki telapak tangan. Saban hari, wanita kelahiran 12 September 1997 itu tekun mengekspresikan gagasannya ke kain kanvas.

Pegal dan capek, itu yang dirasakan Puji Lestari saat membuat lukisan. Tangannya yang tak sempurna membuat Puji harus mengeluarkan tenaga ekstra untuk menghasilkan sebuah lukisan.

"Kalau capek, saya pakai kaki kanan," ujar Puji saat ditemui Liputan6.com, di rumah pembimbing lukisnya di Padukuhan Bali Kalurahan Girisekar, Selasa (26/1/2021).

Untuk menghasilkan sebuah lukisan ukuran 40x50 cm, ia menghabiskan waktu sekitar 5 hari. Namun terkadang lebih dari itu karena ia hanya bisa melukis ketika waktunya senggang. Karena selain melukis wanita ini juga harus mengurus putri semata wayangnya yang berumur 5 tahun.

Baginya melukis merupakan bentuk ekspresi apa yang ia rasakan dan membuat hidupnya lebih nyaman. Lukisan pemandangan menjadi salah satu karya yang ia paling ia sukai. Keinginan melukis keindahan alam menjadi favoritnya untuk dituangkan ke atas kanvas.

Mengekspresikan diri di atas kain kanvas ia lakukan sejak duduk di bangku Sekolah Luar Biasa (SLB). Melalui mentornya, Iwan Setiyawan (42), wanita ini belajar keras mampu melukis di atas kanvas sejak SLB. Meski sempat berhenti karena menikah selepas lulus SLB, ia kembali giat melukis dalam setahun terakhir.

Tiga lukisan berhasil ia selesaikan di masa pandemi Covid-19. Kendala biaya untuk membeli bahan melukis juga menjadi halangan dirinya untuk berekspresi. Meskipun hobi, namun ia tidak ingin mengganggu uang belanja yang diberikan suaminya. Ia tetap tidak ingin suaminya yang berjualan Bakwan Kawi keliling terbebani karena hobinya tersebut.

"Saya sering dibantu peralatan lukis oleh temen-temen perupa yang lebih senior dari saya," ungkap Puji.

 

 

**Ingat #PesanIbu

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

Simak juga video pilihan berikut ini:

2 dari 3 halaman

Mimpi dan Harapan

Puji masih bermimpi suatu saat nanti ada pencinta lukisan dan kolektor yang berminat membeli karya-karyanya. Puji mengaku memiliki cita-cita untuk membangun sebuah rumah kecil dari hasil ia melukis, mengingta saat ini Puji bersama suaminya masih tinggal di rumah orangtuanya. 

"Alhamdulillah meski belum laku tetapi besok sudah ada yang mengajak saya untuk ikut pameran lukisan," katanya.

Sampai saat ini Puji mengaku masih kesulitan untuk campur warna sehingga menghasilkan warna baru sesuai dengan keinginan dirinya. Tak hanya itu, ia juga merasa kesulitan ketika harus membuat sket lukisan sebelum dituang cat di atas kanvas.

Iwan, Sang Mentor melukis mengaku awalnya berkenalan dengan Puji karena dirinya merupakan salah satu guru mata pelajaran ekstra kurikuler dari SLB tersebut. Beberapa kali lukisan yang dihasilkan oleh Puji memang cukup menarik bagi dirinya.

Hingga akhirnya ia sempat tidak berkomunikasi lagi dengan Puji karena muridnya tersebut lulus SLB dan langsung memutuskan untuk menikah. Dan baru setahun ini pula, ia mengajak Puji untuk belajar melukis di rumahnya. Perlahan-lahan ia mulai mengajar Puji bagaimana mengkomposisikan campuran cat untuk menghasilkan warna.

"Saya ingin dirinya belajar sendiri mencampur warna sehingga bisa memahami komposisi warna ideal,"ujarnya.

 

 

3 dari 3 halaman

Korban Bully

Meski telah dikaruniai seorang anak, ternyata perjalanan asmara Puji dan suaminya tidak berjalan mulu seperti yan dibayangkan. Orangtua sang suami sempat tidak memberi restu.

Puji mengaku perkenalan dengan suami, Budi Iswanto, ketika dirinya menjadi langganan Bakwan Kawi yang dijual oleh suaminya tersebut. Benih-benih asmara muncul karena ia sering bertemu dengan dirinya karena setiap hari suaminya selalu lewat di depan rumahnya.

"Ya kita akhirnya pacaran," tuturnya.

Orangtua suami sempat menentang asmara dirinya karena keterbatasan fisiknya tersebut. Kedua orangtua suaminya mungkin heran mengapa anaknya tidak memilih wanita pujaan dari wanita yang normal. Karena sempat tidak direstui orangtua suaminya, maka keduanya harus berpacaran cukup lama.

"Saya pacaran sama dia lima tahun sebelum menikah," kenangnya.

Tak hanya itu, keterbatasan fisik yang dialami Puji, membuat dirinya sejak kecil selalu menjadi bahan bully. Sejak di SD dirinya selalu diejek teman-temannya. Ejekan itu bahkan berlanjut ke anaknya yang masih kecil.

"Saya terkadang sedih. Mengapa anak yang masih kecil dan tidak tahu apa-apa juga dibully," ujarnya sembari berkaca-kaca.

Punya fisik yang tak sempurna dan kerap dibully sempat membuatnya terpuruk. Semangatnya untuk terus berjuang kembali muncul ketika dirinya berada di asrama Yakkum, di Pakem Kabupaten Sleman sejak 2007. Dari situ, Puji mulai berdamai dengan keadaan.