Liputan6.com, Bandung - Ruas Jalan Tol Cikopo-Palimanan (Cipali) KM 122, Kecamatan Cipunagara, Kabupaten Subang, Jawa Barat, ambles pada Selasa (9/2/2021) sekitar pukul 03.00 WIB. Kepala Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi Kementerian ESDM Andiani menjelaskan penyebab atas kejadian itu.
Baca Juga
Advertisement
Andiani mengatakan, jenis gerakan tanah di kawasan tersebut berupa nendatan lambat atau rayapan yang ditandai dengan retakan pada badan jalan. Retakan terjadi pada badan jalan sepanjang 20 meter dengan kedalaman 1 meter pada jalur arah Jakarta.
"Dampak gerakan tanah yaitu badan jalan tol retak dan ambles hingga tidak dapat dilalui kendaraan. Sehingga arus lalu lintas tersendat," tutur Andiani dalam keterangan tertulis, Selasa (9/2/2021).
Secara umum lokasi amblesan tanah merupakan daerah landai hingga agak curam yang berada di bantaran Sungai Cipunagara dengan kemiringan lereng kurang dari 20°. Lokasinya berada pada ketinggian antara 20-25 meter di atas permukaan laut.
Berdasarkan Peta Geologi Lembar Bandung, Jawa (Silitonga, 1973), daerah bencana tersusun oleh batu pasir tufaan, lempung dan konglomerat (Qos). Di sekitar area gerakan tanah tidak terdapat struktur geologi berupa lipatan maupun sesar/patahan.
Berdasarkan Peta Prakiraan Wilayah Terjadinya Gerakan Tanah Bulan Februari 2021 di Kabupaten Subang, Jawa Barat (Badan Geologi, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi), ruas Jalan Tol Cipali KM 122 berada pada wilayah dengan potensi gerakan tanah rendah.
"Artinya daerah ini mempunyai potensi rendah untuk terjadi gerakan tanah. Pada zona ini jarang terjadi gerakan tanah kecuali pada daerah yang berbatasan dengan lembah sungai dan gawir atau jika lereng mengalami gangguan. Gerakan tanah lama telah mantap kembali," kata Andiani.
Andiani menyebutkan ada beberapa faktor penyebab terjadinya gerakan tanah di sekitar lokasi amblesnya tanah. Pertama, terkait kemiringan lereng yang tidak terlampau curam sehingga gerakan tanah relatif lambat.
Selain itu, kemungkinan adanya material timbunan yang kurang padu atau mudah tererosi.
"Pengaruh dari erosi air permukaan (air hujan maupun aliran sungai) di kaki lereng mengingat lokasinya yang berada tidak jauh dari sungai besar," ucap Andiani.
Tak hanya itu, curah hujan yang tinggi menjadi pemicu terjadinya gerakan tanah di sekitar lokasi. Mengingat curah hujan yang masih tinggi, maka untuk menghindari jatuhnya korban jiwa dan kerugian yang lebih besar, PVMBG Badan Geologi merekomendasikan pengelola segera memperbaiki badan jalan yang retak dan amblas agar lalu lintas di jalan tol kembali normal.
"Segera menutup retakan dan dipadatkan agar air tidak meresap ke dalamnya yang dapat mempercepat pergerakan," kata Andiani.
Selain itu, pihaknya merekomendasikan mengarahkan aliran air permukaan agar menjauhi area retakan serta membuat perkuatan lereng di tepian badan jalan yang berada dekat dengan sungai untuk mengurangi laju erosi dan meningkatkan kestabilan lereng.