Sukses

Kronologi Penjualan Pulau Lantigiang yang Diklaim Warisan Nenek Moyang si Penjual

Kasus ini mencuat setelah pihak BPN berkoordinasi dengan Balai Taman Nasional Taka Bonerate bahwa ada seorang warga yang hendak menerbitkan sertifikat tanah atas pulau tersebut.

Liputan6.com, Jakarta - Pulau Lantigiang yang berada di Desa Jinato, Kecamatan Taka Bonerate, Kabupaten Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan tengah jadi buah bibir. Bagaimana tidak, pulau yang berada di kawasan Taman Nasional Taka Bonerate itu dilaporkan telah dijual seharga Rp900 juta. 

Sekertaris Daerah Kabupaten Kepulauan Selayar, Marjani Sultan, menjelaskan awal mula transaksi penjualan pulau tak berpenduduk ini terjadi pada 29 Juni 2019. Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Kepulauan Selayar yang merasa aneh terhadap permintaan penerbitan sertifikat tanah di pulau itu pun langsung berkoordinasi dengan Balai Taman Nasional Taka Bonerate. 

"Kalau kita lihat transaksinya itu kan pada 29 Juni 2019. Disitu pihak pembeli akan mengurus sertifikat di BPN. Tapi pihak kantor pertanahan itu mengkonfirmasi kepada kawasan Taman Nasional Taka Bonerate yang berada di bawah naungan KLHK," kata Marjani kepada Liputan6.com, Senin (1/2/2021) malam. 

Setelah mendapat informasi dari pihak BPN Kabupaten Kepulauan Selayar, Balai Taman Nasional Taka Bonerate pun bergegas melaporkan kejadian itu kepada pihak yang berwajib. Hingga kini Polres Selayar telah memeriksa sejumlah saksi dalam kasus penjualan Pulau Lantigiang. 

"Informasi yang saya terima sudah tujuh orang saksi yang diperiksa," sebut Marjani. 

Belakangan diketahui orang yang menjual pulau seluas 7 hektare itu adalah seorang warga Pulau Jampea bernama Syamsul Alam. Sementara yang membelinya adalah Asdianti. 

Syamsul Alam berani menjual pulau itu karena ia mengklaim bahwa pulau itu adalah peninggalan nenek moyangnya sejak tahun 1942. Alas hak yang digunakan adalah surat keterangan kepemilikan yang ditandatangani oleh kepala desa setempat yang kini sudah tak lagi menjabat. 

"Janggal sebenarnya, apalagi saksi-saksi dalam pembuatan surat itu adalah keluarganya semua," ungkap Marjani. 

Simaklah video pilihan berikut ini:

2 dari 3 halaman

Akal-akalan Penjual Pulau Lantigiang

Menurut Marjani, Syamsul Alam mengakali penjualan Pulau Lantigiang dengan cara memberi keterangan bahwa penjualan itu hanyalah penjualan tanah biasa saja. Namun tanah yang dijual adalah tanah seluas pulau tersebut. 

"Menurut saya persolan hukum itu tidak boleh diakali, alasan si pembeli melalui kuasa hukumnya bahwa dia tidak membeli pulau, dia hanya membeli lahan tanah. Kan lucu, soalnya tanah yang dibeli seluas pulau itu," tukas Marjani. 

Mirisnya lagi Marjani menduga ada akal-akalan Asdianti dalam membeli pulau itu. Apalagi Asdianti merupakan istri 

Marjani pun menegaskan bahwa Penjualan Pulau Lantigiang merupakan perbuatan yang melanggar hukum. Apalagi pulau tersebut masuk dalam kawasan observasi Taman Nasional Taka Bonerate. 

"Penjelasan dari ibu menteri KLHK, dia katakan bahwa, masuk saja dalam kawasan taman nasional harus ada ijin apalagi mau membeli tanah," tegasnya. 

Marjani pun berharap polisi dapat mengusut tuntas kasus penjualan Pulau Lantigiang. Ia memastikan Pemkab Kepulauan Selayar mendukung penuh langkah hukum yang diambil oleh Balai Taman Nasional Taka Bonerate. 

"Pada prinsipnya begitu. Kami mendukung penuh langkah yang ditempuh oleh balai," dia memungkasi. 

3 dari 3 halaman

Dalam Penyelidikan Polisi

Sebelumnya, Pihak Kepolisian telah memeriksa sejumlah saksi dalam laporan kasus dugaan penjualan Pulau Lantigiang yang berada di Desa Jinato, Kecamatan Taka Bonerate, Kabupaten Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan. Bagaimana tidak, pulau yang berada di kawasan Taman Nasional Taka Bonerate itu dilaporkan telah dijual seharga Rp900 juta. 

"Kami telah memeriksa sejumlah saksi dan meninjau langsung pulau yang dikabarkan dijual itu," kata Kapolres Kepulauan Selayar, AKBP Temmanganro Machmud saat dikonfirmasi, Senin (1/2/2021). 

Dari hasil penyelidikan sementara pihak kepolisian, pulau itu belakangan diketahui dijual oleh seorang pria bernama Syamsul Alam yang merupakan warga Pulau Jampea, Kabupaten Kepulauan Selayar. Dia menjual pulau tak berpenduduk itu kepada salah seorang warga Kabupaten Kepulauan Selayar lainnya bernama Asdianti. 

"Kami masih terus menyelidiki, yang jelas penjualnya atas nama Syamsul Alam dan pembelinya bernama Asdianti," sebut Temmanganro.

Asdianti bahkan telah memberikan uang muka kepada Syamsul Alam sebesar Rp10 Juta yang merupakan tanda jadi penjulan Pulau Lantigiang. Mirisnya lagi, surat keterangan jual beli pulau yang menjadi destinasi wisata itu bahkan telah terbit. 

"Dijual seharga Rp900 juta. Pembeli bahkan sudah memanjar pembayaran sebesar Rp10 juta. Penjualan pulau sudah memiliki Surat Keterangan Jual Beli Tanah Pulau Lantigian," terang Temmanganro. 

Temmanganro menuturkan dari pengakuan sejumlah saksi, Syamsul alam berani menjual pulau tersebut karena ia mengklaim bahwa pulau itu merupakan peninggalan nenek moyangnya. 

"Kami sementara kumpulkan bukti-bukti, untuk menentukan pihak yang dirugikan terkait penjualan Pulau Lantigian. Baik dari pemerintah maupun pembeli yang diduga mengalami kerugian materil. Jika cukup bukti maka akan dilaksanakan penyidikan tuntas," ucap dia.

Padahal, lanjut Temmanganro, Pulau Lantigiang tersebut masuk dalam zona perlindungan bahari. Hal itu berdasarkan surat keputusan dari Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem KLHK yang terbit pada Januari 2019. 

"Artinya, tanah di pulau Lantigiang tidak boleh ada kepemilikan dari masyarakat namun boleh terlibat dalam pengelolaan wisata. karena pulau ini merupakan zona pemanfaatan," jelasnya.

 

 

Â