Sukses

2 Perusahaan di Sultra Simpan Ratusan Ton Bahan Peledak Tanpa Izin Amdal, Salah Siapa?

Sebanyak 115 ton bahan peledak di Konawe dan Konawe Utara, yang sama dengan penyebab ledakan dahsyat di Beirut, Lebanon, ternyata tak mengantongi izin amdal bahan peledak.

Liputan6.com, Kendari - Sebanyak 115 ton bahan peledak jenis amonium nitrat, ditampung pada dua kabupaten berbeda di Sulawesi Tenggara, Kamis (21/1/2021). Bahan peledak yang sama dengan penyebab ledakan dahsyat di Beirut Lebanon itu, berada di Kabupaten Konawe dan Konawe Utara.

Saat dikonfirmasi, ternyata keduanya belum memiliki izin Analisis Dampak Lingkungan (Amdal) terkait bahan peledak. Padahal, ada enam kontainer penuh berisi bahan peledak yang terbagi di dua lokasi tersebut.

Pihak Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Konawe dan Konawe Utara menyatakan, kedua perusahaan tercatat sebagai pemilik izin tambang batu gamping. Dari foto yang beredar, perusahaan menyimpan bahan peledak di gudang yang berada di sebuah lahan kosong di tengah lokasi perkebunan.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Konawe, Ilham Jaya mengatakan, PT KM tercatat sebagai perusahaan tambang batu gamping. Namun hanya memiliki dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL).

"Di dalam administrasi perusahaan, izin gudang dan Amdal soal bahan peledak belum tertuang, kami baru mau menginvestigasi lokasi perusahaan dan gudang ini," ujar Ilham Jaya, Kamis (28/01/2021).

Dia menegaskan, sesuai aturan, izin amdal dan gudang bahan peledak amonium nitrat, harus melalui izin Dinas Lingkungan Hidup Konawe. Dia juga memastikan, belum mendapat informasi dari kepolisian dan perusahaan soal kedatangan bahan peledak.

Pengamat Militer dari Institute for Security and Startegic Studies (ISESS), Khairul Fahmi menyatakan, jumlah amonium nitrat sebanyak ini harusnya sudah dipenuhi semua izinnya. Sebab, meskipun komersial, tetapi sangat berbahaya bagi penduduk dan lingkungan sekitar.

"Potensi keselamatan masyarakat dan pengaruhnya terhadap Lingkungan hidup. Banyak penggunaan bahan peledak, seperti di Pasuruan dan beberapa kasus lainnya," ujar Khairul Fahmi, dihubungi via telepon seluler.

Dia menjelaskan, harusnya ada pengecekan batasan jumlah amonium nitrat dalam sekali transaksi. Hal ini, dengan mempertimbangkan lokasi dan kelayakan gudang penampungan. Tidak ketinggalan, izin kementerian kehutanan dan Kementerian Lingkungan Hidup juga tak bisa diabaikan sebelum bahan peledak ada di lokasi.

Polda Sultra, melalui personel Dit Intelkam diketahui mengawal pemuatan dan pembongkaran 115 ton amonium nitrat. Dari informasi Dit Intelkam, diangkut menggunakan mobil kontainer dan diletakkan di dalam gudang perusahaan pada tiap kabupaten. Perusahaan PT KM di Kabupaten Konawe dan PT BGM di Konawe Utara.

2 dari 3 halaman

Belum Miliki Izin Peledakan

Di tempat berbeda, Kepala DLH Kabupaten Konawe Utara, Muhammad Aidin menyatakan, secara legalitas perusahaan sudah memiliki izin penampungan bahan peledak. Namun, masih menunggu izin kelayakan lingkungan terkait aktivitas peledakan.

"Legalitas perusahaan, sudah ada. Namun, izin lingkungan soal aktivitas peledakan, belum ada," ujarnya.

Dia menyebut, perusahaan di PT BGM di Konawe Utara sudah memiliki Amdal izin tambang batu. Untuk rekomendasi blasting (peledakan) rekomendasi berasal dari Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Propinsi Sultra.

"Terkait kelayakan penyimpanan, itu tanggungjawab dan kewenangan pihak kepolisian," ujar Aidin.

Menurutnya, pihaknya akan sesuai prosedur mengeluarkan izin. Terkait izin peledakan, harus ada dan masih menunggu hasil verifikasi dan pemeriksaan dari sejumlah pihak.

3 dari 3 halaman

Penjelasan Polisi

Direktur Dit Intelkam Polda Sultra, Kombes Pol Suswanto SIK melalui Kabid Yanmin AKBP Agus Kapontow membenarkan, ada dua tempat penampungan bahan peledak amonium nitrat. Dia mengatakan, pihaknya mengeluarkan izin gudang terkait penyimpanan sesuai Peraturan Kapolri (Perkap) nomor 17 tahun 2017 pasal 16.

Masalah izin Amdal peledakan, menurut Agus, berasal dari Dinas Lingkungan Hidup. Menurutnya, hal itu bukan urusan pihak polisi.

"Urusan pemegang IUP merupakan urusan perusahaan. Persyaratan dari kami untuk mengeluarkan rekomendasi gudang penyimpanan, ada izin pendirian perusahaan, IUP, RKAB, izin gudang dari ESDM," ujarnya.

Dia menjelaskan, setelah sejumlah izin ini kelar, Polda Sultra melalui Dit Intelkam mengeluarkan rekomendasi melalui surat dari Mabes Polri.

"Izin pengangkutan amonium nitrat ini, dari satu perusahaan jasa angkutan. Namun, izin angkutnya berbeda," ujarnya.

Saksikan juga video pilihan berikut ini:

Â